Menuju konten utama

Teror Ular Kobra dan Bagaimana Menangani Korban Gigitan

Teror ular kobra di pemukiman warga dan bagaimana seharusnya menangani korban yang tergigit?

Teror Ular Kobra dan Bagaimana Menangani Korban Gigitan
Proses pengambilan bisa ular kobra. iStockphoto/Getty Images

tirto.id - Belasan ular kobra seukuran kurang lebih 20 sentimeter ditemukan di kloset kamar mandi warga di Jalan Langgar RT04/03 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, pada Minggu (15/12/2019).

Kepala Seksi Operasional Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat Eko Sumarno menyebut ular tersebut bersarang di gudang bekas kolam.

"Jumlah ular kobranya sebanyak 18 ekor ada di bekas kolam, menjalar ke kamar kloset kamar mandi warga," ujar Eko di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara.

Eko mengatakan sebanyak satu regu damkar, dengan empat anggota mengevakuasi belasan anak ular kobra tersebut. Penanganan kurang lebih memakan waktu 30 menit.

Sementara waktu, belasan anakan ular kobra tersebut diamankan di Kantor Damkar Sektor Kembangan, Jakarta Barat.

Munculnya ular di pemukiman menjadi ancaman bagi warga karena berisiko tergigit hingga bisa menimbulkan masalah serius bahkan kematian akibat bisanya. Gigitan ular di dunia memakan korban hingga 4,5 juta orang setiap tahun.

Jumlah tersebut mengakibatkan luka serius pada 2,7 juta pria, wanita, dan anak-anak, serta menghilangkan sekitar 125 ribu nyawa. Sementara itu, banyak korban selamat yang kemudian menderita cacat tubuh dan kelumpuhan.

WHO telah mencatatkan gigitan ular beracun sebagai kasus tertinggi kategori neglected tropical disease (NTD).

Sementara itu, Indonesia belum memiliki catatan pasti jumlah korban gigitan ular. Tetapi, kebanyakan korban merupakan kalangan menengah bawah dengan akses medis terbatas. Korban gigitan ular, selama ini cenderung memilih pengobatan tradisional.

Bagaimana kobra mengigit?

Melansir jurnal dari University of Michigan, kobra memiliki beberapa metode untuk mengirimkan racun maut ke mangsanya.

Beberapa kobra dapat meludahkan racunnya ke mata korban, menyebabkan rasa sakit dan kebutaan yang ekstrem. Namun, metode pengiriman racun yang paling umum dan terkenal adalah injeksi ke tubuh korban melalui gigitan mereka.

Kobra termasuk dalam sub-kelompok ular yang dikenal sebagai elapid; ada lebih dari 270 spesies kobra dan kerabat mereka.

Racun elapid mengandung neurotoksin postinaptik yang menyebar dengan cepat dalam aliran darah korbannya, menyebabkan gagal napas dan, akhirnya, kematian.

Racun kobra adalah contoh molekul yang melarang interaksi molekul asetilkolin (ditransmisikan dari ujung saraf di sekitar otot diafragma) dengan situs reseptor pada otot diafragma. (Lihat bagian tentang Respirasi Manusia untuk lebih jelasnya).

Racun itu mengganggu sambungan neuromuskuler yang terlibat dalam respirasi manusia dengan bereaksi dengan situs reseptor sebagai pengganti molekul asetilkolin, sehingga menghalangi situs reseptor.

Berikut pertolongan pertama pada korban gigitan ular, menurut Hospital Care of Children.

- Lakukan pembebatan pada ekstremitas proksimal jejas gigitan untuk mengurangi penjalaran dan penyerapan bisa. Jika gigitan kemungkinan berasal dari ular dengan bisa neurotoksik, balut dengan ketat pada ekstremitas yang tergigit dari jari-jari atau ibu jari hingga proksimal tempat gigitan.

- Bersihkan luka

- Jika terdapat salah satu tanda di atas, bawa anak segera ke rumah sakit yang memiliki antibisa ular. Jika ular telah dimatikan, bawa bangkai ular tersebut bersama anak ke rumah sakit tersebut

- Hindari membuat irisan pada luka atau menggunakan torniket.

Perawatan di rumah sakit

Pengobatan syok/gagal napas

- Atasi syok jika timbul.

- Paralisis otot pernapasan dapat berlangsung beberapa hari dan hal ini memerlukan intubasi (lihat buku panduan pelatihan APRC/APLS dari UKK PGD-IDAI) dan ventilasi mekanik (lihat buku panduan pelatihan Ventilasi Mekanik pada Anak dari UKK PGD-IDAI) hingga fungsi pernapasan normal kembali; atau ventilasi manual (dengan masker atau pipa endotrakeal dan kantung (Jackson Rees) yang dilakukan oleh staf dan atau keluarga sementara menunggu rujukan ke rumah sakit rujukan yang lebih tinggi terdekat. Perhatikan keamanan fiksasi pipa endotrakeal. Sebagai alternatif lain adalah trakeostomi elektif.

Antibisa

- Jika didapatkan gejala sistemik atau lokal yang hebat (pembengkakan pada lebih dari setengah ekstremitas atau nekrosis berat) berikan antibisa jika tersedia.

- Siapkan epinefrin SK atau IM bila syok dan difenhidramin IM untuk mengatasi reaksi alergi yang terjadi setelah pemberian antibisa ular (lihat di bawah).

- Berikan antibisa polivalen. Ikuti langkah yang diberikan dalam brosur antibisa. Dosis yang diberikan pada anak sama dengan dosis pada orang dewasa.

  • Larutkan antibisa 2-3 kali volume garam normal berikan secara intravena selama 1 jam.
  • Berikan lebih perlahan pada awalnya dan awasi kemungkinan terjadi reaksi anafilaksis atau efek samping yang serius
- Jika gatal atau timbul urtikaria, gelisah, demam, batuk atau kesulitan bernapas, hentikan pemberian antibisa dan berikan epinefrin 0.01 ml/kg larutan 1/1000 atau 0.1 ml/kg 1/10.000 SK. Difenhidramin 1.25 mg/kgBB/kali IM, bisa diberikan sampai 4 kali perhari (maksimal 50 mg/kali atau 300 mg/hari). Bila anak stabil, mulai kembali berikan antibisa perlahan melalui infus.

- Tambahan antibisa harus diberikan setelah 6 jam jika terjadi gangguan pembekuan darah berulang, atau setelah 1-2 jam, jika pasien terus mengalami perdarahan atau menunjukkan tanda yang memburuk dari efek neurotoksik atau kardiovaskular.

Transfusi darah tidak diperlukan bila antibisa telah diberikan. Fungsi pembekuan kembali normal setelah faktor pembekuan diproduksi oleh hati. Tanda neurologi yang disebabkan antibisa bervariasi, tergantung jenis bisa.

- Pemberian antibisa dapat diulangi bila tidak ada respons.

- Antikolinesterase dapat memperbaiki gejala neurologi pada beberapa spesies ular (lihat buku standar pediatri untuk penjelasan lebih lanjut).

Baca juga artikel terkait GIGITAN ULAR KOBRA atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Agung DH