Menuju konten utama

Terlapor Tewas Jangan Jadi Dalih Ulur Kasus Pembunuhan 4 Laskar FPI

Seorang polisi terlapor kasus kematian Laskar FPI dikabarkan tewas akibat kecelakaan. Peristiwa itu tak boleh memengaruhi penuntasan kasus itu sendiri.

Terlapor Tewas Jangan Jadi Dalih Ulur Kasus Pembunuhan 4 Laskar FPI
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020). ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/aww.

tirto.id - Kasus pembunuhan di luar hukum yang dilakukan personel Polri terhadap empat anggota Front Pembela Islam (FPI) memasuki babak baru. Satu dari tiga orang polisi terlapor dikabarkan meninggal dunia akibat kecelakaan.

Polisi dituntut transparan dan tak menjadikan kematian ini sebagai penghalang dalam menuntaskan kasus. Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menuntut polisi untuk cepat mengungkap tuntas kasus ini sebab publik sudah menunggu.

Komnas HAM pada Februari lalu pun telah menyerahkan sejumlah barang bukti kepada Polri. Total ada 16 barang bukti yang diserahkan, di antaranya peluru, proyektil, serpihan mobil, serta beberapa rekaman suara dan video Jasa Marga.

"Kami yakin kematian ini tidak akan mengubah konstruksi kasusnya, karena satu dengan yang lain saling terkait," kata Anam kepada reporter Tirto, Jumat (26/3/2021).

Hal senada diungkapkan peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto. Kejahatan ini dilakukan secara berkomplot sehingga kematian satu orang terlapor semestinya tak menjadi kendala. Justru dengan kejadian ini polisi harus mempercepat penanganan kasus agar tak muncul opini liar di masyarakat bahwa Polri mengulur waktu, apalagi publik sudah kadung memiliki pendapat sendiri soal kasus ini.

Selain itu, polisi juga harus transparan menjelaskan duduk perkara kematian terlapor tersebut.

"Kasusnya hampir tiga bulan. Harusnya memang polisi juga harus benar-benar lebih cepat. Jangan sampai mengulur waktu sehingga malah membuat opini liar di masyarakat bahwa polisi tidak transparan dan polisi memainkan perkara ini," kata Bambang kepada reporter Tirto, Jumat.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan terlapor yang meninggal itu berinisial EPZ. Ia tewas akibat kecelakaan tunggal dengan motor Honda Scoopy di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, pada 3 Januari 2021 pukul 23.45 WIB. EPZ sempat bertahan, tetapi meninggal dunia keesokan harinya pukul 12.55 WIB.

"Walaupun setelah meninggal dunia, untuk menjaga akuntabilitas penyidik, terlapor tetap tiga [orang]," kata Rusdi di Mabes Polri, Jumat.

Kasus ini bermula pada 7 Desember 2020, kala polisi mengejar mobil Habib Rizieq Shihab dan pengawalnya. Pengejaran itu berujung pada tewasnya enam orang, dua tewas saat baku tembak dan empat orang lainnya diduga dibunuh di tengah perjalanan setelah ditangkap.

Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI Abdullah Hehamahua mengatakan pembunuhan itu sudah jelas terjadi sehingga mestinya tidak perlu dilakukan penyelidikan dan langsung saja ditetapkan status penyidikan. Walaupun sudah 3 bulan berlalu, status kasus ini masih penyelidikan dan tidak ada satu orang pun dijadikan tersangka. Ia pun pesimistis kasus ini bisa tuntas.

"Pada intinya adalah pedang itu tajam ke bawah tumpul ke atas. Kalau rakyat kecil yang berbeda pendapat langsung ditangkap dan diproses. Tapi kalau pihak istana dan pendukung istana itu macam-macam saja cara dan alasannya. Jadi dari situ kita sudah bisa tahu proses ini bisa berakhir," kata Abdullah.

Ia meminta polisi lebih transparan dalam mengungkap kematian EPZ. Dia menuntut digelar otopsi yang dipantau oleh pihak ketiga netral untuk memastikan penyebab kematian EPZ. Polisi juga harus menjelaskan kronologi rinci kematian tersebut agar tak muncul dugaan polisi sedang mengulur-ulur kasus.

Baca juga artikel terkait KEMATIAN LASKAR FPI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie & Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie & Irwan Syambudi
Penulis: Mohammad Bernie & Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino