Menuju konten utama

Tepatkah Pembubaran BRTI, Sang Wasit Telekomunikasi, oleh Jokowi?

Jokowi membubarkan BRTI. Ada yang menganggap itu keliru karena bakal membuat industri komunikasi jadi monopoli pemain tertentu.

Tepatkah Pembubaran BRTI, Sang Wasit Telekomunikasi, oleh Jokowi?
Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada Rakornas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 2020 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020 yang intinya membubarkan 10 lembaga negara, salah satunya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Pembubaran lembaga pengawas independen ini menuai penolakan sejumlah kalangan karena dikhawatirkan akan mengembalikan watak monopoli dalam industri telekomunikasi Indonesia.

"Kita kembali memasuki era monopolistik, di mana pemain di industri telekomunikasi hanya badan usaha milik negara. Tentu ini set back," kata Direktur Eksekutif Information and Communication Technology Institute Heru Sutadi kepada reporter Tirto, Rabu (2/12/2020) lalu.

Pendirian BRTI merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sebuah produk legislasi yang menjadi titik tolak industri telekomunikasi Indonesia dari yang berwatak monopoli menuju persaingan bebas. Pasal 5 beleid itu mengatakan pembinaan telekomunikasi harus melibatkan masyarakat melalui sebuah lembaga mandiri.

Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 tahun 2003 selaku aturan pelaksana yang mendasari pendirian BRTI memberikan kewenangan terkait pengaturan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. Tujuannya, untuk menjamin adanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.

Singkatnya, BRTI adalah lembaga independen yang didesain menjadi wasit dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Lembaga ini menjadi urgen mengingat pemerintah juga memiliki BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi. International Telecommunication Union (ITU), sebuah lembaga PBB yang mengurusi teknologi komunikasi dan informasi, pun mendorong dibentuknya lembaga pengatur independen.

"Secara konsep internasional dibutuhkan adanya lembaga pengatur, pengawas, dan pengendali telekomunikasi yang bebas dari kepentingan pemerintah (karena memiliki BUMN) dan pelaku usaha," kata Heru.

Heru mengatakan peran BRTI selama ini cukup tampak. Sebelum 2005, tarif telekomunikasi Indonesia merupakan yang termahal nomor dua di Asia Pasifik, hanya kalah dari Selandia Baru. Namun, akibat kebijakan interkoneksi dan tarif dari BRTI, harga bisa ditekan hingga jadi salah satu yang termurah di dunia.

BRTI juga turun tangan mendorong perbaikan layanan telekomunikasi kala menghadapi tingginya lalu lintas data pada hari raya atau bencana alam. BRTI juga mendorong operator membangun di tempat-tempat terpencil sehingga layanan telekomunikasi tidak hanya dirasakan warga di kota besar.

"Bahkan konsep Palapa Ring juga awalnya digodok BRTI," kata Heru. "Jika tidak mendapat informasi lengkap sejarah berdirinya sebuah lembaga, memang seolah mudah untuk membubarkannya," tandasnya.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih pun mengatakan perlu ada lembaga independen untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan telekomunikasi. Masalahnya, BRTI secara struktur masih berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sehingga tidak sepenuhnya independen. Akibatnya, dalam pelbagai kesempatan koordinasi dengan KPPU, BRTI harus berkoordinasi lagi dengan Kemkominfo.

"Kalau memang untuk regulasi seperti itu, memang dibutuhkan lembaga yang lebih independen. Kalau secara struktural di bawah kementerian ya sulit juga," kata Guntur kepada reporter Tirto, Rabu.

Heru Sutadi pun mengakui posisi BRTI di bawah Kemkominfo bermasalah. Namun menurutnya itu merupakan jalan tengah yang layak sebelum menjadikan BRTI sebagai lembaga independen sepenuhnya.

"Tapi ternyata bukan diperkuat malah dibubarkan," kata Heru.

Staf Khusus Menkominfo Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi enggan berkomentar banyak mengenai hal ini. Ia hanya mengatakan fungsi dan kewenangan BRTI tetap ada. "Tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut tidak hilang, hanya dialihkan ke Kominfo," kata Dedy kepada reporter Tirto, Rabu.

Hal-hal teknis terkait pembubaran BRTI sedang dikoordinasikan dan akan diinformasikan kemudian.

Baca juga artikel terkait BRTI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Bisnis
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino