Menuju konten utama

Tenaga Nuklir di Indonesia Terhambat Stigma Masyarakat

Problem pengembangan PLTN di Indonesia, menurut Nasir, hanya terletak pada penerimaan masyarakatnya yang masih takut dengan keberadaan pembangkit listrik bertenaga nuklir.

Tenaga Nuklir di Indonesia Terhambat Stigma Masyarakat
Peneliti mengoperasikan reaktor pengolah campuran logam tanah jarang di Laboratorium pengolahan logam tanah jarang, Gedung Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta, Babarsari, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (4/1). BATAN Yogyakarta menguji kesiapan Thorium hasil pengolahan limbah penambangan timah sebagai sumber energi alternatif untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir memperkirakan, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia masih terhambat dari sisi sosial saja, terutama soal anggapan masyarakat soal nuklir.

"Kemarin kami ke Bangka-Belitung, kami coba bahas pengembangan PLTN. Orang berpikir tenaga nuklir itu menakutkan, sementara dunia sudah mengarah ke sana semua," kata Menristekdikti di Yogyakarta, Minggu (16/4/2017).

Nasir mencontohkan Perancis sebagai negara yang sangat bergantung dengan PLTN. Sementara Uni Emirat Arab, negara di Asia dengan cadangan minyak nomor empat terbesar di dunia juga kini mulai mengembangkan PLTN.

"Ada empat PLTN yang mereka kembangkan, masing-masing memiliki kapasitas 1.500 Mega Watt sehingga total energi listrik yang dihasilkan mencapai 5.600 MW. Kalau yang seperti ini bisa kembangkan, kebutuhan Jawa akan selesai," kata Nasir seperti dikutip dari Antara.

Problem pengembangan PLTN di Indonesia, menurut dia, hanya terletak pada penerimaan masyarakatnya yang masih takut dengan keberadaan pembangkit listrik bertenaga nuklir.

Padahal teknologi pembangkit listrik dengan nuklir sudah pada Generasi 4, dengan desain dan teknologi sedemikian rupa reaktor akan otomatis berhenti bekerja ketika terjadi bencana seperti gempa bumi. Generasi 4 yang bernama High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR) ini, Nasir mengatakan telah dikembangkan Perancis dan Rusia.

"Kalau yang dipakai di Fukushima, Jepang, itu yang generasi pertama," lanjutnya.

Sejauh ini Indonesia sudah mempunyai empat reaktor untuk skala laboratorium sejak 1955, yang berlokasi di Yogyakarta, Bandung, Serpong dan Jakarta. Dan itu digunakan untuk bidang pangan dan kesehatan.

"Artinya kita punya pengalaman untuk kelola teknologi ini dengan aman. Yang ingin kita inginkan bagaimana risetnya ditingkatkan untuk bisa digunakan ke level energi," ujar Nasir.

Kalau urusan komersialnya tentu kewenangannya ada di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan bahan bakunya, ia mengatakan semua tersedia di Indonesia, baik Uranium maupun Thorium.

Baca juga artikel terkait NUKLIR atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari