Menuju konten utama

Temuan TPF BPKN soal Gangguan Ginjal: Otoritas Kefarmasian Lalai

TPF BPKN menyebut penindakan terhadap industri farmasi dalam kasus gangguan ginjal akut pada anak oleh penegak hukum tidak transparan.

Temuan TPF BPKN soal Gangguan Ginjal: Otoritas Kefarmasian Lalai
Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Jumat (21/10/2022). ANTARA FOTO/Ampelsaa/hp.

tirto.id - Tim Pencari Fakta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (TPF BPKN) melaporkan terdapat delapan catatan krusial pada kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang telah menelan korban ratusan jiwa.

Hasil investigasi TPF BPKN menemukan fakta-fakta terkait keracunan obat sirup sejak dibentuk pada 7 November 2022. TPF BPKN menemukan adanya ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar instansi di sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA.

"Adanya kelalaian instansi atau otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat," kata Ketua TPF BPKN M. Mufti Mubarok melalui keterangan tertulis, Kamis (15/12/2022).

Kemudian TPF BPKN melihat ketidaktransparan terkait penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi.

Lalu, tidak adanya protokol khusus penanganan krisis terkait persoaalan darurat di sektor Kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA.

Mufti juga mengatakan belum adanya kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah. Selanjutnya, belum ada pemberian ganti rugi kepada korban GGAPA dari pihak Industri Farmasi.

Bahan kimia EG dan DEG merupakan bahan yang termasuk dalam katagori berbahaya bagi Kesehatan dan memerlukan pengaturan khusus.

"Belum dilibatkanya instansi/otoritas Lembaga perlindungan Konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian," tuturnya.

Selain delapan poin krusial itu, TPF BPKN menemukan sebagian besar korban tidak memiliki komorbid. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan sebanyak 74 persen dari 324 korban adalah balita dan hampir semuanya berasal dari keluarga kalangan menengah ke bawah.

Dari termuan tersebut, TPF BPKN merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo agar Pemerintah dan industri farmasi dipandang perlu untuk memberikan santunan/kompensasi serta ganti rugi kepada korban GGAPA yang telah meninggal dunia, dirawat, maupun yang masih harus melakukan pengobatan rawat jalan.

Pemerintah menugaskan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP-RI) untuk melakukan audit secara menyeluruh terkait pengawasan dan peredaran produk obat-obatan termasuk penggunaan bahan baku pada obat di sektor kefarmasian.

Pemerintah meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk menindak tegas para pihak yang bertanggung jawab serta melakukan Pengembangan kasus secara terang benderang.

"Persoalan Kesehatan menyangkut kepentingan dan keselamatan publik yang sangat luas, untuk menjadi pemenuhan hak publik secara umum, diperlukan penguatan Lembaga yang melindungi Konsumen secara mandiri," tuturnya.

Pada waktu yang sama, Ketua BPKN RI Rizal E Halim juga menekankan bahwa TPF harus dapat mengungkap kebenaran substansial dari kasus GGAPA pada anak. Ia memastikan BPKN akan melaporkan hasil temuan TPF terkait GGAPA kepada Presiden Jokowi.

Hasil kerja tersebut diharapkan bisa menjadi momentum perbaikan layanan sektor kesehatan dan sektor kefarmasian nasional di masa mendatang.

"Saya berharap rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang nantinya dapat mendukung dalam penyelesaian permasalahan serta dapat mengantisipasi agar kasus serupa tidak terjadi di masa mendatang," kata Rizal.

Baca juga artikel terkait GANGGUAN GINJAL AKUT PADA ANAK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan