Menuju konten utama

Temuan KontraS soal Kasus Kematian Hermanto di Rutan Polsek

KontraS menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Hermanto di rumah tahanan Polsek Lubuklinggau Utara.

Temuan KontraS soal Kasus Kematian Hermanto di Rutan Polsek
Ilustrasi penjahat diborgol. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memaparkan temuan kasus kematian Hermanto, tersangka dugaan pencurian yang tewas ketika diperiksa oleh penyidik Polsek Lubuklinggau Utara, Kota Lubuklinggau.

Temuan pertama soal upaya paksa sewenang-wenang anggota polisi. Ketika menangkap Hermanto, menggeledah rumahnya dan menyita tabung gas elpiji 3 kilogram sebagai barang bukti, polisi tak menunjukkan surat resmi.

“Persoalannya, bahkan keluarga tak diberikan salinan (surat resmi polisi) sama sekali. Begitupun dalam konteks penggeledahan dan penyitaan. Praktik yang dilakukan empat anggota Polsek Lubuklinggau Utara, (mereka) telah melakukan upaya paksa yang sewenang-wenang,” ujar anggota Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS Rozy Brilian, dalam konferensi pers daring, Kamis (17/3/2022).

Padahal dalam Pasal 14, Pasal 33, dan Pasal 38 KUHAP, lanjut dia, menegaskan polisi harus mengikuti prosedur upaya paksa.

Temuan berikutnya yakni ketika Hermanto dibawa ke markas polisi, ada penyiksaan yang dilakukan personel Korps Bhayangkara terhadap korban demi mendapatkan pengakuan korban. Efek penyiksaan tersebut siku kanan dan hidung luka, bibit atas-bawah pecah; leher, tangan kanan dan jari kelingking kanan patah.

“Temuan itu mempertegas aparat telah menyiksa Hermanto. Penyiksaan ini telah melanggar Konvensi Anti Penyiksaan, Undang-Undang HAM, bahkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 dan Perkap Nomor 14 Tahun 2011,” terang Rozy.

Temuan ketiga, perihal enam anggota Polsek Lubuklinggau Utara yang dianggap menggunakan kekuatan yang berlebihan.

Rozy melanjutkan, pihaknya tak menemukan kasus yang jelas dalam perkara Hermanto. “Sehingga kami berani mengatakan bahwa ini merupakan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Polsek Lubuklinggau Utara,” imbuh dia.

Jika betul Hermanto disangka mencuri, maka polisi harus bisa membuktikan hal tersebut.

Istri korban pun pernah bertemu dengan terduga penganiaya, dia menanyakan soal kematian Hermanto. “Hanya satu dari enam yang mengatakan bahwa korban dibunuh karena (polisi) khilaf,” ucap Rozy.

Kasus ini bermula ketika polisi menangkap Hermanto pada 14 Maret 2020, sekira pukul 11.30, kurang lebih 12 jam kemudian ia tewas.

Dalam pengusutan perkara ini dari enam personel Polsek Lubuklinggau yang diperiksa, empat di antaranya diyakini melakukan tindak pidana terhadap korban dan mereka ditetapkan sebagai tersangka. Sementara dua lainnya masih berstatus saksi.

Kini Satreskrim Polres Lubuklinggau tengah melengkapi berkas pemeriksaan keempat tersangka untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Lubuklinggau. "Untuk masalah kode etik sekarang masih diproses. Pidananya juga tetap kita lakukan," kata Kapolres Lubuklinggau AKBP Harissandi, kemarin.

Baca juga artikel terkait TAHANAN MENINGGAL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz