Menuju konten utama

Teknologi Masa Depan yang Terlupakan di Xiaomi Mi A1

Xiaomi Mi A1 hadir dengan spek yang cukup canggih. Sayangnya, Xiaomi Mi A1 belum menyematkan AI dalam prosesornya.

Teknologi Masa Depan yang Terlupakan di Xiaomi Mi A1
Xiaomi Mi A1. twitter.com/XiaomiIndia

tirto.id - Teknologi-teknologi terbaru terus disematkan di ponsel pintar keluaran terbaru. Produsen berlomba-lomba menyematkan hal yang terbaru dan berbeda dibandingkan pesaingnya. Salah satu ponsel keluaran baru yang kini sedang mencuri perhatian adalah Xiaomi Mi A1.

Dari sisi jeroan, Mi A1 terbilang cukup tangguh. Ia dibekali Snapdragon 625, sebuah system-on-chip yang dibuat dengan teknologi 14nm, yang mengandung prosesor Cortex A53 dan GPU Andreno 506 di dalamnya. System-on-chip yang diusung umum ditemukan pada perangkat ponsel pintar kelas menengah.

Tercatat, Asus ZenFone 3, Motorola Moto Z Play, dan Samsung Galaxy C7 telah menggunakannya lebih dahulu. Selepas urusan system-on-chip, Mi A1 didukung oleh kekuatan RAM sebesar 4GB dan memiliki kapasitas memori internal sebanyak 64GB. Angka-angka spesifikasi ini, cukup menjanjikan di segmen ini.

Baca juga: Upaya Xiaomi Mengembalikan kejayaan

Mi A1 yang resmi hadir di Indonesia juga telah mengusung beberapa teknologi yang sedang berkembang saat ini di dunia ponsel pintar. Pertama, Mi A1 mengusung konsep dual camera melalui lensa 26 mm dengan bukaan f/2.2 dan lensa 50mm dengan bukaan f/2.6. Kedua, meskipun tak sempurna, Mi A1 mengusung konsep rasio screen-to-body yang cukup besar, mencapai angka 70,1 persen. Layar yang besar itu berukuran 5,5 inci dengan resolusi 1.920x1.080 pixel.

Dari sisi sistem operasi, Mi A1 mengusung Android One, sebuah varian Android yang dianggap paling bersih dan paling sederhana dibandingkan versi Android manapun. Apakah ada yang masih kurang?

infografik xiaomi a1

Tren Neural Engine

Ada satu konsep yang saat ini sedang hangat yang tidak terdapat dalam Mi A1. Konsep tersebut ialah penggunaan neural engine pada prosesor atau penggunaan prosesor atau chip khusus pada ponsel pintar yang didedikasikan untuk menangani kecerdasan buatan atau AI atau Artificial Intelligence. Penggunaan neural engine atau prosesor khusus AI memang jadi buah bibir selepas Apple memasukkan kekuatan tersebut pada iPhone X yang baru dirilis.

Baca juga: Face ID Teknologi Lama yang Disematkan di iPhone

Penggunaan neural engine atau prosesor khusus yang menangani AI bukanlah barang baru. Dalam acara IFA 2017, sebuah pameran elektronik, pada 2 September lalu, alias beberapa minggu sebelum Apple meluncurkan iPhone X, Huawei mengumumkan Kirin 970, sebuah prosesor yang memiliki 5,5 miliar transistor di dalamnya.

Baca juga: Masa Depan di Tangan AI

Yang unik, Kirin 970 merupakan prosesor yang memiliki neural processing unit khusus dalam tubuhnya. Selain prosesor, Huawei telah memiliki ponsel pintar Mate 9, sebuah ponsel pintar yang dirilis pada November 2016 yang mereka klaim mengandung algoritma machine learning di dalamnya. Huawei bahkan sesumbar dan mengatakan bahwa Mate 9 merupakan “The intelligent phone.”

Selain Huawei, ada pula Samsung. Perusahaan asal Korea Selatan itu dalam acara Hot Chip 2016, Samsung mengumumkan sebuah prosesor yang mereka beri nama Mongoose alias M1 CPU. Dalam acara tersebut Samsung mengungkap bahwa dalam prosesor itu dibenamkan artificial neural network. Salah satu ponsel pintar yang telah mengusung kekuatan konsep neural ialah Samsung Galaxy S7.

Masuknya neural engine atau prosesor yang khusus menangai AI pada ponsel pintar memang sudah tak bisa dielakkan lagi. Aplikasi yang semakin rumit adalah salah satu alasannya.

“Saya bisa mengatakan bahwa persentase yang besar atas aplikasi ponsel pintar (yang ada saat ini) akan menjadi aplikasi (berbasis) AI,” ucap Nardo Manaloto, seorang ahli AI.

Aplikasi asisten digital seperti Siri dan Google Assistant adalah contoh aplikasi rumit yang membutuhkan kinerja prosesor yang tinggi. Untuk bisa menjawabnya, butuh ponsel pintar yang dibekali neural engine.

Sebelumnya, melakukan penanganan kerja aplikasi rumit, pihak pengembang memanfaatkan koneksi internet untuk terhubung dengan komputer canggihnya guna melakukan proses rumit layanan aplikasi.

“Jika saya berkata, ‘Hey Siri, apa ini?’ (Siri) memerlukan waktu dua detik untuk mengirim gambar (yang dipotret) ke (komputer) awan (dan mendapatkan jawaban),” ucap Alberto Rizolli, co-founder Aipoly, sebuah aplikasi yang mampu mengenali objek dan memberitahu jawabannya pada orang-orang tuna netra.

Ini artinya, dalam segala proses komputasi rumit yang dibutuhkan oleh aplikasi-aplikasi ponsel pintar, komputasi awan dijadikan sebagai solusi para pengembang. Sayangnya solusi ini memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut tak lain adalah internet itu sendiri. Jika aplikasi canggih memerlukan kinerja rumit dipakai oleh pengguna di daerah dengan koneksi internet tidak stabil, jelas akan mengecilkan nilai pengalaman bagi si pengguna.

“Kami memiliki banyak pengguna di Asia [...] dan kami harus memberikan pengalaman yang sama tak peduli kondisi koneksi, di manapun server dan komuter awan berada,” ucap Alekses Moiseenkov dari Prism, sebuah aplikasi pemrosesan foto yang memanfaatkan AI.

Terkait kelemahan ini, ponsel pintar mesti memiliki kekuatan khusus untuk menangani pekerjaan rumit dengan memanfaatkan kecerdasan buatan yang ditangani khusus dalam suatu prosesor. Ponsel pintar tak bisa lagi mengandalkan komputer awan atau server khusus tertentu.

Pada posisi inilah, prosesor dengan kekuatan neural engine atau dengan kekuatan khusus yang menangani AI dibutuhkan. Kehadiran ponsel baru yang belum menyematkan neural engine menjadi pekerjaan rumah bagi produsennya.

Baca juga artikel terkait XIAOMI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra