Menuju konten utama

Tekan COVID-19 dengan Perketat Penyaringan Pemudik Saat Arus Balik

Pemerintah harus memastikan para pemudik yang kembali 'bersih'--tidak membawa virus. Beberapa hal perlu dilakukan.

Tekan COVID-19 dengan Perketat Penyaringan Pemudik Saat Arus Balik
Foto aerial kendaraan antre pemeriksaan kesehatan arus balik pemudik di Tol Jakarta-Cikampek KM 34 B di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/5/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.

tirto.id - Kota-kota besar memasuki periode arus balik setelah Lebaran meski sebetulnya tahun ini mudik dilarang karena pandemi. Pemerintah didesak memperketat penyaringan agar kasus COVID-19 tidak menanjak dalam beberapa hari ke depan.

Faktanya setiap libur panjang pasti akan terjadi kenaikan kasus aktif, keterisian tempat tidur di rumah sakit, dan juga angka kematian, menurut Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Pada tahun lalu, misalnya, kasus aktif setelah libur panjang di atas 78 persen, kasus meninggal bisa mencapai 46-75 persen.

"Oleh karenanya, bapak Presiden dan para menteri bekerja keras dalam beberapa minggu terakhir ini memastikan jangan sampai terjadi lonjakan kasus seperti waktu-waktu sebelumnya," kata Doni dalam konferensi pers, Senin (17/5/2021) kemarin.

Dari sisi masyarakat, Doni meminta mereka yang mudik agar melakukan karantina mandiri, terutama yang tinggal di zona oranye dan merah. "Semua ini dilakukan agar penularan kasus bisa kita kendalikan lebih baik lagi dibandingkan tahun lalu."

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan para kepala satgas penanganan pandemi sudah menginstruksikan kepada setiap gubernur di Sumatera dan Jawa untuk mengawasi para pemudik yang kembali, kecuali kepala daerah DKI Jakarta. "Dengan alasan untuk memasuki Jakarta pelaku perjalanan pasti melalui daerah lain yang sudah diinstruksikan untuk memperketat pemeriksaan dokumen perjalanan wajib, yaitu surat tanda negatif COVID-19 dan surat izin perjalanan," kata Wiku kepada reporter Tirto, Senin.

Pemerintah juga telah menyiapkan posko untuk mengawasi terlaksananya program tersebut di lapangan.

Di Jakarta, angka-angka pemudik disampaikan oleh Wakil Gubernur Riza Patria, Senin. "Datanya ada ini, jumlah orang yang keluar masuk, jumlah kendaraan yang keluar masuk Jakarta, 6-15 Mei," katanya.

Sebanyak 4.852.513 orang keluar masuk Jakarta pada periode tersebut. Rinciannya, sebanyak 2.608.243 orang yang keluar Jakarta: 2.607.688 orang menggunakan kendaraan pribadi dan 555 orang dengan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Lalu jumlah yang masuk sebanyak 2.244.270: 2.244.096 kendaraan pribadi dan 174 dengan bus AKAP.

Sementara PT Jasa Marga mencatat ada 200.450 kendaraan kembali menuju wilayah Jabotabek pada H+1 sampai dengan H+2 hari raya Idulfitri 1442 H atau Sabtu-Minggu 15-16 Mei 2021.

Riza mengatakan bahwa pihaknya telah menggelar rapat koordinasi dengan pemerintah Jawa Barat dan Banten perihal arus mudik. "Kerja sama untuk memastikan agar arus balik dapat kami kurangi, dan juga nanti ada penyekatan, pemeriksaan random antigen atau swab PCR, dan sebagainya. Semua sesuai prosedur," kata Riza.

Kendaraan pemudik yang telah diperiksa akan ditempel dengan striker sebagai penanda.

Pemudik yang kembali ke Jakarta juga diwajibkan membawa surat bebas COVID-19. Pemudik yang tiba di kediamannya kemudian akan ditempeli stiker khusus dalam pengawasan karantina mandiri.

Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra itu mengaku telah menginstruksikan kelurahan hingga RT/RW untuk memeriksa pemudik yang telah kembali. "Memang semua harus dipastikan dalam posisi yang aman. Jangan sampai kembali ke Jakarta membawa virus, jadi semuanya kita cek sampai ke tingkat RT/RW," tuturnya.

Pemudik yang ditemukan positif COVID-19 akan dikarantina langsung di Wisma Atlet atau hotel.

Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana mengatakan "masyarakat harus dikomunikasikan oleh satgas tentang apa yang harus dilakukan selain karantina."

Dari sisi pemerintah, dia menyarankan agar tidak pakai tes antigen karena tidak akurat. Irma menyarankan agar pemerintah memberikan pelayanan PCR masif bagi pemudik. Tes PCR juga bisa diterapkan kepada warga yang tidak mudik. Singkatnya, siapa pun yang melakukan kegiatan Lebaran.

Penelusuran dan pengetesan kepada warga pun harus ditingkatkan. Masalahnya, dia pesimistis itu bisa dilakukan. "Bagaimana meningkatkannya? Wong kemarin-kemarin saja jumlah tes semakin rendah. Pun mau lakukan tracing, akan lebih susah lagi."

Sementara epidemiolog sekaligus peneliti dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Mouhamad Bigwanto mengatakan pemerintah harus memastikan tidak kecolongan dengan menambah posko baik di tempat strategis maupun jalan tikus. Kemudian melakukan tes COVID-19 kepada sampel atau bahkan seluruh pemudik di posko tersebut. "Kalau tes secara random risiko penyebaran COVID-19 tinggi," kata Bigwanto kepada reporter Tirto, Senin.

Apabila mereka negatif COVID-19, maka diizinkan lewat, sementara jika positif harus lekas diisolasi. Lebih dari itu, yang juga perlu dilakukan adalah melakukan tracing terhadap kontak erat.

Di sisi lain, Bigwanto mengkritik langkah pemerintah yang tetap membuka tempat wisata. Alhasil, di beberapa tempat kerumunan terjadi. "Itu macam bocor, ya. Ditutup di lubang sini tapi di lubang lain bocor. Sayangnya itu tidak benar-benar diorganisir sama pemerintah. Jangan pas sudah ramai malah dibubarkan."

Oleh karena itu menurutnya "pemerintah juga harus meningkatkan kapasitas rumah sakit, fasilitas kesehatan, dan sebagainya, karena kemungkinan jumlah kasus meningkatkan pasca mudik dan libur panjang seperti sebelum-sebelumnya."

Baca juga artikel terkait ARUS BALIK LEBARAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan & Adi Briantika
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino