Menuju konten utama
Periksa Data

Teh KAI Viral di Media Sosial, Bagaimana Produksi Teh dalam Negeri?

Produksi teh Indonesia berada di peringkat ke-8 dunia. Selain itu, Indonesia memiliki share sebesar 2 persen terhadap total produksi teh dunia.

Teh KAI Viral di Media Sosial, Bagaimana Produksi Teh dalam Negeri?
Kebun Teh Nglinggo. foto/https://dinpar.kulonprogokab.go.id

tirto.id - Belum lama ini, sebuah cuitan mengenai teh yang disajikan di salah satu kereta yang dioperasikan PT Kereta Api Indonesia (KAI) viral di jagat maya Twitter. Pengunggah terkesan dengan rasa teh yang disajikan dan membagi pengalamannya di internet. Lebih jauh, pengguna Twitter bernama akun @Widino ini juga bahkan menanyakan merk teh yang digunakan oleh KAI.

Komentar netizen sontak membanjiri kolom replies. Ada yang menyebut teh yang digunakan KAI adalah teh celup bermerk Teh Cap Botol edisi vintage. Ada pula warganet yang justru membagikan beragam jenama teh lain kesukaan mereka.

Jika ditelusuri, Teh Cap Botol ini diproduksi perusahaan teh PT Gunung Slamat, yang didirikan oleh keluarga Sosrodjojo. Seperti nama pendirinya, perusahaan ini juga membawahi jenama teh terkenal Sosro. Produk lainnya yaitu Teh Cap Poci, di mana gerai yang menjual versi siap minumnya bisa dijumpai di banyak tempat.

Menurut data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) per 16 September 2022, ada setidaknya 205 unit perusahaan teh yang tersebar di Indonesia, dari yang bergerak di komoditas teh kering hingga teh dalam kemasan. Memang, sejak dikonsumsi oleh Dinasti Tang di Tiongkok pada abad ke-8, teh kini menjadi minuman yang digemari di dunia, termasuk di Indonesia.

Statista melaporkan bahwa teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia, setelah air putih. Merujuk data Statista pula, konsumsi teh global pada 2020 tercatat menyentuh 6,3 miliar kilogram dan diperkirakan mencapai 7,4 miliar kilogram pada 2025 mendatang. Meski teh hadir dalam bentuk kemasan siap minum, statistik ini hanya mencakupi 2 produk: teh celup yang umumnya dikemas dalam kantong teh dan teh bubuk.

Di Indonesia sendiri, dalam seminggu rerata konsumsi teh per kapita pada 2021 terlaporkan di level 0,043 ons untuk teh bubuk dan 1,387 sachet untuk teh celup, menukil laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada statistik BPS tersebut, ukuran 1 sachet teh celup setara 2 gram teh.

Statistik ini turun tipis dari tahun sebelumnya, pada 2020, dimana rata-rata konsumsi teh per kapita pada 2020 untuk teh bubuk sebanyak 0,045 ons dan teh celup sebanyak 1,391 sachet.

Sementara itu, konsumsi teh secara tahunan di Indonesia tercatat 0,46 kg per kapita, menurut laporan Statista tahun 2016. Pada tahun itu Indonesia berada di urutan 23 sebagai negara dengan konsumsi teh terbanyak secara global, di bawah Malaysia (0,48 kg konsumsi teh) dan Tiongkok (0,57 kg konsumsi teh). Peringkat pertamanya diduduki oleh Turki, dengan total konsumsi teh tahunan sebanyak 3,16 kg per kapita.

Lantas, dari mana asal teh yang dikonsumsi masyarakat? Bagaimana gambaran produksi teh di Indonesia beserta peluang industri teh ke depan?

Jawa Barat Jadi Sentra

Mari kita awali dengan fakta bahwa produksi teh Indonesia berada di peringkat ke-8 dunia, menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. Menurut sumber yang sama, Indonesia memiliki share sebesar 2 persen terhadap total produksi teh dunia.

Lalu bagaimana kondisi produksi teh di Indonesia?

Menurut laporan Statistik Teh Indonesia tahun 2020 yang dikeluarkan BPS, produksi daun teh kering di Indonesia mencapai 144,1 ribu ton, naik 10,69 persen dari tahun 2019 yaitu 128,7 ribu ton. Dari keseluruhan produksi nasional tahun 2020, 69 persen di antaranya dipasok oleh perkebunan teh di Jawa Barat, termasuk yang dihasilkan oleh Perkebunan Besar dan Perkebunan Rakyat.

Sedikit catatan, Perkebunan Besar terdiri atas Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta yang berbentuk badan usaha atau badan hukum. Perkebunan Besar Negara diusahakan oleh pemerintah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sementara satunya oleh swasta. Lain halnya dengan perkebunan rakyat yang dijalankan oleh rumah tangga serta tidak berbentuk badan usaha atau badan hukum.

Jika melihat dari segi status pengusahaan itu, menariknya, produksi teh di Indonesia tahun 2020 didominasi oleh perkebunan milik negara yang menyumbang 40 persen produksi teh nasional atau sebanyak 57,3 ribu ton. Hal ini juga terjadi di 9 tahun sebelumnya terkecuali tahun 2019 dan 2015. Pada saat itu, produksi teh banyak berasal dari perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat sejatinya adalah bagian dari perkebunan teh terluas di Indonesia.

Sebagai gambaran, pada tahun 2020, perkiraan luas area perkebunan teh rakyat menyentuh 51,2 ribu hektar atau hampir 50 persen dari total luas kebun teh nasional sebesar 112,3 ribu hektar. Perkebunan teh rakyat ini juga lebih luas ketimbang perkebunan milik negara (38,3 ribu hektar) dan perkebunan milik swasta (22,7 ribu hektar).

Sayang, kabar buruknya adalah area perkebunan rakyat mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Pada 2011 misalnya, luas perkebunan rakyat masih di angka 56 ribu hektar. Ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu satu dekade, perkebunan rakyat telah menyusut sekira 8,5 persen atau sebanyak 4,8 ribu hektar.

Begitu pula jumlah areal perkebunan teh secara keseluruhan yang mengalami penurunan sebesar 10 ribu hektar selama 2011 – 2020, jika melihat Statistik Teh 2020 yang dipublikasikan oleh BPS.

Menurut laporan Kompas, penurunan ini disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk tanaman yang dinilai lebih menguntungkan. Media PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, misalnya telah mengonversi lahan perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit.

Perkebunan teh juga hanya terpusat di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2020, luas area perkebunan teh di Jawa Barat menjadi yang terluas di Indonesia, yakni sebesar 86,8 ribu hektar. Dengan selisih yang sangat signifikan, Jawa Tengah tercatat sebagai area perkebunan teh terbesar kedua (9 ribu hektar), diikuti dengan Provinsi Sumatera Utara (6 ribu hektar).

Teh Hitam: Primadona Ekspor-Impor

Badan Pangan Dunia (FAO) mencatat bahwa produksi teh global kira-kira bernilai 17 miliar dolar AS tiap tahunnya, pada laporannya tahun 2022. Sementara itu, perdagangan teh global bernilai tak kurang dari 9,5 miliar dolar AS, sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor yang penting.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut data BPS pula, volume ekspor teh Indonesia sempat mengalami penurunan dari level tahun 2017 ke tahun 2019, yakni 54,2 ribu ton menjadi 42,8 ribu ton. Nilai ekspornya pun turun dari 114,2 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada 2017 menjadi 92,3 juta dolar AS pada 2019.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Teh Indonesia (ATI) mengemukakan faktor penurunan ekspor di antaranya tanaman sudah tua dan lemahnya kelembagaan petani.

“Karena itu perlu pembenahan hulu-hilir hingga pemasaran,” katanya, seperti dilansir laman Kementerian Pertanian (Kementan) pada 15 September 2019. Dia pun mengatakan bahwa industri teh dari hulu dan hilir perlu dukungan investasi.

Namun demikian, pada tahun 2020, kondisi ekspor teh membaik. Ekspor teh naik sekitar 5,8 persen dari 2019 menjadi 45,3 ribu ton, dengan nilai 96,3 juta dolar AS.

Pangsa pasar untuk produk teh tersebut telah menjangkau 64 negara pada 2020. Adapun 3 besar negara yang menjadi pengimpor teh Indonesia pada 2020 berturut-turut yaitu Federasi Rusia, Malaysia, dan AS. Volume ekspor Indonesia ke Rusia sendiri pada 2020 mencapai 8,04 ribu ton, atau sebesar 17,78 persen dari total volume ekspor teh Indonesia. Nilai ekspornya menyentuh 13,5 juta dolar AS.

Selama periode 2016 – 2020, teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam. Masih mengacu pada laporan BPS, volume ekspor teh hitam pada 2020 tercatat 37,3 ribu ton, berkontribusi sebanyak 82,49 persen terhadap total volume ekspor teh. Nilai ekspor teh hitam Indonesia sendiri pada 2020 berjumlah 79,1 juta dolar AS.

Tak sekadar paling banyak diekspor, teh hitam nampaknya juga jadi primadona dalam arus impor teh. Data BPS 2020 menunjukkan volumenya mencapai 11,2 ribu ton, dibanding 3,7 ribu ton teh hijau. Teh tersebut didatangkan dari 58 negara dan paling besar dipasok oleh negara tetangga yakni Vietnam. Di posisi keempat dan kelima juga diduduki negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Thailand.

Perlu diketahui bahwa teh hitam merupakan teh yang mengalami proses pengeraman dalam pengolahannya dan tidak mengandung unsur-unsur lain di luar pucuk teh. Sedangkan teh hijau sebaliknya, sehingga bau daunnya tidak hilang dan harus ditambahkan wewangian lain, seperti contoh bunga melati.

Industri Teh Akan Tumbuh?

Kelompok Kerja tentang Teh FAO memproyeksikan bahwa industri teh ke depannya akan tumbuh. Menurut mereka, permintaan pasar global akan terus meningkat, seiring dengan naiknya pendapatan masyarakat, tumbuhnya gaya hidup sehat, dan diversifikasi produksi teh yang kian beragam.

FAO pada laporan soal teh tahun 2022-nya memprediksi bahwa produksi teh hitam akan meningkat sebanyak 2,1 persen setiap tahunnya pada tahun 2030, lebih rendah dari peningkatan 2,4 persen per tahunnya pada dekade sebelumnya.

Begitu pula produksi teh hijau diproyeksi akan meningkat lebih cepat lagi dari teh hitam, sekitar 6,3 persen per tahunnya pada 2030, merefleksikan ekspansi produksi teh di Tiongkok.

Namun, FAO mencatat bahwa sektor teh akan menghadapi berbagai tantangan untuk memastikan keberlangsungannya secara jangka panjang. Salah satu tantangan besar yang dicatat FAO adalah perubahan iklim yang mengancam kehidupan banyak petani teh. Produksi teh disebut sangat rentan terhadap kejadian-kejadian terkait iklim dan bahwa pemanasan global juga sangat mempengaruhi produksi dan kualitas teh.

Kelompok Lintas Pemerintah (IGG) terkait teh FAO pada dokumen itu merekomendasikan menanam teh yang tahan kekeringan dan tekanan, mendiversifikasi produksi, melakukan tumpang sela teh dengan tumbuhan lain, penanaman organik, dan investasi dalam teknologi konservasi air.

Sementara itu, Dewan Teh Indonesia (DTI) juga mengusulkan sejumlah kebijakan pembangunan produksi teh di Indonesia. Di antaranya, pemerintah dinilai perlu membuat regulasi untuk melindungi produksi dalam negeri dan pasar domestik.

Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu membuat regulasi mengenai syarat kualitas pucuk teh dan produk teh, serta membuat regulasi mengenai harga pucuk dan memfasilitasi penguatan kelembagaan petani.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty