Menuju konten utama

Puasa Sunah Sebelum Hari Raya Kurban Idul Adha dan Hikmah Berkurban

Pada setiap bulan Zulhijah, sebelum hari raya Idul Adha, umat Islam disunahkan untuk menjalankan ibadah puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah.

Puasa Sunah Sebelum Hari Raya Kurban Idul Adha dan Hikmah Berkurban
Panitia dan remaja masjid memotong daging kurban sebelum dibagikan di kawasan Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta, Jumat (1/9/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Puasa sebelum Hari Raya Kurban atau Idul Adha di antaranya adalah puasa 7 hari pertama bulan Dzulhijjah, puasa Arafah, dan Tarwiyah.

Hari raya Idul Adha kerap disebut pula sebagai hari raya kurban. Pada 10 Zulhijah, dimulai sunah penyembelihan hewan kurban, yang bisa dilakukan juga pada tiga hari tasyrik: 11-13 Zulhijah.

Kurban merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang hukumnya sunah muakadah. Artinya, ini ibadah sangat ditekankan pengerjaannya, atau amat dianjurkan untuk dijalankan. Ketentuan soal ibadah kurban ini termaktub dalam firman Allah SWT dalam surah Al Hajj:

"Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan [kurban], agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah [Muhammad] kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh [kepada Allah]," (Q.S. Al-Hajj [22]: 34).

Saking ditekankannya, Nabi Muhammad SAW memberi peringatan kepada orang-orang yang punya harta berlebih, tetapi enggan berkurban. Hal tersebut tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barang siapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat mushala kami," (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah tertua dalam ajaran Islam. Perintahnya dapat ditarik dari keteguhan Nabi Ibrahim AS ketika menerma perintah dari Allah SAW untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail. Karena ketaatannya kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah itu, kendati menyalahi kasih sayang seorang ayah kepada putranya. Atas kemurahan Allah SWT, penyembelihan Nabi Ismail kemudian dibatalkan dan diganti dengan kurban kambing.

Aswab Mahasin dalam artikel "Manusia adalah Makhluk Berkurban" yang ditayangkan di NU Online, menyebutkan beberapa makna Idul Adha yang dapat direnungkan. Aswab menarik hikmah dari kejadian Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail ke dalam dua dimensi: spiritual dan sosial.

Pertama, dimensi spiritual dari ibadah kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim AS ialah menunjukkan keteguhan iman, kesabaran, serta pengorbanan kepada Allah SWT.

Ketika diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih anaknya, kemudian disampaikan kepada Ismail, tanpa pikir panjang, si anak menyetujui penyembelihan tersebut tanpa protes dan tawar menawar. Hal ini menunjukkan kekuatan iman yang demikian teguh dari spiritualitas sempurna.

Ibadah kurban yang dilakukan oleh umat Islam saat ini tidaklah sebanding dari pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Ismail. Oleh karena iman keduanya itulah, di penghujung prosesi kurban, Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor binatang (kambing).

Kedua, dimensi sosial, yang tentu saja disepakati karena daging kurban dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, Ibadah kurban mengajarkan untuk saling tolong-menolong, sekaligus menyemarakkan cinta kasih di antara umat manusia.

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa," (Q.S. Al Maidah [5]: 2).

Puasa Sunah Sebelum Idul Adha: Tarwiyah dan Arafah

Sebelum hari raya Idul Adha, terdapat 2 puasa sunah yang amat dianjurkan untuk dikerjakan pada bulan Zulhijah oleh umat Islam. Dua amalan sunah itu adalah puasa Tarwiyah dan puasa Arafah.

Dua hari puasa sunah sebelum Idul Adha ini dianjurkan agar umat Islam juga merasakan anugerah yang dijalani jamaah haji di tanah suci.

Pertama, puasa Tarwiyah dilaksanakan pada tanggal delapan Zulhijjah. Tanggal 8 Zulhijah disebut hari Tarwiyah tidak terlepas dari sejarah pensyariatan kurban. Dalam bahasa Arab, "tarwiyah" berarti "proses berpikir", yang pada hari itu, Nabi Ibrahim AS merenung dan berpikir (rawwa-yurawwi-tarwiyah) tentang mimpinya menerima perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail.

Kedua, puasa Arafah dilaksanakan pada setiap tanggal sembilan Zulhijjah. Hari Arafah juga berkaitan dengan riwayat pensyariatan kurban. Pada hari itu, Nabi Ibrahim AS menyadari sekaligus memahami makna mimpinya sebagai wahyu dari Allah. Adapun "Arafa," dalam bahasa Arab artinya mengetahui.

Keutamaan puasa Tarwiyah dan Arafah dalam Islam tergambar dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu An Najjar dan Abdullah bin 'Abbas bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Puasa di hari Tarwiyah (8 Zulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu. Sedangkan puasa hari Arafah (9 Zulhijah) akan mengampuni dosa dua tahun," (H.R. Tirmidzi).

Bacaan Niat Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah

Tata cara puasa Tarwiyah yang dilaksanakan pada tanggal 8 Zulhijah dan puasa Arafah di tanggal 9 Zulhijah tidak berbeda dengan ibadah puasa sunah lainnya. Mereka yang mengerjakan ibadah ini harus menahan dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga matahari tenggelam.

Berikut ini bacaan niat puasa Tarwiyah dan puasa Arafah, beserta pelafalannya dalam tulisan latin dan artinya.

1. Bacaan Niat Puasa Tarwiyah

نويت صوم التروية سنة لله تعالى

Bacaan latinnya: "Nawaitu shauma al tarwiyata sunnatan lillahi ta’ala"

Artinya: "Saya niat berpuasa sunah Tarwiyah karena Allah ta’ala."

2. Bacaan niat puasa Arafah

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ عَرَفَةَ لِلهِ تَعَالَى

Bacaan latinnya: "Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnati Arafah lillâhi ta‘ala."

Artinya: “Aku berniat puasa sunah Arafah esok hari karena Allah SWT.”

Niat di atas dibaca ketika berniat menjalankan puasa Arafah pada malam hari sebelum terbit fajar pada 9 Zulhijah. Namun, niat puasa sunah juga boleh dilaksanakan pada siang hari, sejauh yang melaksanakan ibadah ini belum makan, minum dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya sejak terbit fajar hingga waktu Zuhur.

Bacaan niat puasa Arafah jika diucapkan pada siang hari adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ عَرَفَةَ لِلهِ تَعَالَى

Bacaan latin: Nawaitu shauma hadzal yaumi ‘an ada’i sunnati Arafah lillahi ta'ala.

Artinya: "Saya berniat puasa sunnah Arafah pada hari ini karena Allah SWT."

Hikmah-hikmah Pelaksanaan Kurban Idul Adha

Ibadah kurban adalah yang memiliki dua dimensi dalam Islam: ibadah spiritual (hablum minallah) dan ibadah sosial (hablum minannas).

Pertama, ibadah spiritual dalam berkurban berkaitan dengan ketaatan terhadap perintah Allah SWT.

Perintah berkurban ini tertera dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Kautsar ayat 2: "Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah [sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah]," (QS. Al-Kautsar [108]: 2).

Kedua, ibadah sosial berkaitan dengan hubungan dengan manusia (hablum minannas).

Orang yang berkurban menyisihkan sebagian hartanya untuk disedekahkan [sembelihan hewan kurban] kepada golongan yang tak mampu sehingga berbahagia pada Hari Raya Idul Adha.

Berikut ini sebagian hikmah pelaksanaan kurban Idul Adha dalam Islam:

1. Ibadah yang paling dicintai Allah SWT

Ibadah kurban adalah amalan yang sangat dicintai Allah SWT, sebagaimana tergambar dalam sabda Nabi Muhammad:

"Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam [manusia] pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan [kurban]. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya," (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

2. Membahagiakan orang yang tidak mampu di momen Hari Raya Idul Adha

Sembelihan kurban Idul Adha dan hari-hari tasyrik dibagikan kepada golongan yang tidak mampu. Dengan demikian, mereka juga dapat berbahagia pada Hari Raya Idul Adha.

Bagi orang-orang yang mampu, ibadah kurban merupakan bentuk rasa syukur atas keberlimpahan yang dianugerahkan Allah SWT kepada mereka.

Allah SWT menjanjikan bahwa orang yang bersyukur akan ditambah rezekinya sehingga harta benda mereka menjadi berkah di sisi Allah SWT.

3. Renungan untuk melepaskan diri dari sifat-sifat jelek manusia, mulai dari rasa dengki, fanatik, egois, dan sebagainya

Ibadah kurban merupakan teladan dari Nabi Ibrahim AS. Dari sejarahnya, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail AS.

Karena ketaatannya itu, Allah kemudian mengganti Nabi Ismail dengan kambing gibas, sebagai balasan atas kesalehan Nabi Ibrahim.

Ketaatan Nabi Ibrahim itu kemudian diperingati sebagai ibadah kurban dalam Islam. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berkurban untuk melepaskan diri dari egoisme dan cinta dunia, serta merelakan sebagian harta untuk disedekahkan di jalan Allah SWT.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani