Menuju konten utama
Ramadhan 2021

Tata Cara Membayarkan Utang Puasa Orangtua: Qadha atau Fidyah?

Cara membayar utang puasa, tata cara qadha/fidyah puasa orangtua yang sudah meninggal.

Tata Cara Membayarkan Utang Puasa Orangtua: Qadha atau Fidyah?
Umat muslim berdoa seusai membaca Alquran saat bulan Ramadan di Masjid Raya Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/5/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Orang yang meninggal dengan meninggalkan utang puasa wajib diqadha oleh walinya dengan puasa atau fidyah.

Ibadah puasa menjadi kewajiban bagi muslim yang telah balig untuk menjalankannya. Hanya saja tidak semua orang mampu menunaikannya, seperti orang lanjut usia.

Bisa jadi, jika mereka berpuasa justru terasa sangat berat di balik fisiknya yang tidak lagi kuat.

Terkait hal ini, Allah telah memberikan keringanan. Allah SWT berfirman:

“… maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin …” (QS al-Baqarah (2): 184).

Mengutip laman Suara Muhammadiyah, ayat tersebut memberikan keterangan jika seseorang sakit atau dalam perjalanan sehngga berat untuk berpuasa, maka diperbolehkan mengganti (qadha) puasanya di hari lain.

Bahkan apabila memiliki uzur syar'i yang membuatnya tidak mampu mengganti di hari lain, maka dapat menggantinya dengan membayar fidyah. Fidyah yaitu memberi makan orang miskin.

Dengan demikian jika terdapat orang tua yang masih hidup dan dia tidak mampu berpuasa di bulan Ramadan maupun menggantinya di hari lain, cara mengganti puasa yang ditinggalkan adalah membayar fidyah.

Penggantian puasa tidak dilakukan dengan mengqadha puasa oleh anak-anaknya. Jika orang tua tidak memiliki harta yang cukup untuk membayar fidyah, maka anak-anaknya yang secara moral membayarkan fidyahnya.

Qadha puasa orang tua yang meninggal

Ada perbedaan dalam qadha puasa bagi orang tua yang telah meninggal. Jika orang tua masih hidup dan tidak bisa qadha puasanya, maka dia wajib membayar fidyah.

Namun, jika orang tua telah meninggal terjadi perbedaan pendapat para ulama, yakni antara qadha puasa oleh walinya atau membayar fidyah.

Dalil yang memerintahkan walinya untuk mengqadha orang yang meninggal dengan utang puasa, di antaranya sebagai berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ [متفق عليه].

“Dari Aisyah ra [diriwayatkan] bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya,” (Muttafaq Alaih).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً رَكِبَتْ الْبَحْرَ فَنَذَرَتْ إِنْ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنْجَاهَا أَنْ تَصُومَ شَهْرًا فَأَنْجَاهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلَمْ تَصُمْ حَتَّى مَاتَتْ فَجَاءَتْ قَرَابَةٌ لَهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ صُومِي [أخرجه أحمد].

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (diriwayatkan) bahwa ada seorang perempuan berlayar mengarungi lautan lalu ia bernazar seandainya Allah menyelamatkannya ia akan berpuasa selama satu bulan, lalu Allah menyelamatkannya, tapi ia tidak berpuasa sampai ia meninggal. Lalu keluarganya datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut. Lalu beliau bersabda: Berpuasalah untuknya,” (HR Ahmad).

Meski demikian, terdapat pula keterangan yang menyebutkan jika Rasululullah shallallahu 'alaihi wassalam pernah memerintahkan pembayaran fidyah bagi yang wafat dengan utang puasa.

Dikutip laman NU Online, Abi Ishaq As Syairazi dalam kitab "Al Muhadzdzab" (2010) mengatakan:

“Pendapat manshus dalam Kitab Al-Umm adalah pendapat pertama. Ini pendapat yang sahih. Dalil atas pendapat ini adalah hadis riwayat Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda ‘Siapa saja yang wafat dan ia mempunyai utang puasa, hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari utang puasanya.’ Puasa adalah ibadah yang tidak dapat digantikan pada saat orang hidup, maka ia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah shalat.”

Imam An Nawawi juga berpendapat bahwa orang yang wafat dengan utang puasa dapat diqadha puasanya dengan membayar fidyah.

Takarannya adalah satu mud (sekira 675 gram) yang diberikan pada orang miskin. Namun takaran ini berlaku jika oarng tersebut wafat sebelum datang Ramadan berikutnya.

Namun jika sudah datang Ramadan berikutnya, mahzab Syafi'i memiliki dua pendapat atas hal tersebut:

  1. Walinya wajib membayar sebanyak dua mud dari jumlah puasa yang ditinggalkan. Satu mud sebagai fidyah dan satu mud lagi karena menunda qadha puasa.
  2. Wali cukup membayar fidyah sebanyak satu mud saja dari jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Ketentuan tambahan satu mud hilang karena penundaan akibat kelalaian dengan sendirinya tidak berlaku.
Sementara itu ada pendapat lain yang menjadi alternatif dari masalah ini. Sekelompok ulama terkemuka mahzab Syafi'i menyatakan bahwa wali boleh berpuasa sebagai cara membayar utang puasa orang yang wafat.

Puasanya tetap sah, dan bila ingin menggantinya dengan fidyah juga diperbolehkan sehingga orang yang wafat bebas dari tanggungan.

Baca juga artikel terkait QADHA PUASA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno