Menuju konten utama

Tangkap Mahasiswa Papua saat Demo, Polisi Dinilai Diskriminatif

Polisi menangkap 17 mahasiswa Papua yang berdemo di depan Kedubes Amerika Serikat, Jakarta Pusat.

Tangkap Mahasiswa Papua saat Demo, Polisi Dinilai Diskriminatif
Massa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Selasa (1/12/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Tim Advokasi Papua, Michael Himan menyesalkan tindakan kepolisian yang membubarkan demo mahasiswa di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Jakarta Pusat. Polisi juga menangkap 17 mahasiswa Papua yang mengikuti demo tersebut.

Massa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) berdemonstrasi di depan Kedubes AS, Kamis (30/9/2021). Mereka menuntut pembatalan New York Agreement, pembebasan semua tahanan politik Papua dan penarikan militer dari Papua.

Pukul 11.00 WIB, massa tiba di depan kedubes. Di sana aparat keamanan telah bersiaga. Ketika Koordinator Lapangan mengarahkan massa untuk menyampaikan pendapat, aparat meminta demonstran membubarkan diri karena alasan pandemi COVID-19.

"Pembubaran massa dilakukan secara paksa dan tanpa dasar. Massa didorong masuk ke dalam mobil lalu dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat," kata Michael Himan dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat (1/10/2021).

Sedangkan sebagian demonstran lain harus berdesakan di dalam mobil karena pintu terkunci dari luar.

Ketika pembubaran, Michael mengatakan terdapat demonstran yang terkena pukul di bagian mata, diinjak, ditendang dan dua perempuan Papua diduga mengalami pelecehan seksual. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Tim advokasi masih mendampingi massa di Polres Jakarta Pusat. Dalam kejadian tersebut, polisi membekuk 4 demonstran perempuan dan 11 demonstran laki-laki. Polisi juga menciduk dua orang Papua di kantor LBH Jakarta yang tidak mengikuti aksi protes tersebut.

"Selain pelanggaran terhadap hukum dan HAM, hal itu juga merupakan tindakan rasis dan diskriminatif terhadap orang Papua," kata Michael.

Tim advokasi mendesak agar Polres Metro Jakarta Pusat membebaskan 17 orang tersebut. Mereka juga meminta Polri untuk meminta maaf kepada masyarakat Papua dalam kejadian ini.

Kemudian, tim advokasi menuntut Kadiv Propam Polri untuk menindak petugas secara etik, disiplin dan pidana atas pelanggaran dan kekerasan kepada demonstran. Mereka juga menginginkan agar pemerintah menjamin akses pemulihan bagi korban dan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi menyatakan pembubaran demo lantaran tak boleh ada kerumunan pada masa pandemi Corona. Apalagi aksi penyampaian pendapat ini disebut tak berizin.

"Pada saat PPKM Level 3 ini, segala kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan itu dilarang," kata dia.

Di lokasi aksi, Hengki mengklaim kepolisian sempat tiga kali mengimbau massa untuk membubarkan diri, tapi seruan tersebut tak diikuti. Lantas terjadi baku argumen dan dorong-mendorong antara polisi dan massa

"Namun yang terjadi mereka melakukan perlawanan dan melukai petugas kepolisian," sambung Hengki.

Baca juga artikel terkait PENANGKAPAN MAHASISWA PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan