Menuju konten utama
Aksi 22 Mei 2019

Tanggapan SAFEnet Soal Pembatasan Internet di Indonesia

Harusnya pemerintah mengusut dan menindak tegas pelaku penyebaran hoaks dan provokator ujaran kebencian alih-alih membatasi perilaku warganet Indonesia.

Tanggapan SAFEnet Soal Pembatasan Internet di Indonesia
Ilustrasi. FOTO/istock

tirto.id - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai langkah pemerintah membatasi akses internet merupakan bentuk internet throttling, atau pencekikan akses internet, yang berpotensi menjadi preseden buruk dalam menjamin hak kebebasan berekspresi di Indonesia.

"Menuntut Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa hak digital warganet Indonesia sebagai bagian dari hak asasi manusia tidak akan terancam dengan pemberlakuan pembatasan internet ini," kata SAFEnet.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memastikan bahwa ke depannya langkah pembatasan internet harus berdasarkan parameter yang jelas mengenai situasi darurat yang mendorong pemberlakuan pembatasan internet ini.

"Pemerintah Indonesia harus memberikan laporan yang transparan dan akuntabel atas keputusan ini pada publik, termasuk dan tidak hanya terbatas pada alasan, parameter situasi darurat negara, dan dasar hukum, tetapi juga beserta informasi akses dan wilayah yang dibatasi, durasi pembatasan internet, efektivitas pemberlakuannya, serta pengukuran dampak dari pemberlakuan pembatasan internet ini," kata SAFEnet.

Menurut SAFEnet, pemerintah perlu mencari langkah alternatif sehingga dapat mencegah pemberlakuan pembatasan internet yang berdampak pada hak berkomunikasi dan kebebasan berekspresi warga Indonesia.

"Seharusnya mengusut dan menindak tegas pelaku penyebaran hoaks dan provokator ujaran kebencian alih-alih membatasi perilaku warganet Indonesia," lanjut SAFEnet.

"Kami juga meminta platform digital, seperti perusahaan penyedia media sosial, untuk lebih keras dan responsif dalam menangani potensi penyebaran hoaks yang disertai ujaran kebencian dan bermuatan politis."

Menurut organisasi yang mengadvokasi hak digital di Asia Tenggara ini, pembatasan akses internet bukanlah praktik baru dalam upaya mengekang kebebasan berekspresi. Pada 2016 silam, ada 56 internet shutdown diseluruh dunia. Berdasarkan Access Now, angka tersebut naik 180 persen dari tahun sebelumnya.

Mayoritas pembatasan internet demi keamanan negara dan memperlambat laju penyebaran hoaks.

Sebelumnya, pada 22 Mei 2019, media sosial ramai dengan warganet yang mengeluhkan tidak bisa mengakses beberapa media sosial dan aplikasi chatting, seperti Instagram dan WhatsApp, seperti biasanya.

Menkopolhukam Wiranto mengatakan beberapa akses layanan internet dinonaktifkan untuk sementara, terutama layanan untuk pengiriman dan pengunduhan foto atau video lewat aplikasi chatting, seperti WhatsApp.

Penjelasan singkat yang diberikan adalah tindakan itu diambil pemerintah untuk menghindari penyebaran berita bohong atau hoaks.

"Semata-mata demi keamanan nasional," kata Wiranto.

Sementara Menkominfo Rudiantara yang turut hadir menyebutkan pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap, serta dilakukan oleh lima provider telekomunikasi atas permintaan pemerintah.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI

tirto.id - Teknologi
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH