Menuju konten utama

Tanggapan Indef Soal Isu Ketenagakerjaan Menjelang Debat Cawapres

Cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno punya tantangan menjawab masalah pengangguran terbuka yang berasal dari lulusan SMK. 

Tanggapan Indef Soal Isu Ketenagakerjaan Menjelang Debat Cawapres
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (ketiga kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (keempat kiri) berfoto bersama seusai mengikuti debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan, pengangguran untuk lulusan SMK masih tinggi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Agustus 2018 angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,34 persen atau setara 7,001 juta orang. Berdasarkan pendidikan, lulusan SMK mendominasi pengangguran di Indonesia.

Menurut Bhima, data terakhir pada 2018, jumlah pengangguran lulusan SMK sebesar 11 persen untuk jenis tingkat pengangguran terbuka.

"Lulusan SMK ini kan artinya anak-anak muda milenial yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Jadi itu itu yang pertamanya bagaimana meyakinkan para voters bahwa program program ke depan," kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (15/3/2019).

Isu ketenagakerjaan bakal dibahas dalam debat Pilpres 2019 ketiga, Minggu (17/3/2019), di Hotel Sultan, Jakarta Pusat.

Debat ketiga akan diikuti oleh dua cawapres saja, Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno. Tema debat cawapres ini adalah pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya.

Bhima memperkirakan Ma'ruf Amin akan menjagokan program kartu pra-kerja. Sedangkan Sandiaga Uno akan memamerkan program OKE OCE dengan ekonomi kreatifnya. Intinya dua kandidat ini, kata dia, harus memiliki solusi untuk menekan angka pengangguran di Indonesia.

"Intinya bagaimana bisa menyelesaikan pengangguran di sekolah vokasi ini," kata dia.

Kemudian, kata dia, isu lain yang dibahas yaitu pembahasan terkait pengupahan. Pemerintahan yang baru harus memiliki formula khusus.

Terutama yang berkaitan dengan PP nomor 78 tahun 2015, di dalamnya ada patokan pertumbuhan ekonomi plus inflasi sebagai formula kenaikannya upah minimum per tahun.

"Nah itu dianggap tidak berpihak pada para pekerja. Khususnya para pekerja di sektor manufaktur yang merasa kalau kenaikannya kecil. Jadi di era SBY itu ada upah minimum tinggi sekali naiknya 15 persen per tahun di era pak jokowi itu hanya 8 persen," ujar dia.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Politik
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali