Menuju konten utama

Tangani Siswa, KPAI Minta Polisi Utamakan Diversi dan Rehabilitasi

KPAI mendesak polisi menggunakan pendekatan rehabilitasi dan diversi dalam menangani ratusan siswa yang ditangkap saat demo di depan DPR.

Tangani Siswa, KPAI Minta Polisi Utamakan Diversi dan Rehabilitasi
Puluhan siswa dihentikan polisi saat hendak berjalan ke arah DPR, Jakarta, Rabu (25/9/2019). tirto.id/Adrian pratama Taher

tirto.id - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mendesak kepolisian untuk menerapkan perspektif perlindungan anak dalam memroses ratusan anak yang ditangkap dalam rangkaian aksi beberapa waktu lalu.

Ia meminta agar polisi tidak mengedepankan proses pidana saat memroses perkara pelaku aksi yang masih anak-anak.

"Upaya-upaya untuk menjauhkan mereka dari proses pidana tetap menjadi prioritas," tegas Putu dalam konferensi pers di Gedung KPAI, Jakarta Pusat, pada Rabu (2/10/2019).

Bentuk perlindungan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pertama, ujar Putu, penting untuk tetap mengedepankan proses diversi dalam penanganan anak-anak, sekalipun ia terduga pelaku tindak pidana.

"Satu lagi, kemudian, berupa rehabilitasi. Kami sudah menitipkan ke Kementerian Sosial," tegasnya.

Di saat yang sama, Putu mengingatkan, anak-anak tersebut memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan secara hukum. Pendampingan hukum penting dilakukan agar anak-anak yang ditangkap terlindungi dari kekerasan aparat.

"Bila ada laporan dari anak tersebut yang didampingi oleh kuasa hukum, ada dugaan terjadi misalnya mereka mendapatkan kekerasan atau selama demo berlangsung, mereka mendapatkan kekerasan dari aparat, maka ini tugas dari pendamping hukum tersebut untuk membuat laporan," ungkap Putu.

Pernyataan terkait pentingnya aparat untuk tak berbuat kekerasan terhadap anak pun sempat disampaikan oleh Komisioner KPAI Retno Listyarti.

“KPAI meminta aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani aksi anak-anak, karena anak-anak ini sebagian besar hanya ikut-ikutan dan diduga kuat korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Retno melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Kamis (26/9/2019).

Dalam rangkaian aksi yang berlangsung ricuh pada pekan lalu, polisi menangkap 649 terduga perusuh dalam unjuk rasa di sekitar gedung DPR/MPR. Penangkapan dalam kurun waktu 30 September 2019 hingga 1 Oktober 2019.

"Perusuh diamankan oleh Polda Metro Jaya dan Polres Metro jajaran," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (1/10/2019).

Para perusuh ditangkap dan ditahan di tempat berbeda. Sekitar 258 perusuh ditangkap dan ditahan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya; Sekitar 40 perusuh ditangkap dan ditahan di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya; dan Sekitar 82 perusuh ditangkap dan ditahan di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

Selain di Polda Metro Jaya, sejumlah perusuh ditangkap dan ditahan di Polres. Dalam catatan, Polres Metro Jakarta Utara meringkus 36 perusuh; Polres Metro Jakarta Pusat meringkus 63 perusuh; dan Polres Metro Jakarta Barat meringkus 170 perusuh.

"Saat ini seluruh (terduga perusuh) masih dalam proses penyelidikan. Jika selesai proses penyelidikan, bisa ditingkatkan status hukumnya ke tahap penyidikan," kata Dedi.

Baca juga artikel terkait DEMO SISWA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Andrian Pratama Taher