Menuju konten utama

Tangan Midas Sutradara Anime Makoto Shinkai

Perkembangan teknologi, selera, dan kemampuan artistik para pelaku industri ini membuat anime menjadi karya seni yang tidak hanya enak ditonton tapi punya narasi menarik. Setelah era Hayao Miyazaki dan Studio Ghibli, karya-karya Makoto Shinkai adalah salah satu yang terbaik.

Tangan Midas Sutradara Anime Makoto Shinkai
Makoto Shinkai dalam acara diskusi film The Garden of Words di Moskow, Rusia. [Foto/wikipedia]

tirto.id - Seorang teman pernah bertanya, apa saja film yang bisa membuat kamu menangis? Beberapa judul film saya berikan, mulai dari Amores Peros, Eternal Sunshine of The Spotless Mind, Blue Valentine, dan Grave of The Fireflies. Teman ini protes. “Yang terakhir itu kan film kartun? Aku mau yang bikin nangis,” katanya.

Dua jam kemudian usai menonton film itu, ia menghubungi. “Bajingan. Aku nangis nggak berhenti-berhenti."

Grave of The Fireflies adalah film yang dibuat pada 1988, ditulis dan disutradarai oleh Isao Takahata, diproduksi oleh kolektif seniman animasi Studio Ghibli. Film-film Ghibli boleh jadi salah satu yang membentuk pemahaman bahwa anime atau kartun atau apapun sebutan yang Anda suka, bukanlah melulu cerita riang dan dikhususkan bagi anak-anak. Orang dewasa dengan selera estetik tertentu pun bisa menikmati anime dengan cerita dan kualitas visual yang baik.

Meski banyak orang yang masih berpikir kartun atau anime adalah pertunjukan untuk anak-anak, persepsi itu sudah banyak berganti dua dekade terakhir. Anime tak lagi eksklusif milik anak-anak dan tak lagi harus bercerita tentang robot pintar dan anak SD yang puluhan tahun tak lulus sekolah.

Selain Studio Ghibli, pembuat film yang konsisten menembus batas-batas estetik dan cerita indah dalam anime adalah Makoto Shinkai. Sebagai penulis, ia membuat narasi cerita tentang hidup yang tak berjarak. Misalnya tentang kisah hidup anak sekolah, kegamangan tentang pilihan hidup, dan segala warna-warninya.

Warna-warni yang dihadirkan dalam film-film Makoto Shinkai mampu membius penontonnya. Membius bukan hanya sekedar enak dipandang tapi juga menghadirkan cerita yang dekat. Misalnya kisah warung kopi dengan efek dramatis lebih.

Film animasi terbarunya Kimi no Na Wa atau Your Name menghasilkan lebih dari 15,4 miliar yen atau $148 juta pada 52 hari penayangannya. Membuat film ini menjadi film paling laris nomor lima dalam sejarah Anime Jepang. Berdasarkan laporan dari Anime News Networks, film ini telah menjual lebih dari 12 juta tiket.

Kimi no Na Wa bercerita tentang dua murid sekolah menengah atas yang tak pernah bertemu namun berbagi mimpi. Film ini memenangkan penghargaan Best Animated Feature Film Award di Spanyol dalam ajang Sitges International Fantastic Film Festival ke-49.

Meski demikian, film Makoto Shinkai ini belum mengalahkan angka penghasilan Ponyo, film produksi Ghibli yang berkisah tentang putri ikan mas yang ingin berteman dengan bocah laki-laki bernama Sosuke. Ponyo pada 2008 memperoleh 15.5 miliar yen atau setara $153 juta.

Infogafik Makoto Shinkai

Sejauh ini film animasi terlaris Jepang masih dipegang rekornya oleh film produksi Studio Ghibli yang dibuat bersama Hayao Miyazaki. Selain Ponyo, film Spirited Away produksi 2001 memperoleh pendapatan mencapai $289 juta. Selanjutnya Howl's Moving Castle yang dibuat pada 2004 memperoleh pendapatan $235 juta disusul Princess Mononoke yang dibuat pada 1997 dengan pendapatan mencapai $159 juta.

Seperti ditulis The Japan Times, Makoto Shinkai banyak disebut sebagai penerus Hayao Miyazaki.

Karya Shinkai punya elemen visual indah, cerita yang ditulis dengan baik, karakter yang kokoh, dan hal-hal lain tak terjelaskan di mana membuat penontonnya menjadi diam dan berkata brengsek.

Tapi belakangan anggapan itu mulai bergeser. Makoto Shinkai dan Hayao Miyazaki adalah dua individu yang berbeda. Makoto Shinkai memulai karirnya dari produksi film pendek Other Worlds yang dibuat pada 1997. Tapi baru dalam She and Her Cat yang dibuat pada 1999 Shinkai mulai dikenal. Film tentang seekor kucing jantan dan pemilik perempuannya ini menghadirkan perspektif berbeda tentang relasi manusia dan sekitarnya.

Shinkai menggali emosi manusia dari sudut yang lebih muram dan mengeksploitasi kegetiran sebagai elemen utama yang kontradiktif dengan warna-warna filmnya yang demikian kaya. Ia mampu menghadirkan lanskap yang detil, warna yang indah, dan menghasilkan decak kagum.

Berbeda dengan karya Miyazaki yang membuat lanksap anime sebagai panggung indah yang diam, Makoto Shinkai menjadikan lanskap dalam latar animenya sebagai landmark dan paku agar penonton mudah melakukan asosiasi. Kimi no Na Wa, misalnya, memasukkan gambar yang ditiru dari lokasi sungguhan.

BBC menulis ada beberapa pengguna Twitter yang memposting foto-foto di beberapa lokasi yang menjadi model lokasi-lokasi dalam film itu, seperti landmark-landmark kampung halaman Shinkai di Prefektur Nagano, juga Prefektur Gifu, dan Tokyo.

Ada juga kekhasan ilustrasi langit pada film Shinkai, seperti aurora dalam Hoshi wo Ou Kodomo (Children Who Chase Lost Voices) produksi 2011 atau menara menjulang dalam Kumo no Mukō, Yakusoku no Basho (The Place Promised In Our Early Days) pada 2004. Secara umum, lanskap langit yang dibuat dalam film-film Makoto Shinkai selalu ikonik dan partikuler. Setiap penonton yang selesai melihat filmnya akan segera mengenali produksi filmnya hanya berdasar ilustrasi langit yang dibuat.

Meski demikian, tidak membuat seluruh karya Shinkai menjadi tanpa kritik. Banyak lanskap indah filmnya dibuat berdasarkan foto. Maksudnya gambar lanskap indah itu tidak dibuat berdasarkan karya gambar tangan dan imajinasi murni, namun dibuat berdasarkan foto dan sadur ulang. Bagi para penggemar anime yang puritan, teknik ini dianggap menciderai imajinasi yang menjadi inspirasi animasi dan bentuk kemalasan berkarya.

Mark Schilling pada Februari lalu menulis artikel menarik tentang upaya mencari Hayao Miyazaki berikutnya. Ada tiga nama yang digadang-gadang menjadi pewaris Miyazaki. Pertama tentu saja Makoto Shinkai yang dianggap menghadirkan detil indah dan cinta pertama yang tak membosankan sebagai tema utama.

Pewaris berikutnya adalah Mamoru Hosoda yang memproduksi anime The Boy & the Beast, film indah yang menghasilkan $49 juta pada Juli 2015. Nama terakhir adalah Michael Dudok de Wit, animator belanda yang saat ini sedang bekerja sama dengan Studio Ghibli dan memproduksi film .

Daniel Imperiale dalam situs Unwinnable menyebut karya-karya Makoto Shinkai sebagai kesedihan yang indah. Makoto Shinkai dianggap terobsesi dengan kehilangan, cinta yang gagal, dan ketercerabutan manusia dari waktu/ruang. Film-filmnya seperti Voices of a Distant Star (2003), The Place Promised In Our Early Days (2004), The Garden of Words (2013), dan tentu saja 5 Centimeters Per Second (2007) memberi bukti akan itu.

Benarkah Shinkai semurung itu? Pada helatan New York Comic Con 2011, Makoto Shinkai pernah ditanya: Apakah cinta tak lagi ada?

“Aku tidak berpikir cinta telah berakhir,” jawabnya. “Tapi aku percaya cinta tak selalu bisa sukses, apalagi cinta pertama.”

Baca juga artikel terkait ANIME atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Film
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani