Menuju konten utama

Tanda Tangan: Awalnya Manual, Sekarang Digital

Indonesia sudah mengakui penggunaan tanda tangan digital melalui UU Nomor 11 Tahun 2008.

Tanda Tangan: Awalnya Manual, Sekarang Digital
Ilustrasi aplikasi PrivyID di smartphone. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Perusahaan konsultan bisnis dan teknologi West Monroe melakukan riset terhadap 500 manajer di Amerika Serikat terkait urusan administrasi perusahaan, dan mereka mengaku kewalahan. Sebanyak 70 persen manajer menghabiskan 1–4 jam dan 23 persen membutuhkan waktu lebih dari 5 jam untuk mengurusi hal-hal terkait administrasi. Sementara hanya 7 persen yang menggunakan sebagian kecil jam kerjanya (0–1 jam) untuk urusan formalitas semacam itu.

Bayangkan, berapa banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan hal lain karena tak lagi harus mengerjakan hal-hal administratif secara manual—dari mencari dokumen, mencetak, hingga meminta tanda tangan manual dari banyak pihak? Belum lagi, perusahaan mesti mengalokasikan biaya operasional yang tak sedikit untuk kertas dan amplop serta pemeliharaan mesin pemindai dan mesin cetak, belum termasuk ongkos kurir.

Inilah pentingnya transformasi digital. Perusahaan harus pintar-pintar memanfaatkan teknologi untuk kemajuan bisnis.

Pernah mendengar atau malah sudah memanfaatkan Document Management System (DMS)? Bagi yang baru mendengarnya, sistem manajemen ini dibuat untuk membantu perusahaan meningkatkan produktivitas bisnis. Dengan bantuan DMS, karyawan bisa mengakses informasi lebih cepat dan akurat karena penyimpanan dokumen dilakukan secara digital.

Selain efisien, digitalisasi dokumen aman dari risiko kehilangan. Pencarian dokumen, pengkinian data, hingga pendistribusiannya bisa dilakukan secara instan sehingga kinerja karyawan lebih efektif dan efisien, biaya operasional juga bisa ditekan.

Mengenal Tanda Tangan Digital

Pada era mobile first ini, tanda tangan basah pun sudah bisa digantikan dengan tanda tangan digital. Selain legalitasnya terjamin, tanda tangan digital otomatis membantu memangkas waktu dan biaya pencetakan, pemindaian, penyimpanan, hingga pengiriman dokumen oleh pihak ketiga. Risiko pemalsuan dokumen maupun tanda tangan bahkan bisa diminimalkan.

Namun jangan keliru, tanda tangan digital bukan sekadar tanda tangan yang dipindai atau difoto kemudian diunggah ke perangkat elektronik. Tanda tangan digital sepenuhnya dilakukan di dalam perangkat elektronik.

Ide tanda tangan digital asalnya dari pakar kriptografi Amerika Serikat, Whitfield Diffie dan Martin Hellman, sekitar 45 tahun lalu. Setahun setelahnya, pada 1977, Ronald Rivest, Adi Shamir, dan Len Adleman—pakar matematika dan kriptologi Massachusetts Institute of Technology—menciptakan algoritma RSA (Rivest-Shamir-Adleman) untuk mewujudkan ide itu.

Infografik Advertorial PrivyID

Infografik Advertorial Tanda Tangan Awalnya Manual Sekarang Digital. tirto.id/Mojo

Barulah, pada 1988, pengguna Lotus Notes 1.0—perangkat lunak yang menggunakan algoritme RSA—bisa mencoba fitur tanda tangan digital walau keamanan data belum terjamin. Perlu waktu 11 tahun hingga tanda tangan digital bisa disematkan pada dokumen PDF.

Indonesia sendiri sudah mengakui penggunaan tanda tangan digital melalui UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian status hukumnya diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.

Lebih lanjut, tanda tangan digital idealnya menggunakan sistem kriptografi asimetris dan infrastruktur kunci publik (IKP), yaitu cara untuk otentikasi, pengaman data, dan perangkat antisangkal. Tujuannya untuk mengamankan data, memastikan keaslian data maupun pengirimnya, dan mencegah penyangkalan. Perubahan sekecil apa pun yang terjadi setelah dokumen ditandatangani akan terdeteksi. Sistem ini menjadikan dokumen memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah.

Walau terlihat sederhana, nyatanya tak semua penyedia layanan tanda tangan digital mampu memenuhi standar keamanan. Untuk itu pengguna perlu memilih penyedia layanan yang sudah memiliki kredibilitas, misalnya PrivyID.

“[…] Aplikasi ponsel PrivyID memiliki fitur yang sangat lengkap dan user friendly, bahkan fitur aplikasi mobile kami lebih baik daripada penyelenggara tanda tangan digital asing sekalipun,” ungkap CEO PrivyID, Marshall Pribadi.

Untuk membantu memudahkan pekerjaan atau bisnis, PrivyID terintegrasi dengan berbagai platform global, seperti SAP, Salesforce, dan Microsoft sehingga bisa dipakai untuk keperluan procurement, kontrak penjualan, kontrak agen, hingga penagihan yang terkait dengan perusahaan multinasional.

PrivyID juga memiliki layanan end-to-end dengan berbagai keuntungan, di antaranya bisa mengarahkan pelanggan baru secara online dan menghemat hingga 90 persen dari biaya akuisisi pelanggan, proses pendaftaran yang 28 kali lebih cepat, serta 100 persen mengurangi limbah kertas dengan menerapkan manajemen solusi digital untuk proses administrasi kantor.

Berdiri sejak 2016, startup penyedia layanan tanda tangan digital pertama di Indonesia ini sudah memiliki sertifikasi ISO 27001 dan menjadi satu-satunya yang lolos Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) dari Bank Indonesia. Kini, PrivyID pun berstatus Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) Berinduk di bawah pengawasan Kemenkominfo.

PSrE berinduk adalah penyelenggara sertifikat elektronik atau Certification Authority (CA) yang telah diakui untuk menjalankan jasa sertifikat digital. Artinya, tanda tangan digital yang dibuat dengan aplikasi PrivyID memiliki kekuatan pembuktian tertinggi dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan basah.

“Sertifikat Elektronik berinduk dengan verifikasi Level 4 (tertinggi) yang mengharuskan verifikasi identitas dan biometrik pemegang sertifikat ke basis data kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri memastikan tanda tangan elektronik dapat digunakan untuk segala jenis dokumen, termasuk pembukaan rekening bank, aplikasi kartu kredit, penandatanganan surat kuasa, dan kontrak pembiayaan,” tambah Marshall.

Dilansir dari Kompas.com, Sekretaris Jenderal Kemenkominfo Mira Tayyiba mengungkap PSrE yang sudah diakui Kemenkominfo mampu menjamin validitas. Karena itu, ia berpesan agar pengguna layanan sertifikat elektronik dan tanda tangan digital menggunakan PSrE yang diakui Kemenkominfo.

“Ke depan, pemanfaatan tanda tangan digital secara luas penting untuk akselerasi ekonomi digital di Indonesia. Melalui tanda tangan digital yang terverifikasi, pemalsuan dan manipulasi dokumen di ranah digital dapat diminimalisasi,” kata Mira.

Tanda tangan digital bisa dimiliki oleh siapa saja. Beberapa lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, pelaku bisnis, maupun notaris telah memanfaatkannya untuk mempercepat proses kerja. Kemenkominfo mencatat permintaan tanda tangan digital oleh perusahaan meningkat 350 persen pada awal masa pandemi Covid-19 dan diprediksi akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan.

Atas performanya yang unggul, aplikasi PrivyID sendiri sudah diunduh lebih dari 500 ribu kali dengan rating sangat baik, juga dipakai lebih dari 15 juta orang dan 1000 perusahaan di Indonesia. Sebagai pengakuan dari level internasional, PrivyID juga masuk ke dalam daftar Forbes Asia 100 to Watch tahun ini.

Di bulan Agustus, dalam rangka membantu para pelaku bisnis dan individu dalam beraktivitas maupun bertransaksi secara mobile—khususnya yang memerlukan penandatanganan dokumen—PrivyID memberikan gratis 50% ekstra PrivyBalance setiap top up untuk pengguna individu dan tambahan Employee Account setiap pembelian untuk pengguna EnterpriseID melalui kampanye #MemilihUntukMerdeka. Selain itu, 10% dari transaksi pengguna akan didonasikan melalui program #OxygenForIndonesia yang bekerja sama dengan Kitabisa.com untuk membantu penanganan COVID-19 di Indonesia. Untuk mendaftar ke PrivyID, bisa klik tautan ini. []

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis