Menuju konten utama

Tambah Pembangkit 41 Ribu MW, ESDM: Fokus Masih Bahan Bakar Fosil

Pemerintah melalui Kementerian ESDM akan menambah pembangkit listrik hingga 41 ribu megawatt dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.

Tambah Pembangkit 41 Ribu MW, ESDM: Fokus Masih Bahan Bakar Fosil
Pekerja melakukan perawatan dan perbaikan kabel Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) di kawasan Penjaringan, Jakarta, Rabu (3/7/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Pemerintah berencana menambah pembangkit listrik hingga 41 ribu megawatt dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Namun, masih mengedepankan pembangkit berbahan bakar fosil daripada energi baru terbarukan (EBT).

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, seperti yang tertuang dalam rancangan penyusunan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) periode 2021-2030.

"Kami menargetkan dalam 10 tahun ini termasuk 2021, kurang lebih ada 41 ribu megawatt tambahan pembangkit," kata Rida, dalam keterangan pers, Sabtu (29/5/2021).

Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas energi sebesar 8.915 megawatt yang berasal dari pembakaran batu bara di PLTU mulut tambang sebesar 4.688 megawatt dan pembakaran gas sebesar 3.467 megawatt.

Sedangkan sisanya sebesar 22 megawatt bersumber dari pembangkit tenaga diesel dan sebanyak 737 megawatt bersumber dari pembangkit energi baru terbarukan berupa air, panas bumi, bio hibrid, serta matahari.

Rida merinci sekitar 34.528 megawatt telah selesai didiskusikan dengan PLN, sementara 6.439 megawatt masih dalam tahap diskusi lanjutan.

Menurut Rida, pemerintah menjamin perencanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan mengedepankan pembangkit energi baru terbarukan (EBT).

Namun, dalam penyusunan RUPTL untuk satu dekade ke depan, pemerintah masih mengedepankan pembangunan pembangkit berbahan bakar fosil ketimbang energi baru terbarukan dengan komposisi 52 persen berbanding 48 persen.

Berdasarkan aturan yang ada, RUPTL disusun setiap 10 tahun dan bisa dilakukan perubahan apabila dari hasil evaluasi memerlukan perbaikan. Perubahan juga bisa terjadi karena ada diskresi menteri ESDM atau gubenur sesuai dengan kewenangan mereka.

"Intinya draf RUPTL masih berproses, masih diskusi, masih mengidentifikasi beberapa. Banyak yang sudah kami sepakati, tapi ada juga yang memerlukan arahan dari pimpinan," jelas Rida.

Ada sejumlah pokok permasalahan yang harus disesuaikan dalam RUPTL tersebut, yaitu target rasio elektrifikasi 100 persen pada 2022.

Selanjutnya pemerintah akan menjaga keseimbangan neraca daya setiap sistem tenaga listrik untuk kecukupan pasokan tenaga listrik.

Selain itu, ada pula pencapaian target bauran energi baru terbarukan 23 persen mulai tahun 2025 dan menjaga agar biaya pokok penyediaan tidak naik, tidak lagi menambah PLTU batu bara kecuali yang sudah financial closing atau konstruksi.

Pemerintah juga akan merelokasi pembangkit untuk mengurangi over supply di Jawa, melakukan percepatan interkoneksi dalam pulau dan antar pulau dalam rangka peningkatan keadalan, penurunan biaya pokok penyediaan dan sharing resource energi terbarukan, serta meningkatkan porsi pembangkit energi baru terbarukan menjadi 48 persen.

Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan dengan besaran kapasitas terpasang saat ini mencapai 63 ribu megawatt, maka penambahan 41 ribu megawatt dalam 10 tahun ke depan akan membuat total kapasitas terpasang mencapai 100 ribu megawatt.

"Penambahan energi baru terbarukan sekitar 16,1 gigawatt atau mendekati 40 persen terdiri dari PLTA, PLTP dan EBT lainnya," kata Darmawan.

Baca juga artikel terkait PEMBANGKIT LISTRIK

tirto.id - Bisnis
Sumber: Antara
Editor: Maya Saputri