Menuju konten utama
Album Klasik Indonesia

Taman Bermain Margie Segers Itu Bernama Jazz

Margie menunjukkan bahwa jazz pernah mengalami masa kejayaan di Indonesia.

Taman Bermain Margie Segers Itu Bernama Jazz
Margie Segers. tirto.id/Sabit

tirto.id - Di usianya yang hampir menginjak kepala tujuh, Margie Segers sebetulnya bisa saja mengisi waktu dengan bersantai: entah berkebun, mendengarkan koleksi piringan hitamnya, atau berkeliling menikmati tiap sudut Jakarta.

Namun realitanya, bukan itu yang dipilih Margie. Umur boleh saja tua, tapi tidak dengan gelora berkarya yang masih membuncah seperti beberapa dekade silam. Pemandangan ini terlihat jelas akhir Februari lalu. Margie menghentak panggung kecil Jaya Pub, klub malam legendaris yang terletak di bilangan Sarinah, Jakarta Pusat.

Dalam acara bertajuk Superbad itu, Margie tampil dengan rambut yang dicat oranye. Ditemani Tjuk Nyak Deviana, pianis kelahiran Aceh, Margie membawakan nomor-nomor andalannya seperti “Semua Bisa Bilang” hingga “Ain’t No Sunshine”. Kendati ada beberapa bagian yang membuat Margie terlihat kesulitan mengambil nada, secara keseluruhan penampilannya tetaplah mempesona.

Si Eksentrik yang Menawan

Ketika Margie memutuskan untuk terjun ke dalam dunia tarik suara pada dekade 1970-an, kancah jazz di Indonesia sedang menggeliat. Deretan musisi dan album jazz banyak bermunculan, dari Jack Lesmana, Rien Djamain, Bubi Chen, Ireng Maulana, Utha Likumahuwa, Benny Likumahuwa, hingga Chaseiro.

Warna musik mereka banyak terpengaruh perkembangan jazz global saat itu. Beberapa mengambil inspirasi dari Motown, yang lain terpengaruh album-album keluaran Blue Note, dan beberapa lagi berupaya keras menyelipkan napas bossa nova yang lahir dari tangan Jobim atau Joao Gilberto.

Langkah ini pula yang turut diambil Margie untuk musik-musiknya. Bedanya, visi bermusik Margie tidak terpaku pada satu pakem saja. Tak seperti, katakanlah, Rien Djamain yang teguh memegang warna bossa sebagai landasan bermusiknya, Magie cenderung luwes mengotak-atik karyanya.

Gambaran sempurna akan hal tersebut dapat disimak dalam album Jazz yang dilepas ke publik pada 1981 oleh label Granada Records. Album ini adalah taman bermain Margie. Bila di album Rindu Asmara (1978) dan Dialog Dalam Nada (1980) kemampuan Margie belum terekspos maksimal, maka di Jazz justru sebaliknya.

Album Jazz dikerjakan Margie bersama Ireng Maulana yang duduk di kursi komposer. Ireng berandil signifikan mendorong Margie untuk mengeluarkan potensi terbaiknya lewat serangkaian komposisi. Sentuhan magis Ireng terasa pas dengan karakter vokal Margie yang mampu menjangkau nada-nada tinggi dengan sempurna.

Vokal Margie langsung membius sejak nomor pembuka yang diberi judul “Kerinduan”. Suaranya tak ubahnya seperti Stevie Nicks versi menyanyikan balada-balada jazz standar 1950-an. Yang menarik—dan terus terekam—dari lagu ini yaitu bagaimana Ireng menyelipkan ketukan samba untuk menandai transisi menuju bagian refrain.

Infografik Margie Segers

Infografik Margie Segers. tirto.id/Nadya

Setelahnya, terdapat “Citra” yang kental dengan nuansa melankolis. Alunan vokal Margie kali ini terdengar menyatu sebelum akhirnya meluruh di bawah kepingan romansa yang remuk tanpa sisa. Nomor yang punya warna serupa dengan “Citra” yakni “Tabah Selalu” serta “Layu Sebelum Berkembang.”

Di nomor yang disebut kedua Margie bahkan hendak menegaskan bahwa tak perlu memasang ekspektasi apa pun untuk perkara cinta—sebab cuma mendatangkan duka. Namun demikian, Margie tetap merapal asa sembari berkata, “Kuingin rasakan lebih lama lagi hidup bersama denganmu.”

Lirik-lirik sendu kian terdengar getir berkat musik yang mengiringinya. Di “Layu Sebelum Berkembang,” misalnya, Ireng berhasil memberikan sedikit atmosfer keputusasaan melalui bunyi piano, petikan gitar, dan cabikan bass. Demikian juga di “Kesepian”: melodi ciptaan Ireng memperjelas kesan sedih.

Tak ada nomor favorit—sekaligus yang populer—selain “Semua Bisa Bilang.” Margie bernyanyi penuh percaya diri, menggabungkan pengaruh Ella Fitzgerald dan Sarah Vaughan dalam tiap nada yang diambil. “Semua Bisa Bilang” tak hanya ikonik, tapi juga abadi. Terlebih kala Margie mengutarakan, “Kalau kau benar-benar sayang padaku. Kalau kau benar-benar cinta. Tak perlu kau katakan semua itu. Cukup cinta daku.

Jazz memang mustahil dilepaskan dari sosok Margie Sagers. Ia adalah bukti bahwa jazz pernah mengalami masa keemasan. Kehadiran Margie juga memperlihatkan bahwa industri musik dalam negeri tak pernah kehilangan bakat terbaiknya. Dan dari sinilah kita bisa berkata: “Panjang umur, Margie!”

Baca juga artikel terkait PENYANYI atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Musik
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf