Menuju konten utama

Taktik Xiaomi Membelah Diri Jadi Ponsel Redmi

Xiaomi mendapuk Redmi sebagai varian produk yang dikembangkan sebagai sub-merek.

Taktik Xiaomi Membelah Diri Jadi Ponsel Redmi
Redmi Note 6 Pro. FOTO/mi.com

tirto.id - Pada Juli 2018, komunitas pengembang aplikasi perangkat lunak XDA Developers mengungkap informasi ihwal rencana Xiaomi, produsen ponsel asal Cina yang akan mengeluarkan ponsel baru di luar merek-merek yang telah mereka gunakan selama ini.

Temuan ini bermula dari ketiadaan ponsel keempat dari empat ponsel dengan system-on-chip Snapdragon 845 yang hendak dirilis Xiaomi pada 2018. Tiga ponsel itu ialah Xiaomi Mi Mix 2S (bersandi “Polaris”), Xiaomi Mi 8 (Dipper), dan Mi 8 Explorer Edition (Ursa).

Selepas memeriksa firmware atau perangkat lunak permanen yang terpasang pada memori, yang diperoleh empat bulan sebelumnya, XDA menyebut bahwa ponsel baru Xiaomi itu bersandi “Berryllium.”

Yang unik, dari bocoran firmware yang mereka miliki, XDA menemukan fakta lain bahwa “Berryllium” sangat terikat dengan India. Dalam MIUI (sistem tampilan ala Xiaomi) untuk ponsel itu, ada filter kamera bernama “isIndiaBeautyFilter.”

XDA menduga, ponsel baru Xiaomi temuan mereka itu akan bernama “POCO,” suatu mereka yang menurut mereka “didaftarkan secara misterius oleh Xiaomi.” Di India, negara dengan 340 juta pengguna smartphone, akan menjadi tempat persinggahan pertama produk anyar ini.

Sebulan berselang, dugaan XDA ternyata benar. Xiaomi yang didirikan Lei Jun itu merilis Pocophone F1, ponsel “flagship” berdaya Snapdragon 845, RAM sebesar 6GB, dan pilihan kapasitas antara 64/128GB di India. Menariknya, Pocophone F1 tidak mengusung merek Xiaomi, ponsel itu merupakan yang pertama dari merek ponsel bernama “POCO.”

POCO, dalam “Xiaomi Corporation: Q3 2018 Results Announcement,” ialah sub-merek atau merek independen dari Xiaomi yang dibuat khusus sebagai merek yang fokus pada kinerja. Secara sederhana, ini merupakan ponsel Xiaomi di luar “Xiaomi” yang akan digunakan pada ponsel-ponsel mereka yang mementingkan spesifikasi.

Sub-merek Xiaomi ini terbilang sukses. Pocophone F1, sebagaimana dilaporkan Android Police, telah terjual 700 ribu unit hanya dalam tempo tiga bulan sejak diluncurkan.

Kesuksesan strategi Xiaomi merilis sub-merek itu jadi pelecut untuk Xiaomi melakukan langkah lanjutan. Pada awal 2019, “Redmi” keluar dari Xiaomi sebagai merek independen. Dilansir Tech Radar, peresmian Redmi sebagai merek sendiri akan dilakukan pada 10 Januari 2019. Langkah ini, sebut laporan itu, “dimaksudkan untuk memungkinkan perusahaan untuk fokus pada pasar tertentu.

Sebelum terpisah, Redmi merupakan varian ponsel yang dirilis Xiaomi. Redmi edisi pertama dirilis pada Agustus 2013. Hingga 2018, Xiaomi telah merilis 34 tipe varian Redmi dan satu tipe Redmi yang tak jadi dirilis yaitu Redmi Pro 2. Redmi merupakan varian ponsel Xiaomi yang menyasar kalangan menengah bawah atau yang sensitif terhadap harga.

Konsekuensi dari harga yang murah, Redmi digemari konsumen. Dalam laporan Hardware Zone pada 2014, ketika pertama meluncur di Singapura, sebanyak 5 ribu unit Redmi habis terjual hanya dalam waktu delapan menit. The Wall Street Journal, melaporkan bahwa Xiaomi memperoleh 14 persen pangsa pasar di Cina pada kuartal 2-2014. Capaian itu disebutkan merupakan andil dari penjualan Redmi.

Untuk urusan strategi "membelah" merek, Xiaomi tak sendirian. Sebelumnya ada BBK Electronics, perusahaan yang didirikan Duan Yongping pada 1995 itu cukup banyak merilis merek, beberapa yang terkenal ialah OPPO, Vivo, hingga OnePlus.

Infografik Sub Merek Smartphone

Infografik Sub Merek Smartphone

Ketiga merek BBK itu punya segmentasi berbeda. OPPO misalnya, merek yang diluncurkan pada 2004 itu lebih menyasar anak muda, khususnya penikmat budaya pop. Salah satu langkahnya, ketika diluncurkan, OPPO menggandeng bintang-bintang KPOP dari Korea Selatan. Sementara Vivo didaulat sebagai merek bagi kalangan muda yang sporty. Ini dibuktikan misalnya dengan kerja sama yang dilakukan Vivo dengan FIFA, menjadi sponsor Piala Dunia.

Selain BBK, ada pula Huawei. Salah satu raksasa asal Cina itu mengeluarkan Honor pada 2013. Dalam advertorial yang dimuat The Verge, merek ini “fokus pada kalangan muda”. Salah satu langkahnya ialah bekerjasama dengan Gameloft, pengembang game, untuk mengoptimalkan ponsel Honor berjalan baik tatkala memainkan game.

Kelahiran Honor terbilang jitu bagi Huawei. Sebagaimana dilansir The Verge, pangsa pasar sebesar 40,9 persen yang diperoleh Huawei di kuartal II-2018, dua per tiga bagian merupakan sumbangsih dari Honor.

Sub-merek merupakan strategi bisnis yang cukup penting dilakukan. Khususnya bila suatu perusahaan ingin menyasar segmen yang spesifik. Huawei, dalam penciptaan Honor, nampaknya ingin menjadikan sub-merek itu jalan mereka masuk ke pasar-pasar Eropa dan Amerika. Alasannya? Merek “Huawei” sendiri tak bersahabat dengan lidah dan telinga orang-orang Eropa dan Amerika.

Jim McGregor, Principal Analyst Tirias Research, firma riset pasar, menyebut bahwa masyarakat barat kesulitan mengucap kata “Huawei” sebagai “wah-way.” Honor adalah merek yang “mudah dicerna.”

Kendala yang dihadapi Huawei juga terjadi pada Xiaomi. Dalam salah satu artikel yang terbit di Wired, media itu bahkan menuliskan bagaimana cara melafalkan Xiaomi sebagai “sha-oh-me” bagi pembacanya. POCO, untuk pasar Eropa dan Amerika, mudah dicerna.

Bila Xiaomi sukses melalui sub-merek, tak sulit bagi mereka untuk menggeser Huawei. Dalam catatan IDC, pada kuartal III-2018 Xiaomi didaulat sebagai produsen nomor ke-4 di dunia, memperoleh 9,4 persen pangsa pasar. Ia kalah dibandingkan Huawei yang duduk di posisi runner-up di bawah Samsung, dengan 14,6 persen pangsa pasar.

Sebagai perusahaan yang dicitrakan “Apple dari Cina,” dan pemimpinnya sebagai “Steve Jobs asal Cina,” Xiaomi, dengan sub-merek yang telah diluncurkan, akan jadi lawan tangguh di dunia smartphone, dan siap menyalip siapa saja.

Baca juga artikel terkait XIAOMI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra