Menuju konten utama

Takjil Relatif Bebas Zat Berbahaya, tapi Pengawasan Tetap Berjalan

Giat pengawasan BPOM merambah ke makanan non-kemasan seperti takjil yang banyak diproduksi secara rumahan.

Takjil Relatif Bebas Zat Berbahaya, tapi Pengawasan Tetap Berjalan
Warga membeli makanan untuk berbuka puasa di Pasar Takjil Benhil, Jakarta, Senin (6/5/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama.

tirto.id - Takjil yang dijual di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, ternyata tidak sepenuhnya sehat. Setidaknya ditemukan zat berbahaya pada kerupuk merah dalam asinan. Zat berbahaya itu adalah rhodamin B, pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas.

Dua dari 52 sampel yang diperiksa positif mengandung zat tersebut.

Ini adalah temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DKI Jakarta saat melakukan inspeksi mendadak, Rabu (8/5/2019) lalu.

Tahun lalu hal serupa juga ditemukan BPOM DKI Jakarta. Di Kelapa Gading, Jakarta Utara, mereka menemukan satu takjil yang positif mengandung formalin, bahan yang biasanya dipakai untuk membunuh hama.

Peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Eva Rosita, mengatakan yang mendesak saat ini adalah mengedukasi konsumen dan pelaku usaha itu sendiri. Konsumen kerap tak paham apa itu zat berbahaya serta ciri-cirinya pada makanan. Pelaku usaha juga begitu, mereka tak paham kalau itu bahaya.

Sementara pemerintah, kata Eva, perlu lebih giat melakukan pengawasan. Dia juga mengusulkan agar para pelaku usaha makanan diregistrasi.

"Perlu juga management complaint handling yang memadai dan sanksi yang tegas agar konsumen terlindungi," kata Eva kepada reporter Tirto, Kamis (9/5/2019) kemarin.

Upaya BPOM

Plt Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Tetty H. Sihombing, mengatakan hal serupa dengan Eva. Dia bilang pengetahuan pedagang takjil kurang soal zat-zat berbahaya itu. Karena itu dia bilang instansinya tak bisa serta-merta memberi sanksi.

"Kalau di lapangan menemukan hal yang tidak tepat, akan kami berikan pembinaan yang benar itu bagaimana," ujar Tetty kepada reporter Tirto.

Khusus bulan Ramadan ini, Tetty bilang BPOM sudah menginstruksikan semua BBPOM di 33 provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat.

"Yang kami awasi pertama itu sarana pendistribusian produk. Kalau itu misalnya makanan yang diolah dan dikemas, tim kami ke toko-toko dan warung-warung. Mereka periksa, apakah sesuai ketentuan BPOM atau tidak," ujarnya.

Pengawasan juga ditujukan ke makanan non-kemasan seperti takjil yang banyak diproduksi secara rumahan. Tim akan menyasar pasar-pasar, sekitar perumahan, dan sekitar masjid untuk diambil sampel makanannya dan diuji, kata Tetty.

Sejauh ini apa yang ditemukan di Bendungan Hilir juga ditemukan di tempat lain. Misalnya di Tangerang Selatan. Di sana ditemukan pacar cina yang mengandung pewarna buatan. Di Padang, ditemukan kerupuk nasi yang mengandung boraks.

Namun temuan-temuan tersebut, kata Tetty, tak bisa disebut masif. Takjil atau makanan khas Ramadan lain masih relatif aman dikonsumsi.

"Data yang masuk ke kami saat ini umumnya negatif, artinya aman dari bahan berbahaya. Misalnya di Aceh Timur, Bengkulu, Ende, Pekanbaru, Tanjung Pinang. Relatif aman," ujarnya.

Pengawasan akan terus dilakukan selama satu bulan penuh. BPOM bekerja sama dengan dinas-dinas pemerintahan setempat.

"Karena makanan-makanan atau takjil itu, yang home industri itu, pembinaannya melalui pemda, melalui dinas-dinas. Mereka lebih intensif melakukan pengawasan. Kami lebih ke mendampingi," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan