Menuju konten utama

Tak Cukup Sekadar Operasi Plastik untuk Jadi Bintang Korea

Industri film Korea makin mencengkeram dunia. Bintang-bintangnya menjadi pujaan banyak penggemarnya di berbagai belahan dunia. Untuk mencapainya, jalan yang dilalui para artis Korea tidak mudah. Tak cukup hanya sekadar cantik dan rupawan, tetapi juga harus mengikuti pelatihan yang tidak ringan.

Tak Cukup Sekadar Operasi Plastik untuk Jadi Bintang Korea
Cuplikan adegan film drama Korea 'Descendants Of The Sun. FOTO/KBS

tirto.id - Industri entertainment Korea Selatan memiliki fans yang sangat setia. Para fans garis kerasnya bahkan rela begadang dua hari berturut-turut untuk menamatkan episodenya drama Korea. Tak hanya film, tapi talkshow, konser, dan fanmeeting dengan bintang K-Pop pujaan akan selalu ditonton, walau hanya sebatas di layar kaca.

Di Indonesia, setiap konser ataupun jumpa fans para artis Korea di Indonesia, tiket yang dijual selalu habis diserbu para penggemar. Contohnya saja aktor Park Bo Gum, yang terkenal lewat drama Love In The Moonlight. Oppa satu ini sedang mengadakan fanmeeting di berbagai negara, salah satunya Jakarta, Indonesia pada pekan lalu.

Tiket yang dijual cukup mahal antara Rp720 ribu hingga Rp 2,5 juta, tetapi tetap laris manis diserbu penggemar. Drama Love In The Moonlight sendiri menjadi serial drama terlaris peringkat ketiga di Korea di tahun 2016.

Data tersebut diperoleh berdasar tingkat keterlibatan penonton pada serial televisi yang dihimpun oleh Korea Broadcasting Advertising Corporation (Kobaco). Survei didasarkan pada Program Engagement Index (PEI), yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut. Love In The Moonlight yang dibintangi Bo Gum dan Kim Yoo Jung dan tampil di stasiun KBS 2TV ini memperoleh 143 poin keterlibatan penonton.

Posisi pertama serial drama terlaris diduduki oleh Descendents of the Sun yang diperankan oleh Song Joong-ki dan Song Hye-kyo. KBS 2TV boleh berbangga, karena dramanya yang ini mampu mencetak poin hingga 150,9 poin.

Kepopuleran Descendents of the Sun saja sudah membuat drama ini terjual hak siarnya hingga lebih ke 27 negara. Harga yang ditawarkan per episodenya juga terbilang fantastis, yakni mencapai $100.000 hingga $250.000.

Selanjutnya di posisi kedua ada drama 'W' yang dibintangi Lee Jong Suk dan Han Hyo Joo. Drama yang tayang di MBC mendapat jumlah poin 146,2.

Selain drama, film korea juga tak kalah seru serta mengundang rasa penasaran. Pada 2016, berdasar berdasar data Korean Film Council (KOFIC) ada tiga judul film yang menarik jumlah penonton dan pendapatan tinggi.

Peringkat pertama ditempati oleh film berjudul Train to Busan yang rilis pada tanggal 20 Juli 2016. Film ini mampu menembus pendapatan hingga $78.791.039 dengan jumlah penonton lebih dari 11,5 juta. Di posisi kedua, ada A Violent Presecutor dengan pendapatan mencapai $65.381.704. Jumlah penontonnya mencapai lebih dari 19,7 juta dari hari pertama rilis di 3 Februari 2016. Di posisi terakhir, ada The Age of Shadows, hadir di bioskop mulai 7 Sept 2016, film ini menarik jumlah penonton lebih dari 7,5 juta dengan pendapatan $51.809.389.

Infografik Industri Film Drama

Didukung Pemerintah

Industri film dan drama Korea tak mendapatkan kepopuleran serta kesuksesannya dengan serta merta. Pasar persaingan film luar juga pernah merajai bioskop-bioskop Korea, sama halnya seperti di Indonesia. Keuntungan pemutaran film Korea karya sineas dalam negeri pernah hanya mencapai 20 persen, tersingkirkan oleh warganya sendiri.

Namun, industri film Korea kemudian berbenah. Direktur Penelitian Kebijakan Korean Film Council (Kofic), Hyoun-soo Kim, memaparkan, para sineas di negerinya kemudian berbenah sedikit demi sedikit. Dimulai dari memperbaiki kualitas teknis film, seperti suara, gambar dan penceritaan.

“Selain itu pemerintah juga ikut membantu dengan mengeluarkan kebijakan mengenai proteksi film lokal agar bisa bersaing dengan film asing,” katanya.

Selain perbaikan kualitas, para sineas ini juga rajin mengumpulkan dana yang disebut fund of funds, dari berbagai pihak swasta untuk sineas film lokal agar tetap bisa berproduksi. Sistemnya biasa bersifat investasi. Ketika film yang didanai mendapat untung, maka sebagian keuntungan akan dikembalikan ke investor. Investor akan kembali memutar untuk investasi di film lain.

Selain swasta, pemerintah Korsel juga proaktif mengembangkan modal serta penelitian bagi industri perfilman Korea. Anggaran perfilman Korsel per tahunnya saja mencapai Rp3,18 triliun. Korsel juga memiliki 300 sekolah film formal dan nonformal untuk mengasah bakat para calon sineas mereka.

Alhasil, di tahun 2010, industri perfilman Korea Selatan dapat menyumbang $6,6 miliar ke PDB karena didukung penuh oleh pemerintah yang proaktif mengembangkan berbagai kebijakan, seperti modal dan penelitian untuk industri film. Film-film yang dihasilkan juga terbukti menunjukkan budaya dan promosi Negeri Ginseng itu.

Sulitnya Menjadi Artis Korea

Industri entertainment Korea memang menjadi sebuah kekuatan ekonomi negara tersebut. Tak hanya pemerintah, artis-artisnya pun meraih popularitas dan tentu saja kekayaan. Namun, jalan untuk meraih popularitas dan kekayaan para artis Korea tidaklah mudah.

Di Korea, untuk menjadi populer, seseorang harus mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh agensi. Dan sebelum masuk ke agensi, seorang calon idol harus mengikuti audisi terlebih dahulu. Tak sedikit dari mereka yang rela merogoh kocek untuk mengikuti sekolah peran, menyanyi, dan menari. Semakin besar nama suatu agensi, maka semakin sulit juga untuk masuk ke dalamnya.

Setelah mengikuti audisi dan masuk menjadi trainee di suatu agensi, perjuangan yang dilalui akan lebih berat. Sebab, dalam masa pelatihan, seorang trainee harus membagi waktunya antara sekolah, dan mengikuti berbagai kelas peran, tari, menyanyi, bahkan kelas bahasa dan kepribadian.

Lamanya pelatihan bergantung dari kebijakan agensi. Salah satu agensi, JYP misalnya, menerapkan pelatihan lima kelas sehari dengan masing-masing kelas berdurasi tiga hingga lima jam. Selama menjadi trainee, para calon idol harus menunjukkan bakat maksimalnya karena akan dievaluasi oleh agensi untuk menentukan keberlanjutan pelatihan mereka.

Selain pelatihan kelas, para calon idol ini juga diharuskan untuk menjaga berat badan dan jenis makanan yang masuk ke dalam perut mereka. Waktu yang dihabiskan untuk menjalani pelatihan pun tak singkat, bisa mencapai belasan tahun.

Misalnya, G-Soul, solois dari JYP yang menghabiskan masa pelatihan hingga 15 tahun. Lalu ada G-Dragon, leader boyband BIGBANG ini menghabiskan waktu pelatihan di SM Entertainment selama 5 tahun dan di YG Entertainment selama 6 tahun. Beratnya masa pelatihan di agensi ini pernah dituturkan oleh seorang mantan trainee SM Entertainment di situs koreaboo.com.

“Jika kau datang terlambat, maka mereka akan menyuruhmu lari mengelilingi kamar hingga 10 kali sambil menyanyi. Untuk melatih vokal, seseorang akan memukul perutmu di saat kau melakukan sit-up sekaligus menyanyi.”

“Setiap bulan, mereka akan menimbang berat badanmu dan mengajari bagaimana caranya bersopan santun. Mereka juga akan memainkan nada acak dari piano dan memintamu menebak not apa yang sedang dimainkan.”

Wajar saja, jika para idol di Korea memiliki banyak skill dan mampu beragam macam bahasa. Seorang penyanyi, biasanya juga memiliki kemampuan untuk berakting di depan kamera, begitu juga sebaliknya. Banyak dari mereka juga memiliki keahlian bermain beberapa alat musik, menulis novel, bahkan melukis.

Sayangnya, setelah pelatihan berat dan memakan waktu panjang, tak semua trainee akan diorbitkan menjadi penyanyi, aktor, maupun aktris. Perbandingannya bisa mencapai 1:3. Itulah mengapa banyak calon artis maupun artis yang sedang menjajaki kariernya di Korea banyak yang mengalami stres bahkan hingga bunuh diri karena tekanan persaingan.

Sebut saja Jang Ja Yeon yang terkenal lewat perannya di Boys Before Flower. Ia bunuh diri karena tertekan persaingan di dunia hiburan Korea. Untuk memuluskan kariernya, ia harus melayani sekitar 30 orang yang dengan lebih 100 kali pemerkosaan.

Selain Ja Yeon, masih ada sederet nama lain seperti Jung Da Bin atau Heo Yoon, seorang model dan aktris yang memutuskan mengakhiri hidupnya karena depresi akan kariernya yang makin meredup. Beratnya menapaki dunia industri hiburan di Korea dan menjadi bintang di sana ternyata tak seindah yang dibayangkan para fans, bahwa mereka cukup berbekal wajah cantik atau tampan hasil operasi plastik.

Baca juga artikel terkait KOREA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Film
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti