Menuju konten utama

Tagih Dana Bagi Hasil, Anies Sudah Optimalkan Realokasi APBD DKI?

Anies Baswedan meminta pencairan dana bagi hasil dipercepat oleh Pemerintah Pusat demi penanggulangan COVID-19, tapi realokasi anggaran di DKI dinilai belum optimal.

Tagih Dana Bagi Hasil, Anies Sudah Optimalkan Realokasi APBD DKI?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) bersama Gubernur Banten Wahidin Halim (kiri) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan) mengikuti rapat pencegahan dan penanganan dampak banjir yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Permohonan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) dipercepat oleh Pemerintah Pusat berbalas sindiran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang disurati Anies terkait pencairan dana tersebut, justru mempertanyakan lambatnya realokasi anggaran untuk penanggulangan COVID-19 di Ibu Kota.

Ia menyitir alokasi anggaran belanja pegawai Pemprov DKI sebesar Rp25 triliun dan belanja barang sebesar Rp24 triliun yang seharusnya masih bisa dipangkas.

Memang benar, kata Sri Mulyani, Pemerintah Pusat memang masih memiliki sisa kurang bayar DBH tahun lalu kepada DKI yang nilainya mencapai Rp5,1 triliun. Namun keterlambatan pembayaran itu merupakan hal lumrah karena skema pencairannya yang cukup panjang.

Sisa pembayaran DBH biasanya baru terbayarkan pada Agustus-September setelah hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai dan Undang-Undang Pertanggungjawaban APBN disahkan.

Toh, pemerintah pusat tetap akan memenuhi permintaan Pemprov DKI dengan membayar 50 persen dari total perkiraan kurang bayar DBH tersebut. Sementara untuk DBH tahun 2020, lanjut Sri Mulyani, akan dipercepat sesuai estimasi penerimaan di tahun 2020.

“Saya tahu mereka bisa realokasi, refocusing sambil kami percepat pembayaran DBH-nya,” ucapnya dalam video conferece bersama wartawan, Jumat (17/4/2020) pekan lalu.

Merujuk data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, alokasi anggaran untuk pegawai dan barang baik dalam kategori belanja langsung maupun tak langsung memang cukup jumbo.

Gabungan keduanya setara 54,12 persen dari total APBD DKI Tahun 2020 yang mencapai Rp87,95 triliun. Sementara dalam laporan Kementerian Dalam Negeri per Jumat (17/4/2020), Pemprov DKI baru mengalihkan anggaran untuk penanggulangan COVID-19 sebesar Rp10,64 triliun atau hanya 12 persen dari total APBD DKI 2020.

Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati mengatakan, perubahan strukrur APBD telah dijalankan sesuai arahan Pemerintah Pusat baik itu Kementerian Keuangan maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, ia bilang, Pemprov DKI juga tengah berhadapan pada keterbatasan anggaran.

Dari hasil perhitungan ulang, kata dia, total anggaran belanja Pemprov sudah banyak dipangkas. Belanja pegawai dan barang masing-masing senilai Rp24 triliun yang disindir Sri Mulyani, misalnya, telah lama dikoreksi, menyesuaikan dengan turunnya penerimaan daerah.

Realokasi anggaran untuk penanggulangan COVID-19, lanjut Sri Haryati, terutama dilakukan pada perjalanan dinas dan transportasi pegawai karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar.

“PAD utamanya pajak dari aktivitas ekonomi. Kita bisa liat kondisi sekarang. Pajak hotel, restoran, dan hiburan drop,” ucap Sri saat dihubungi reporter Tirto, Senin (20/4/2020).

Realokasi Dinilai Masih Kurang

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyatakan, total APBD DKI Jakarta yang mencapai Rp80an triliun di tahun 2020 menunjukkan ruang fiskal yang sebenarnya cukup besar.

Di luar tingginya belanja pegawai, DKI Jakarta punya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun (SILPA) tahun 2019 yang menurutnya juga signifikan serta berbagai piutang di luar DBH yang bisa dimanfaatkan untuk penanggulangan COVID-19.

“Kalau masih dirasa kurang dananya. berarti proses untuk realokasinya belum berjalan optimal,” ucap Robert saat dihubungi reporter Tirto, Senin (20/4/2020).

Kendati demikian, Robert memaklumi permintaan Gubernur Anies agar pencairan kurang bayar DBH dipercepat. Pasalnya, 60 persen sumber APBD Jakarta diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, yakni pajak dan retribusi yang sedang seret-seretnya.

“Hari ini, kuartal pertama, APBD rencana anggarannya sekian triliun itu duit cash-nya belum ada dari PAD. Maka butuh transfer uang cash yang ada (dari pemerintah pusat),” ucapnya.

Meski demikian, Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP, Cinta Mega, yakin Anies masih dapat mengoptimalkan lagi penggunaan APBD untuk penanggulangan COVID-19. Sebab, mengandalkan Pemerintah Pusat akan sama menyulitkannya mengingat DBH tahun 2020 dipastikan berkurang karena perlambatan ekonomi.

Ia juga menyoroti belanja pegawai yang menurutnya masih bisa direalokasikan ulang mengingat tidak ada banyak kegiatan kantor dan pelayanan publik. “Coba gunakan APBD dulu. APBD Jakarta sekitar Rp80 triliun. Gede kok,” ucap Cinta saat dihubungi, Senin (20/4/2020).

Di luar itu, ia juga meminta Anies membenahi realisasi penyaluran bantuan langsung kepada warga terdampak COVID-19. Cinta mengaku banyak menemui masyarakat yang belum menerima bantuan seperti sembako.

Bila tidak dibenahi, ia menyatakan tambahan anggaran sebesar apa pun tak akan ada artinya karena manfaatnya meleset.

Baca juga artikel terkait DANA BAGI HASIL atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana