Menuju konten utama

Syarat Mandi Junub dan Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi Besar

Apa saja syarat mandi junub atau hal-hal yang mewajibkan kita mandi besar? Berikut penjelasannya.

Syarat Mandi Junub dan Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi Besar
Ilustrasi Mandi Junub. (iStockphoto)

tirto.id - Apa saja syarat mandi junub atau hal-hal yang mewajibkan kita mandi besar? Saat seorang muslim dalam kondisi wajib mandi junub namun tidak dilakukan, maka shalatnya tidak diterima.

Mandi janabah, dikenal pula dengan mandi junub atau mandi besar, adalah salah satu bagian dari bersuci (thaharah) dalam Islam. Jika seseorang yang sudah baligh dalam keadaan memiliki hadas besar, maka dia wajib mandi junub. Konsekuensinya, sebelum mandi tersebut dilakukan maka shalatnya tidak akan diterima.

Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah riwayat:

“Allah Ta’ala tidak akan menerima shadaqah dari hasil Ghulul (korupsi dari harta rampasan perang) tidak pula menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Abu Daud, Bab Fardhu al-Wudhu. Syaikh al-Albani berkata, “Shahih”).

Pengertian Junub

NU Online menuliskan bahwa yang disebut junub adalah kondisi ketika seseorang mengalami salah satu dari beberapa hal, sebagai berikut:

Pertama, keluarnya mani dari alat kelamin laki-laki atau perempuan, baik disebabkan oleh mimpi basah, mempermainkannya, ataupun gairah yang ditimbulkan penglihatan dan pikiran. Kedua, jimak atau berhubungan seksual, meski tidak mengeluarkan mani. Ketiga, karena melahirkan.

Bagi pasangan suami-istri, hubungan seksual pada bulan Ramadan memiliki ketentuan tersendiri. Pada malam hari, hubungan suami-istri tetap bernilai sedekah seperti hari-hari lain. Namun, pada siang hari, sejak selepas subuh hingga magrib, hubungan badan termasuk dosa berat dan dapat membatalkan puasa.

Mereka yang melakukan hubungan suami-istri pada siang hari saat melaksanakan ibadah puasa Ramadan diharuskan membayar kafarat atau denda yang berat.

Terdapat tiga opsi pembayaran kafarat, yaitu memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan orang miskin 60 orang, masing-masing sebanyak satu mud (0,6 kg beras).

Selain berhubungan suami istri, orang yang berhadas karena keluar sperma terbagi menjadi dua. Pertama, ia mengeluarkan sperma dengan sengaja melalui onani atau masturbasi saat siang hari pada bulan Ramadan. Hukum puasanya batal dan berdosa.

Kedua, ia sedang tidur dan bermimpi basah. Hukum puasanya masih sah dan tetap bisa dilanjut hingga magrib karena orang yang tidur bebas dari ketentuan hukum Islam.

Syarat Mandi Junub & Hal-Hal yang Mengharuskan Mandi Besar

Dikutip dari laman Alsofwah, orang muslim diwajibkan mandi besar saat berada di dalam beberapa keadaan. Jika dia sedang mendapatinya, maka disunnahkan segera mandi junub apalagi sebelum melakukan jenis shalat apapun. Ini penyebab harus mandi junub:

    • Mengeluarkan air mani baik itu dilakukan melalui hubungan badan suami istri, mimpi basah, atau sengaja dikeluarkan dengan beronani. Khusus untuk hubungan badan, baik keluar mani atau tidak, suami istri diwajibkan untuk mandi junub jika sudah selesai melakukannya.
    • Keluarnya darah haid atau nifas. Ini khusus muslimah yang mendapatkan “datang bulan” atau usai melahirkan, jika darah kotor sudah selesai keluar dari kemaluannya maka wajib mandi besar. Setelah itu, dia bisa melakukan ibadah lagi seperti shalat atau membaca Al Quran sembari memegang mushaf Al Quran.
    • Kematian selain dari akibat mati syahid. Orang Islam yang meninggal bukan karena mati syahid, maka harus dimandikan seperti mandi junub. Setelah itu baru dikenakan kain kafan.
    • Cara memandikannya merujuk pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke ruangan kami tatkala putrinya meninggal dunia kemudian bersabda (ketika dimandikan) ,‘Basuhlah sebanyak tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian memandang hal itu perlu dengan air dan daun bidara dan berikan di akhirnya kafur (sejenis wewangian) atau sedikit dari kafur , maka apabila telah selesai beritahu aku’. Kemudian tatkala kami telah selesai, kami memberitahukan kepadanya. Kemudian beliau memberikan kepada kami kain seraya bersabda, “Kenakanlah kepadanya.” (yakni kain tersebut) (HR. al-Bukhari, Bab Ghuslul Mayit wa wudhu’uhu)
    • Orang non-Islam yang baru masuk Islam (mualaf). Mualaf juga disunnahkan mandi junub. Setelah itu dia dapat melaksanakan ibadah sesuai aturan Islam.

Tata cara mandi wajib atau mandi junub yang benar

Dalam mandi besar seseorang wajib melaksanakan dua rukun. Pertama, niat. Yakni kesengajaan yang diungkapkan dalam hati, berikut lafalnya sebagaimana dikutip NU Online.

Lafal niat mandi wajib

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

"Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta'ala."

Adab dan tata cara mandi wajib/mandi besar

Imam al-Ghazali dalam Bidâyatul Hidâyah secara teknis menjelaskan adab mandi besar dengan cukup rinci mulai dari awal masuk kamar mandi hingga keluar lagi.

1. Ambilah air lalu basuhlah tangan terlebih dahulu hingga tiga kali.

2. Bersihkan segala kotoran atau najis yang masih menempel di badan.

3. Berwudhu sebagaimana saat wudhu hendak shalat termasuk doa-doanya. Lalu pungkasi dengan menyiram kedua kaki.

4. Mulailah mandi besar dengan mengguyur kepala sampai tiga kali--bersamaan dengan itu berniatlah menghilangkan hadats dari janabah.

5. Guyur bagian badan sebelah kanan hingga tiga kali, kemudian bagian badan sebelah kiri juga hingga tiga kali.

Jangan lupa menggosok-gosok tubuh, depan maupun belakang, sebanyak tiga kali; juga menyela-nyela rambut dan jenggot (bila punya). Pastikan air mengalir ke lipatan-lipatan kulit dan pangkal rambut. Sebaiknya hindarkan tangan dari menyentuh kemaluan--kalaupun tersentuh, berwudhulah lagi.

Di antara seluruh praktik tersebut yang wajib hanyalah niat, membersihkan najis (bila ada), dan menyiramkan air ke seluruh badan. Selebihnya adalah sunnah muakkadah dengan keutamaan-keutamaan yang tak boleh diremehkan. Orang yang mengabaikan kesunnahan ini, kata Imam al-Ghazali, merugi karena sejatinya amalan-amalan sunnah tersebut menambal kekurangan pada amalan fardhu.

    Baca juga artikel terkait MANDI JUNUB atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

    tirto.id - Pendidikan
    Kontributor: Ilham Choirul Anwar
    Penulis: Ilham Choirul Anwar
    Editor: Yulaika Ramadhani