Menuju konten utama

Syafruddin Tumenggung Divonis di Kasus BLBI, Siapa Tersangka Baru?

Syafruddin divonis 13 tahun. Vonisnya menjadi landasan KPK untuk mengembangkan kasus SKL BLBI guna menetapkan tersangka baru.

Syafruddin Tumenggung Divonis di Kasus BLBI, Siapa Tersangka Baru?
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) divonis 13 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/9/2018). Ia dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Hakim meyakini Syafruddin telah merugikan negara sebesar Rp4,58 triliun terkait penerbitan SKL BLBI. Kerugian itu berawal saat Syafruddin berusaha menghapus utang BDNI yang diajukan PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wahyuni Mandira (PT WM). Selanjutnya, Syafruddin mengajukan ke rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Hal yang dilakukan Syafruddin adalah menghilangkan hak tagih terhadap Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL membuat pemerintah tidak bisa menagih utang BLBI yang dipinjam Sjamsul. Negara hanya mendapat Rp220 miliar dari total penerimaan negara yang mencapai Rp4,8 triliun atas penjualan aset PT DCD dan PT WM.

Akan tetapi, Syafruddin tidak tinggal diam. Ia langsung mengajukan banding begitu divonis bersalah. Mantan Kepala BPPN itu beralasan, dirinya hanya menjalankan keputusan pemerintah. Ia pun membeberkan bila masih banyak obligor yang belum selesai membayar.

“Yang belum bayar BLBI ada kira-kira 30 bank yang belum bayar, sampai sekarang belum diapa-apain. Jadi saya katakan ini permasalahan besar di bangsa kita. Masalah demotivasi terhadap dunia usaha. Yang jelas akan memberikan dampak,” kata Syafruddin usai menjalani sidang vonis, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Syafruddin mengklaim, dirinya tidak menyoalkan divonis hukuman berat atau tidak. Ia hanya ingin mencari keadilan sehingga memutuskan untuk banding atas putusan tersebut. “Saya katakan satu detik saya akan ajukan banding. Ini masalah keadilan yang saya cari, dan dalam masalah kita berbangsa dan bernegara,” kata dia.

“Jadi bukan masalah dihukum satu hari, dua hari, tiga belas tahun, lima belas tahun, bukan itu. Ini mencari keadilan,” kata Syafruddin menambahkan.

Keterlibatan Nama lain

Dalam persidangan, majelis hakim pun mengungkapkan keterlibatan dan peran nama-nama yang disebutkan dalam dakwaan. Hakim mengakui bila Syafruddin sempat menemui Itjih S. Nursalim selaku perwakilan Sjamsul Nursalim untuk pembahasan utang petambak.

“Menimbang bahwa terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai ketua BPPN memimpin rapat kembali 29 Oktober bersama dengan jajaran BPPN dan pihak Sjamsul Nursalim yang saat itu diwakili istrinya, Itjih S. Nursalim, serta auditor M.S. Young dan hasil rapat tersebut terdapat utang-utang antara Syafruddin Arsyad Temenggung dengan Itjih S. Nursalim bahwa Sjamsul Nursalim tidak melakukan mispresentasi terhadap utang-utang DCD dan WM,” kata Hakim Anwar saat membacakan pertimbangan hakim.

Selain itu, hakim menilai Syafruddin dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) menghadiri rapat terbatas dengan presiden. Mereka pun tidak menyampaikan permasalahan utang petambak dalam rapat terbatas (ratas). Akan tetapi, mereka justru mengeluarkan surat keterangan lunas untuk Sjamsul Nursalim.

“Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dan Dorojatun hadir dalam Ratas tersebut mengetahui kalau rapat terbatas tidak pernah mengambil keputusan atau memberikan persetujuan untuk dilakukan penghapusan atas porsi utang petambak tersebut dan dalam putusan yang ditandatangani itu selaku Ketua KKSK mencabut dua SK KKSK sebelumnya yang memerintahkan penagihan terhadap Sjamsul Nursalim menjadi tidak berlaku serta mengakibatkan hilangnya hak tagih negara atau BPPN terhadap Sjamsul Nursalim,” kata hakim Anwar.

Infografik Current issue Timeline kasus syafruddin arsyad

KPK pun tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan perkara yang menyeret Syafruddin. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan mempelajari fakta-fakta persidangan terkait kasus SKL BLBI ini.

“Fakta sidang dan pertimbangan hakim akan jadi salah satu landasan argumentasi untuk langkah berikutnya, termasuk peluang hukum pengembangan pada pelaku lain. Namun tentu KPK belum bisa menyebut nama pelaku lain tersebut saat ini,” kata Febri kepada Tirto, Senin malam (24/9/2018).

Pimpinan KPK juga tidak memungkiri soal pengembangan kasus ini. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut pengembangan perkara SKL BLBI terhadap BDNI sangat terbuka. “Hanya soal waktu saja mendalaminya kembali,” kata Saut singkat, pada Senin malam.

Sementara itu, pengacara Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail enggan mengomentari kliennya terjerat kasus ini. Ia mengingatkan kalau Sjamsul sudah memenuhi Master Setlement and Acquisition and Agreement (MSAA) dengan pemerintah. Hingga saat ini, kata dia, perjanjian masih berlaku karena belum dibatalkan pemerintah.

Oleh sebab itu, kata Maqdir, pemerintah seharusnya tidak bisa memproses kliennya. “Pemerintah sudah berjanji tidak melakukan tindakan hukum dalam bentuk apa pun kepada Pak Nursalim. KPK tidak diberi kewenangan untuk membatalkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah,” kata Maqdir kepada Tirto, Senin malam (24/9/2018).

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz