Menuju konten utama

Sutiyoso, Kudatuli, dan Reshuflle

Indonesia dihadapkan pada tantangan keamanan global dan lokal. Di tingkat global, Indonesia dihadapkan pada sejumlah kasus seperti penyanderaan, ancaman teror ISIS, dan konflik di Laut Cina Selatan. Di dalam negeri berbagai kasus kerusuhan massa dan teror bom dua kali terjadi. Ada dugaan intelijen negara kecolongan dalam kasus-kasus itu.

Sutiyoso, Kudatuli, dan Reshuflle
Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso. [Tirto/Andrey Gromico]

tirto.id - Isu pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu beredar pada pertengahan Juni. Sutiyoso disebut-sebut akan dicopot dari jabatannya. Mantan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti disebut-sebut akan menggantikan Sutiyoso.

Tapi Badrodin menampik kabar tersebut. Kepada pewarta di Jember, Senin pekan ini Badrodin menyampaikan Presiden Joko Widodo sudah menunjuk orang lain untuk menjadi kepala BIN. "Ya nggak-lah, bahkan saya dengar sudah ada orang lain yang ditunjuk untuk menjadi Kepala BIN, bukan saya karena saya ingin bebas dan tidak terikat kedinasan," katanya seperti dinukil Antara.

Isu tinggalah isu. Hingga sekarang Presiden Jokowi belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait pergantian itu. Satu yang pasti presiden telah mengangkat Gories Mere dan Diaz Hendropriyono sebagai staf khusus baru. Sampai kini pun belum terang betul tugas yang diemban keduanya. Mensesneg Pratikno hanya menyampaikan, “…bisa saja ada penugasan khusus sesuai dinamika di lapangan," katanya.

Merujuk ke jabatan Gorries Mere sebelumnya dan Diaz Hendropriyono—anak AM Hendropriyono, keduanya bisa jadi menjadi staf khusus presiden di bidang intelijen. Sebagaimana publik tahu, Gorries pernah terlibat dalam pembentukan Detasemen Khusus 88 antiteror Polri. Sedangkan Diaz dikenal sebagai pengamat intelijen.

Langkah politik Presiden ini mengejutkan, termasuk bagi DPR. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhuri, bahkan, menyampaikan dirinya sama sekali tak tahu alasan Presiden mengangkat staf khusus bidang intelijen. “Apa jangan-jangan tidak percaya kepada Kepala BIN atau ada hambatan komunikasi. Hal itu seharusnya tidak boleh ada," ujarnya.

Tantangan Global dan Lokal

Di luar ketidaktahuan DPR itu, selama Sutiyoso menjabat sebagai Kepala BIN setahun ini intelijen dihadapkan pada tantangan keamanan regional. Sejak Juli 2015 lalu, sudah ada empat kali penyanderaan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di perairan Malaysia dan Filipina. Hingga kini masih ada 10 WNI yang masih disandera di Filipina.

Tantangan regional lainnya terkait dengan Cina dan Laut Cina Selatan. Hanya dalam rentang Maret-Juni terjadi dua kali insiden di Natuna. Insiden pertama pada 19 Maret silam saat penjaga pantai Cina menghalang-halangi kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hendak menarik kapal pencuri ikan milik nelayan Cina. Kapal penjaga pantai Cina itu merusak kapal yang hendak ditarik ke pantai. Akibatnya pemerintah Cina melakukan protes kepada Indonesia. Indonesia bersikukuh nelayan Cina melanggar perbatasan.

Insiden kedua terjadi pada 17 Juni, ketika TNI Angkatan Laut (TNI AL) menangkap delapan anak buah kapal pencari ikan asal Cina di perairan Natuna. Pemerintah Cina memprotes tindakan tersebut dan menuding TNI AL mencederai salah satu ABK. TNI jelas membantah tudingan tersebut.

Di sisi lain, teror global Islamic State Iraq and Syria (ISIS) juga telah merambah ke Indonesia. Sepanjang 2016 sudah dua kali terjadi ledakan bom di Jakarta dan Solo. Dua kasus ledakan bom dan aksi terorisme pada 2016 menjadi catatan tersendiri, sebab pada periode 2014 sampai 2015, tidak ada ledakan bom sama sekali di Indonesia. Artinya Indonesia aman dari ancaman bom.

Pada saat terjadi aksi teror siang bolong di jalan Thamrin Jakarta 14 Januari 2016 silam, kepada media Sutiyoso berkilah bahwa ia sudah memberikan deteksi dini terhadap potensi teror itu sejak November 2015 silam. Saat itu, katanya, BIN menyebutkan ratusan alumni ISIS pulang ke Indonesia. Selain itu, ada 423 mantan narapidana kasus terorisme telah bebas. BIN, kata dia, juga mendeteksi adanya pelatihan-pelatihan kelompok radikal.

"Mereka yang kembali ke Tanah Air ini kan menyebar ke berbagai daerah. Dan kita juga sudah informasikan ke BIN daerah mengenai hal tersebut guna dilakukan monitoring," ujarnya.

Sutiyoso bisa berdalih sudah memberikan deteksi dini pada aksi teror di Jakarta. Nyatanya, bom kembali meledak sehari menjelang Idul Fitri 2016 di Mapolresta Solo.

Revisi UU Terorisme dan Anggaran BIN

Menanggapi berbagai tudingan yang menyebut lembaganya gagal mendeteksi terorisme, Sutiyoso menyatakan kewenangan BIN terbatas dalam menangani terorisme. Ia berharap UU Intelijen Negara direvisi agar kewenangan BIN lebih besar.

"Salah satu jalannya ya revisi Undang-Undang Intelijen Negara ataupun Undang-Undang Tentang Terorisme agar BIN bisa menangkap serta menahan teroris," ujarnya.

Sutiyoso mencontohkan Amerika Serikat, Prancis dan negara Eropa lainnya sudah merevisi undang-undang intelijen, tujuannya agar bisa menangkap terduga teroris. Tapi undang-undang seperti itu belum diterapkan di Indonesia.

Selain itu, Sutiyoso juga mengajukan mengajukan tambahan anggaran untuk BIN.

"Yang pasti Rp3,7 triliun yang kita minta untuk 2016," katanya seperti dikutip Antara.

Dia berdalih anggaran sebesar Rp1,59 triliun dalam RUU APBN 2016 yang dipatok pemerintah tidak mencukupi untuk operasional BIN. "Kalau di Amerika Serikat ada dua (intelijen) untuk di dalam dan di luar negeri yaitu CIA dan FBI. Kalau di sini dirangkap oleh BIN tugas dan lingkupnya, makanya tidak masuk akal kalau pembiayaannya hanya sekian (kurang)," terangnya.

Untuk diketahui anggaran BIN dalam APBN 2015 dialokasikan sebesar Rp2,6 triliun. Namun, anggaran tersebut diturunkan menjadi Rp1,59 trilun. Penurunan anggaran ini dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo di setiap kelembagaan.

Presiden Joko Widodo hingga hari ini juga masih mempercayai Sutiyoso sebagai kepala BIN. Dalam reshuffle kabinet jilid 2, bertepatan dengan peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli), nama Sutiyoso sebagai pejabat setingkat menteri tidak masuk dalam daftar yang ditendang dari pemerintahan.

Baca juga artikel terkait POLITIK atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Politik
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti