Menuju konten utama

Susahnya Dapatkan Dumolid, Obat yang Dikonsumsi Tora Sudiro

Dari tujuh apotek yang didatangi Tirto, hanya dua tempat yang menyediakan Dumolid. Untuk membelinya pun harus berdasarkan resep dokter.

Susahnya Dapatkan Dumolid, Obat yang Dikonsumsi Tora Sudiro
Artis Tora Sudiro ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polresta Jakarta Selatan setelah terbukti membeli obat Dumolit tanpa resep dokter. Tora dinyatakan positif Benzodeyasetin, dan terancam hukuman 5 tahun penjara, Jakarta , Jumat (4/8). tirto.id/Andrian Pratama Taher

tirto.id - Aktor peran Tora Sudiro mendekam di tahanan setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait penyalahgunaan obat psikotropika, pada Jumat (4/8/2017) lalu. Polisi menemukan bukti yang cukup berdasarkan hasil laboratorium dan pemeriksaan awal terhadap Tora. Ia pun terancam pidana hukuman penjara selama 5 tahun.

Pria yang berperan sebagai Indro dalam film “Warkop DKI Reborn” itu kedapatan memiliki 30 butir Dumolid, salah satu obat jenis psikotropika. Dalam keterangan pers, Kasatresnarkoba Polres Jakarta Selatan, Kompol Polisi Vivick Tjangkung menerangkan bahwa Tora ditetapkan sebagai tersangka lantaran membeli obat Dumolid tanpa resep dokter. Ia membeli Dumolid dari rekannya dalam sebuah acara.

Tora membeli 4 strip dengan harga masing-masing strip sebesar Rp250.000. Sayangnya, dalam pemeriksaan, suami Mieke Amalia itu mengaku tidak ingat siapa orang yang menjual obat tersebut. Tora hanya bercerita jika dirinya sudah menggunakan obat tersebut selama 1 tahun. Ia mengaku menggunakan obat itu hanya untuk penenang, dan tidak mengetahui kalau obat tersebut termasuk obat berbahaya.

Menurut Vivick, Dumolid masuk dalam kategori obat keras yang tidak bisa diperjualbelikan secara bebas. Obat tersebut harus diperoleh dengan resep dokter. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Vivick pun tidak memungkiri jika praktik jual-beli Dumolid ilegal tidak hanya dialami Tora. Demi mencegah jual-beli obat tanpa izin, ia mengaku terus melakukan operasi penertiban penjualan Dumolid secara ilegal.

“Tentunya kejadian ini bukan sekali, kita melakukan sidak penjualan bebas. Kami sudah lakukan beberapa kali,” kata Vivick, 4 Agustus lalu.

Untuk membuktikan pernyataan Vivick, Tirto pun berupaya menelusuri bagaimana pengawasan pembelian Dumolid dan peredaran obat berjenis psikotropika itu. Tirto melakukan uji coba untuk membeli obat tersebut, Jumat (4/8/2017) lalu.

Tirto mendatangi 1 apotek (Apotek Generik) di Jalan Nangka, Tanjung Barat, 2 apotek 24 jam (Apotek Adji Waras dan K-24) di Jalan Cilandak Raya KKO, 1 apotek di Jalan Ragunan Raya, Jakarta (Apotek Pola), dan apotek di Jalan Jagakarsa (Apotek Roxy).

Di hari yang sama, Tirto berusaha membeli obat di luar Jakarta. Tirto berusaha membeli obat tersebut di dua apotek besar yang terletak di Jalan H. Asmawi, Depok (Apotek K-24) dan apotek Jalan Nusantara, Depok (apotek Roxy). Berdasarkan penelusuran di 7 apotek tersebut, Dumolid memang jarang dijual di beberapa apotek itu. Dari tujuh tempat, hanya dua apotek yang menyediakan obat yang termasuk obat jenis psikotropika tersebut.

Harga jual Dumolid pun variatif di tiap apotek. Meskipun variatif, harga jual Dumolid jauh lebih murah dibandingkan harga barang yang dibeli Tora Sudiro. Jika Tora Sudiro mengaku membeli per strip seharga Rp250.000,00, harga Dumolid di apotek yang didatangi Tirto, hanya kisaran Rp40.500 hingga Rp97.000. Harga termurah bisa dibeli di Apotek Generik, akan tetapi tidak pernah ada karena tidak ada permintaan.

Walaupun tergolong murah, Anda tidak mudah membelinya di sejumlah apotek tersebut, karena Anda wajib menunjukkan resep dari dokter. Setiap apotek yang didatangi Tirto, misalnya, selalu meminta lembar resep sebelum membeli Dumolid. Tanpa resep, pihak apotek tidak akan memberikan kepada Anda dengan bayaran berapa pun. Mereka pun hanya menjelaskan kalau Dumolid obat keras tanpa menjelaskan kegunaan obat itu kepada publik.

Salah satu apotek besar yang dikunjungi Tirto (Apotek Adji Waras) di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan bercerita bahwa pembelian Dumolid tidak hanya memerlukan resep dokter, tetapi juga harus dengan keterangan surat izin praktik dokter.

Hal itu dikarenakan obat tersebut tergolong sebagai jenis obat psikotropika sehingga mereka sangat hati-hati untuk menjualnya. Pihak apotek pun bercerita kalau setiap penjualan Dumolid dipantau dan dilaporkan langsung ke Badan Narkotika Nasional (BNN).

Dumolid Sempat Populer di Era 70-an

Psikotropika bernama Dumolid yang kini menjerat aktor Tora Sudiro itu rupanya sudah lama populer di kalangan para remaja era 1970-1990an di Indonesia, bahkan telah mendapatkan paten. Obat ini menjadi pusat perhatian kembali karena narkoba jenis inilah yang diduga dikonsumsi Tora Sudiro dan juga yang dikonsumsi Ridho Roma.

Ahli kimia farmasi dari BNN, Kombes Pol. Drs. Mufti Djusnir, MSi, Apt. mengatakan zat ini tergolong obat resmi (mengandung nitrazepam) yang digunakan untuk mengatasi depresi dan sejenisnya.

“Dumolid sudah lama dikenal di Indonesia, sejak banyaknya penyalahgunaan obat dengan nama Paten Dumolid ini, oleh kalangan remaja pada era tahun 1977 an, 1980 an sampai 1990 an," ungkap Mufti seperti dilansir Antara.

Namun, seiring semakin banyaknya penyalahgunaan zat itu, maka pemerintah melarang peredarannya dan produksi Dumolid dihentikan.

“Dumolid telah lama tidak diproduksi lagi oleh pabriknya. Kalau sudah tidak diproduksi, berarti izin edarnya juga sudah dicabut, dan menjadikan obat ini menjadi obat yang ilegal. Obat yang ilegal tidak boleh dijual di apotek,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait DUMOLID atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz