Menuju konten utama

Survei SMRC: Warga NU Mayoritas Pilih Ganjar Pranowo Capres 2024

Pada survei SMRC kali ini, Anies Baswedan kurang kuat di kalangan warga NU, sehingga sebaiknya dipasangkan dengan Khofifah Indar Parawansa.

Survei SMRC: Warga NU Mayoritas Pilih Ganjar Pranowo Capres 2024
Warga mengikuti pengajian dalam rangkaian Resepsi Puncak Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di parkir timur Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).ANTARA FOTO/Umarul Faruq/hp.

tirto.id - Saiful Mujani and Research Consulting (SMRC) mengumumkan hasil survei yang menyatakan barisan massa Nahdlatul Ulama (NU) sebagian besar memilih Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menjadi capres dalam Pilpres 2024.

Survei itu dilakukan pada Desember 2022 menunjukkan 47 persen anggota NU aktif yang memilih Ganjar, Anies Baswedan 18 persen, dan Prabowo Subianto 24 persen.

"Sementara anggota NU tapi tidak aktif, 46 persen memilih Ganjar, 23 persen memilih Anies, dan 27 persen mendukung Prabowo," kata Pendiri SMRC Saiful Mujani dalam keterangan pers pada Kamis (23/2/2023).

Dirinya memberi catatan bahwa data ini menarik karena memperlihatkan bagaimana warga NU lebih memilih Ganjar yang nasionalis dibanding Anies yang lebih dekat ke kelompok Islam.

"NU adalah organisasi santri, sementara Anies terlihat lebih santri daripada Ganjar, tapi anggota organisasi santri ini justru lebih memilih tokoh yang bukan santri," terangnya.

Saiful mengungkapkan bahwa pada survei ini, Anies kurang kuat di kalangan warga NU. Maka tak heran, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjadi pilihan paling kuat agar bisa disandingkan dengan Anies, demi mengamankan suara warga Nahdliyyin.

"Karena itu, jika ada upaya untuk menarik tokoh NU seperti Khofifah Indar Parawansah untuk bergandengan dengan Anies, itu cukup masuk akal karena bisa saling melengkapi," ungkapnya.

Saiful menjelaskan hasil survei NU dapat menjadi kacamata atas keterwakilan pilihan masyarakat di Indonesia.

Alasannya, NU adalah organisasi yang cukup solid dan cukup besar di Indonesia. Oleh karena itu punya nilai elektoral yang penting dalam politik kita, termasuk dalam pemilihan presiden.

Dirinya berkaca pada Pilpres 2004, saat calon presiden dari NU ada Hamzah Haz berpasangan dengan Agum Gumelar. Pasangan ini mendapat suara yang sangat kecil, tidak sebesar massa NU.

“Artinya pemilih NU belum tentu memilih tokoh yang berasal dari NU itu sendiri,” jelasnya.

Di Pilpres 2009, Jusuf Kalla yang maju sebagai calon presiden dan diklaim sebagai tokoh NU senior dan diakui, namun tidak mendapat suara yang signifikan juga. Justru perolehan suaranya jauh di bawah suara NU itu sendiri.

Bahkan saat Hasyim Muzadi dalam posisi Ketua Umum PBNU dan Megawati Soekarnoputri sebagai petahana pada Pilpres 2004 juga kalah. Menurut Saiful, massa pemilih NU cukup independen dalam pemilihan presiden, tidak bisa dimobilisasi begitu saja dari atas ke bawah atau top down.

“Hanya karena dia tokoh NU belum tentu publik NU memilihnya,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait SURVEI SMRC atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto