Menuju konten utama

Survei Internal Tim Sukses: Cuma Taktik untuk Giring Opini Pemilih

Survei internal yang bertolak belakang dengan survei umum mungkin cuma untuk menyenangkan timses, juga jadi peluru menjatuhkan mental lawan politiknya dan menggiring opini pemilih.

Survei Internal Tim Sukses: Cuma Taktik untuk Giring Opini Pemilih
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) saling memberi salam seusai debat capres 2019 disaksikan moderator di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Debat itu mengangkat tema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Baik Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sama-sama menyelenggarakan "survei internal" yang hasilnya bertolak belakang dengan hasil lembaga survei umum. Tidak heran kalau kemudian fungsi survei sejenis ini dipertanyakan.

Juru bicara TKN Ace Hasan Syadzily pernah mengatakan kalau hasil survei internal mereka menyebut Jokowi-Ma'ruf telah 'menguasai' Jabar. Dia mengklaim 42 persen suara di Jabar akan memilih mereka, sementara lawannya, Prabowo-Sandi, hanya dipilih 37 persen responden. Selisih lima persen sangat banyak dan akan signifikan mengingat pemilih di Jabar mencapai 30 juta.

Tapi kemudian klaim ini dibantah jubir BPN Pipin Sopian. Dengan dalil "survei internal" pula, mereka menyebut Jabar masih dikuasai Prabowo-Sandi.

BPN sendiri menggelar survei internal. Di Jawa Tengah, kata Wakil Ketua BPN Ahmad Muzani, elektabilitas Prabowo-Sandi terus naik, sementara lawannya berkurang--meski secara total masih dimenangkan Jokowi-Ma'ruf.

Pernyataan ini, seperti bisa ditebak, dibantah tim sukses petahana. Wakil Ketua TKN Arsul Sani, misalnya, mengatakan survei tersebut tak perlu diperhatikan serius karena "tidak pernah dikuatkan oleh lembaga survei eksternal". Sementara Daniel Johan, yang juga tergabung di TKN, juga merapalkan mantra "survei internal" yang menyebut di wilayah ini Jokowi-Ma'ruf menang mutlak.

Untuk Apa?

Pada dasarnya Jabar adalah wilayah kekuasaan Prabowo, sementara Jateng jelas milik Jokowi. Pilpres 2014 membuktikan itu. Survei terkini pun masih serupa. Litbang Kompas misalnya, menyebut Jokowi masih menang di Jateng dengan suara diperkirakan tiga perempat dari jumlah pemilih.

Sementara survei exit poll SRMC pada Pilkada tahun lalu menyebut Prabowo masih unggul di Jawa Barat, dengan dukungan 51,2 persen responden. Sementara Jokowi cuma 40,3 persen.

Lantas untuk apa survei internal ini jika bertolak belakang dengan survei-survei umum?

Pengajar ilmu politik dan pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada, Arya Budi, mengatakan tidak seperti survei terkait pemilu pada umumnya yang bertujuan untuk mengetahui apa sebenarnya kecenderungan masyarakat, survei-survei internal ini memang tak terkait langsung dengan tujuan itu.

Menurutnya pada dasarnya survei internal memang untuk konsumsi internal. Tujuannya, misalnya, untuk stimulus agar tim sukses bekerja lebih optimal.

"Itu untuk mereka sendiri. Untuk stimulus mereka sendiri. Mereka bicara untuk mereka sendiri. Agar apa? Agar mesin politik mereka bekerja dengan maksimal," kata Arya kepada reporter Tirto, Selasa (26/2/2019).

Meski untuk konsumsi internal, pengaruh lainnya survei jenis ini adalah dalam rangka "perang urat saraf"--terutama jika itu diumumkan ke media massa.

"Bisa jadi juga ini cara untuk menggertak lawan. Untuk menjatuhkan mental lawan," tambah Arya. Cara lain yang biasa dilakukan untuk tujuan yang sama, misalnya, dengan membangun posko di basis lawan.

Juga dalam rangka menggiring opini pemilih. Meski, kata Arya, "efek kampanyenya bisa jadi tidak signifikan."

Sementara pengajar politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno, menilai survei internal, betapapun beda hasilnya dengan survei umum, adalah hal biasa. Tujuannya, seperti yang dinyatakan Arya Budi, bisa untuk membuat tim sukses makin percaya diri.

"Masing-masing kubu saling klaim itu sah-sah saja." katanya kepada reporter Tirto.

Ketimbang saling beradu klaim, kata Adi, yang sebaiknya dilakukan tim sukses masing-masing adalah memberi pencerahan ke masyarakat soal validitas survei. Aspek ini memang tak pernah dijelaskan oleh masing-masing tim sukses. Mereka hanya menyebut angka-angka akhir tanpa menjelaskan bagaimana itu bisa didapat.

"Paling penting ketimbang saling klaim, mending kasih pencerahan. Siapa survei paling valid? Mulai dari sampling-nya, metodologinya, dan lain-lain. Atau debat saja sekalian. Biar masyarakat yang menilai," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino