Menuju konten utama

Suramnya Hari Antikorupsi Tanpa Pembahasan Perppu KPK

Meski Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, KPK kini akan tetap bekerja dengan menjaga nilai lembaga antirasuah meski dilemahkan.

Suramnya Hari Antikorupsi Tanpa Pembahasan Perppu KPK
Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) menyampaikan sambutan pada acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia atau Hakordia di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menunjukkan perbedaan sikap dalam penerapan Perppu KPK saat menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, pada Senin, 9 Desember 2019. Presiden Jokowi berencana menerbitkan Perppu KPK setelah seluruh pimpinan komisi antirasuah berjalan dengan undang-undang baru.

“Kalau nanti sudah komplit, sudah ada Dewas (Dewan Pengawas), pimpinan KPK yang terbaru nanti kita evaluasi. Saya kira perlu mengevaluasi ya, seluruh program yang hampir 20 tahun ini berjalan,” kata Jokowi menjawab wartawan usai menghadiri Pentas #Prestasi TanpaKorupsi, di SMK Negeri 57, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019).

Pernyataan Jokowi itu berbanding terbalik dengan yang diungkapkan dia sebelumnya.

Pada 1 November 2019 misal, Presiden Jokowi mengaku akan menerbitkan Perppu KPK setelah menunggu hasil sengketa revisi Undang-Undang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami melihat bahwa sekarang ini masih ada proses uji materi di MK. Kita harus menghargai proses-proses seperti itu. Jangan ada, orang yang masih berproses, uji materi kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain,” kata Jokowi, Jumat, 1 November 2019.

Jokowi berkata, dirinya menunggu putusan MK demi sopan santun dalam bernegara.

Menurut Jokowi, penindakan merupakan hal penting. Akan tetapi, pembangunan sistem lebih diperlukan agar memberikan pagar untuk mencegah penyelewenagn dan praktik korupsi.

Selain itu, Presiden Jokowi ingin agar rekrutmen politik tidak menimbulkan biaya besar. Ia khawatir, pelaku politik akan 'tengak-tengok' begitu memenangkan pesta politik.

Terakhir, Presiden Jokowi ingin ada fokus kerja.

“Evaluasi-evaluasi seperti inilah yang harus kita mulai koreksi, mulai evaluasi sehingga betul-betul setiap tindakan itu ada hasilnya yang konkret, bisa diukur,” kata Jokowi.

Hal senada diungkapkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019), Mahfud menegaskan tidak ada pembahasan Perppu di hari antikorupsi.

"Nggak ada pembahasan Perppu, ini hari antikorupsi," kata Mahfud singkat di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Mahfud menegaskan, Harkordia merupakan momen untuk menyadarkan publik untuk mencegah korupsi. Kemudian mengingatkan agar para penegak hukum menindak setiap pelanggaran dan setiap korupsi.

“Karena sebenarnya korupsi itu memotong urat nadi kehidupan bangsa. Kekayaan negara itu kan nadi, tubuh bangsa Indonesia, tubuh negara Indonesia. Kalau korupsinya banyak berarti nadinya dipotong-potong. Mudah-mudahan kita sadar bahwa itu berbahaya, gitu aja," kata Mahfud.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang enggan mengatakan kalau KPK menerima kado pahit lantaran Presiden Jokowi tak kunjung terbitkan Perppu KPK. Saut bilang publik paham dampak revisi UU KPK dalam pemberantasan korupsi bagi komisi antirasuah.

“Biar publik yang menilai apa lah 26 potensi masalah yang KPK buat atas UU 19/2019 itu masuk diakal atau akal akalan. Saya kira itu harusnya jadi akal sehat kita semua bahwa UU itu memiliki risiko dalam pelaksanaaannya,” kata Saut kepada reporter Tirto, Senin.

Saut mengatakan, KPK kini akan tetap bekerja dengan menjaga nilai lembaga antirasuah meski dilemahkan. Mereka akan berkerja dengan baik meski revisi Undang-Undang KPK "lebih buruk". Ia berharap kejadian UU KPK tidak terulang di masa depan.

“KPK berharap kecelakakaan membuat UU ini tidak diikuti oleh inefisiensi penegakan UU antikorupsi dan UU lain terkait ( KUHAP/KUHP, UU Tipikor, pencucian uang, sejumlah peraturan-peraturan, dll. Tugasnya jangan sampai bisa membuat surut upaya KPK dalam mengemban misi guna memberantas korupsi,” kata Saut.

Oleh sebab itu, Saut menegaskan, KPK tidak akan berhenti.

Ia mengatakan, "Enggak ada Perppu bukan berarti kiamat, walau masing-masing kita memiliki pandangan kata apa yang harus kita gunakan dengan tidak adanya Perppu itu. Saya sejak awal memakai kata “inefisien”, padahal tujuan leadership itu menciptakan efisiensi pemberantasan korupsi.”

Sementara itu, eks Komisioner KPK M. Jassin mengatakan Perppu KPK memang alternatif dalam pemberantasan korupsi. Ia mengatakan, keberadaan Perppu atau mengembalikan Undang-Undang KPK ke UU No. 30 tahun 2002 demi memperbaiki upaya pemberantasan korupsi.

“Makanya saya katakan, bisa itu Perppu, bisa itu undang-undang yang lama saja diberlakukan. Kalau memang ada perbaikan, kita tidak menolak, tapi yang menguatkan, jangan sampai melemahkan KPK dalam melakukan pmeberantasan korupsi,” kata Jassin.

Jassin mengatakan, undang-undang baru ini menimbulkan kerancuan. Sebagai contoh, pimpinan tidak punya lagi wewenang sebagai penyidik dan penuntut umum.

Situasi tersebut membuat KPK tidak memiliki penanggung jawab tertinggi dalam komando di KPK. “Ini nanti bisa saja bekerja sendiri-sendiri, tidak memenuhi prinsip-prinsip organsiasi yang baik,” kata Jassin.

Jassin mengingatkan, Perppu KPK bisa menjadi alternatif dalam penegakan hukum.

Akan tetapi, kata dia, Perppu memerlukan waktu lama. Oleh sebab itu, sesuai perintah hakim konstitusi, ia selaku bagian penggugat akan menyiapkan solusi agar KPK tetap bisa berjalan.

Ia merekomendasikan, isi Perppu menyatakan undang-undang KPK yang lama kembali berlaku.

“Berlakukan undang-undang lama sebelum revisi berikutnya,” kata Jassin.

Pegiat antikorupsi dari ICW Tama S. Langkun mengatakan, ketidakhadiran Perppu KPK dalam hari antikorupsi dunia merupakan tanda negara tidak lagi pro dalam pemberantasan korupsi.

“Hari antikorupsi menjadi penanda negara melunak kepada koruptor saat ini,” kata Tama saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

Pernyataan Tama bukan tanpa alasan. Pertama, ia melihat dari upaya pemerintah mengubah regulasi, KPK justru dilemahkan lewat revisi Undang-Undang KPK.

Sebagai contoh, KPK tidak bisa lagi melakukan upaya paksa karena harus mendapat persetujuan dewan pengawas. Kewenangan ini membuat KPK lebih lemah dibanding kejaksaan dan kepolisian karena lembaga penegak hukum lain tidak perlu izin dewan pengawas.

Kedua, kata Tama, KPK tidak bisa bertindak karena kontradiksi dalam aturan. Ia mencontohkan, ketentuan peralihan dalam revisi UU KPK menyatakan undang-undang lama masih berlaku.

Akan tetapi, kata Tama, di pasal selanjutnya mengatakan ketika undang-undang ini berlaku maka undang-undang lain tidak berlaku. Ketentuan itu berdampak pada tindakan KPK.

"Dampaknya apa? sampai dengan hari ini informasi yang kami peroleh, KPK belum menerbitkan sprindik yang baru karena soal aturan tadi," kata Tama.

Pelemahan diikuti dengan sanksi dan hukuman semakin ringan. Kemudian, hukuman pengganti dibatalkan Mahkamah Agung lewat putusan kasasi atau peninjauan kembali.

Hal tersebut, kata Tama, semakin diperparah lewat remisi dan grasi. “Ini sebenarnya menunjukkan negara ini semakin melunak. Melunak apa ya? Makin toleransi sama koruptor,” kata dia.

Oleh karena itu, masyarakat antikorupsi memutuskan untuk mengajukan gugatan revisi undang-undang KPK.

Ia mengingatkan, Presiden Jokowi tidak perlu berdalih untuk tidak mengeluarkan Perppu karena objek hukum di Mahkamah Konstitusi bisa hilang bila ada Perppu. Mereka pun menunggu komitmen Presiden Jokowi sambil menggugat agar tidak ada pelemahan KPK.

“Kita bekerja dengan waktu. Itu soal Perppu. Jadi sebenarnya kalau pun presiden mau memberikan Perppu, kita masih tunggu kok prosesnya,” kata Tama.

Baca juga artikel terkait HARI ANTI KORUPSI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz