Menuju konten utama
9 Mei 2012

Sukhoi Superjet 100-95 Sirna di Balik Kabut Gunung Salak

Pesawat Sukhoi Superjet 100-95 yang jatuh di sekitar Gunung Salak menewaskan 45 orang. Tetap jadi pilihan TNI AU karena keandalan dan efek gentar.

Sukhoi Superjet 100-95 Sirna di Balik Kabut Gunung Salak
Ilustrasi Mozaik Sukhoi. tirto.id/Sabit

tirto.id - Sudah beberapa kali publik Indonesia dikejutkan oleh kecelakaan pesawat. Tak hanya pesawat dari maskapai penerbangan sipil, pesawat militer Indonesia pun tak lepas dari tragedi ini. Salah satu tragedi pesawat militer yang cukup menyita perhatian publik adalah kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang terjadi pada Rabu, 09 Mei 2012--tepat hari ini 9 tahun lalu, di sekitar Gunung Salak.

Kala itu, pesawat Sukhoi Superjet 100-95, nomor registrasi RA-97004 melakukan penerbangan demonstrasi dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta untuk kemudian menuju kembali ke bandara yang sama.

Pesawat Sukhoi tersebut mengangkut 37 penumpang, 6 awak, dan 2 petugas Sukhoi, sedang dalam perjalanan di dekat Gunung Salak, Bogor--sekitar 60 kilometer dari Bandara Halim Perdanakusuma atau sekitar 30 menit setelah penerbangan, ketika kontak radio dengan pesawat hilang antara 14.21 WIB dan 14.33 WB.

Kemudian, puing-puing pesawat ditemukan oleh helikopter keesokan paginya (10 Mei) sekitar pukul 09.15 WIB di lereng Gunung Salak pada ketinggian sekitar 5.300 kaki.

Pada tanggal 11 Mei sekitar pukul 14.00 WIB, tim penyelamat mencapai lokasi kecelakaan dan kemudian menemukan 45 jenazah.

Sebelum Pesawat Menabrak Gunung Salak

Jakarta… Romeo Alfa Three Six Eight Zero One request descend from 10.000 feet to 6.000 feet,” kata Aleksandr Yablontsev, sang pilot Sukhoi, meminta menurunkan ketinggian kepada petugas di menara Jakarta Approach, Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Ketika Yablontsev menurunkan ketinggian, kecepatan pesawat di menara Jakarta terdeteksi 290 knot atau 537 kilometer per jam, separuh dari kecepatan maksimum. Itulah detik-detik terakhir Yablontsev berbicara dengan petugas menara pemantau. Setelahnya, permintaan agar pesawat berbelok ke arah kanan tak mendapat tanggapan. Moncong pesawat mengarah ke Gunung Salak.

Pilot tak mengetahui jika pesawat yang ia kendalikan mengarah dalam bahaya. Menurut laporan majalah Tempo edisi 21 Mei 2012, tujuh menit setelah Yablontsev meminta berbelok ke arah kanan, Sukhoi lenyap dari pantauan radar Jakarta Approach.

Calling Romeo Alfa Three Six Eight Zero One…. Calling Romeo Alfa Three Six Eight Zero One.” Tiga kali dipanggil, pilot Yablontsev tak juga menyahut. Empat jam kemudian, Sukhoi itu dinyatakan hilang.

Esoknya, pesawat buatan Rusia tahun 2009 itu dinyatakan jatuh di Gunung Salak berbarengan dengan penemuan titik lokasi jatuhnya. Jenazah para korban baru bisa dievakuasi tiga hari setelah Sukhoi dinyatakan hilang kontak.

38 Detik Terabaikan

Dari rekaman kotak hitam (black box) yang berhasil dibuka Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terungkap, sebelum pesawat jatuh, Alexandr Yablontsev terdengar mengobrol dengan pilot asal Indonesia. Tak teridentifikasi siapa pilot asal Indonesia itu, tapi yang pasti, Yablontsev sedang berbincang soal keunggulan Sukhoi sebelum pesawat nahas itu menghantam gigir gunung.

Ketika obrolan itu dilakukan, Yablontsev mengabaikan peringatan bahaya dari dalam kokpit termasuk permintaan kopilot Alexandr Kochetkov tentang cuaca. Padahal, Yablontsev hanya punya waktu 38 detik untuk menghindari gunung di depannya.

“Tujuh detik menjelang tabrakan terdengar peringatan berupa suara 'landing gear not down' yang berasal dari sistem peringatan pesawat," ujar Ketua KNKT Tatang Kurniadi ketika mengumumkan hasil investigasi kecelakaan Sukhoi, tujuh bulan setelah kejadian.

Tapi, detik-detik itu diabaikan Yablontsev. Ketika alarm peringatan terus berbunyi sebanyak enam kali, ia mengira ada kerusakan pada database kontur. Ia kemudian mematikan alarm. Dua detik kemudian "duarrr"—pesawat meledak menghantam dinding puncak satu Gunung Salak.

Sejak saat itu, Sukhoi dinyatakan hilang kontak hingga akhirnya ditemukan dalam kondisi hancur dan menewaskan 45 orang, terdiri dari 37 penumpang dan 8 awak pesawat.

Maybe... database,” kata Yablontsev untuk terakhir kalinya.

Perbincangan itu menjadi kunci kenapa kemudian Sukhoi—pesawat yang sedang melakukan demonstrasi penerbangan untuk membetot pembeli di Indonesia itu—sirna. Menurut laporan majalah Tempo edisi Desember 2012, ketika Sukhoi dinyatakan jatuh, Rusia, negara tempat pesawat itu dibuat, meminta penyelidikan kotak hitam pesawat dilakukan di Moskow.

Namun, permintaan itu ditolak Tatang Kurniadi. Rusia kemudian mengirimkan tim ke Jakarta untuk melakukan penyelidikan bersama. "Mereka berkepentingan karena Sukhoi menjadi andalan industri penerbangan Rusia," ujar Mardjono Siswosuwarno, Ketua Tim Penyelidik Sukhoi KNKT, seperti dikutip Tempo.

Infografik Mozaik Sukhoi Sirna Di Gunung Salak

Infografik Mozaik Sukhoi Sirna Di Gunung Salak. tirto.id/Fuad

Indonesia Tetap Pilih Sukhoi

Pesawat tempur Sukhoi mulai mengisi jajaran alutsista Indonesia sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Presiden kelima Indonesia itu menandatangani pembelian empat pesawat Sukhoi dan dua helikopter tempur buatan Rusia pada 22 April 2003. Kala itu, Menteri Perdagangan dan Perindustrian Rini Soewandi ikut serta mendampingi Presiden Megawati.

Transaksinya mencapai 193 juta dolar AS dalam bentuk imbal dagang dengan komoditas pertanian Indonesia. Pada 2015, usai tragedi Sukhoi Superjet 100-95, Indonesia kembali bernegosiasi dengan Rusia untuk pembelian Sukhoi Su-35 untuk mengisi jajaran jet tempur modern TNI Angkatan Udara.

Kali itu, Indonesia juga punya misi melakukan transfer teknologi pesawat tempur sehingga proses pembelian Sukhoi ini berjalan alot. Bersamaan dengan negosiasi itu, sempat pula muncul iming-iming dari produsen lain. Namun, TNI AU tetap menginginkan Sukhoi Su-35 sebagai pengganti pesawat tempur F-5 Tiger II yang sudah tua.

Keputusan bulat TNI AU itu bukan tanpa alasan. Segala aspek sudah dipertimbangkan, seperti harga, perawatan, biaya operasional, keandalan, terutama efek gentar (deterrent effect) dan lainnya.

Efek gentar inilah yang telah dibuktikan oleh Sukhoi. Kemampuan pesawat tempur Sukhoi untuk mengimbangi pesawat tempur negara-negara tetangga sudah ditunjukkan oleh adik dari Sukhoi Su-35 yaitu Sukhoi Su-27 dan Su-30. Dalam sebuah latihan gabungan antar negara yang diberi nama Pitch Black 2012 yang berlangsung di Darwin, Australia, Sukhoi Indonesia bisa mengatasi F/A-18 Hornet Australia dalam pertempuran udara jarak pendek (dogfight).

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 14 Januari 2021 dengan judul "Kronologi Kecelakaan Pesawat Sukhoi di Gunung Salak Tahun 2012". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN PESAWAT atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Mild report
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto & Fadrik Aziz Firdausi