Menuju konten utama

Sudah Ada e-Budgeting, Kenapa Pemda Suka Rapat Anggaran di Hotel?

Tjahjo Kumolo menjelaskan, lembaganya hanya menerbitkan SOP baru dalam pelayanan konsultasi, yaitu agar tidak dilakukan di hotel pada malam hari.

Sudah Ada e-Budgeting, Kenapa Pemda Suka Rapat Anggaran di Hotel?
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/12/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo buka suara terkait keluhan para pelaku usaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang mempersoalkan larangan rapat di hotel. Tjahjo menyebut lembaganya tidak pernah mengeluarkan larangan yang dimaksud.

Klarifikasi Tjahjo ini menjawab keluhan Ketua Umum PHRI, Haryadi Sukamdani saat acara “HUT ke-50 PHRI” di Puri Agung Convention Hall Jakarta, Senin (11/2/2019) malam. Hariadi dalam acara yang dihadiri Presiden Jokowi itu menilai kebijakan melarang rapat di hotel mengancam keberlangsungan industri perhotelan di Tanah Air.

Presiden Jokowi pun memastikan larangan bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan rapat di hotel, seperti dikeluhkan PHRI pun tak akan ditindaklanjuti.

“Saya ingin menjawab apa yang menjadi statemen Mendagri dulu, tadi baru saja saya diberi tahu sudah beres, tidak akan ditindaklanjuti,” kata Jokowi dalam acara HUT ke-50 PHRI.

Sontak, keesokan harinya, Tjahjo langsung mengklarifikasi soal larangan rapat di hotel yang diprotes PHRI tersebut.

“Mendagri tidak pernah membuat pengaturan mengenai larangan rapat-rapat di hotel. Justru hampir 100 persen kegiatan Kemendagri di berbagai tingkatan/kegiatan di daerah juga di hotel,” kata Tjahjo dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Selasa (12/2/2019).

Tjahjo menjelaskan, lembaganya hanya menerbitkan SOP (standar prosedur operasi) baru dalam pelayanan konsultasi, yaitu agar tidak dilakukan pada malam hari.

Imbauan itu mengacu pada insiden pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga dianiaya saat mendatangi acara konsultasi antara Kemendagri dengan DPRD Papua/Pemprov Papua terkait pembahasan RAPBD.

Atas pertimbangan itu, Tjahjo memutuskan untuk melarang rapat anggaran di hotel pada malam hari.

“Setelah kasus penganiayaan staf KPK karena KPK dapat laporan ada rapat malam bahas anggaran daerah di hotel. Saat pembahasan anggaran antara Pemda Papua dan Ditjen Keuda/DPRD timbul penafsiran yang diindikasikan macam-macam,” kata Tjahjo.

“Kalau rapat anggaran di hotel jangan malam hari dan sebaiknya utusan pemda silakan bermalam di hotel, tapi konsultasi anggaran di kantor,” kata Tjahjo.

Hal senada diungkapkan Kepala Biro dan Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Mudzakir. Menurut dia, tidak ada larangan soal pembahasan anggaran dilakukan di hotel.

“Waktu rapat apakah sore atau malam tidak diatur secara khusus. Yang penting setiap kegiatan dilaksanakan secara efektif dan efisien,” kata Mudzakir saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (12/2/2019).

Selain itu, kata Mudzakir, pemerintah tidak melarang rapat dilakukan malam hari di hotel. Kemenpan-RB pun membantah jika lembaganya pernah menerbitkan regulasi yang melarang pemerintah/lembaga melakukan rapat di hotel.

Pada 2014, Presiden Jokowi memang sempat menginstruksikan agar seluruh pejabat pemerintahan tidak lagi rapat di hotel. Instruksi tersebut diperkuat dengan Surat Edaran Menteri PANRB No. 11/2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat Di Luar Kantor.

Namun, sejumlah instansi tetap menjalankan rapat di hotel, termasuk Pemprov Papua. Alasannya, mereka sulit mematuhi aturan itu, karena keterbatasan ruangan. Sebab, rapat koordinasi dinilai perlu ruangan yang besar untuk wilayah Papua.

Akhirnya, aturan yang diterbitkan Yuddy Chrisnandi (Menpan RB saat itu) tidak berlangsung lama. Setelah menulai pro-kontra antara pemerintah dan pengusaha hotel, Kemenpan RB pun luluh. Mereka memperbolehkan kembali rapat di hotel dengan penerbitan Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2015.

Meski demikian, Mudzakir menyebut, aturan yang diterbitkan di masa lalu itu hanya sebatas imbauan, bukan larangan.

“Itu imbauan yang menekankan efisiensi,” kata Mudzakir.

Karena itu, kata dia, rapat di hotel kini diperbolehkan. Akan tetapi, kata Mudzakir, rapat di hotel dilakukan berdasarkan kondisi dan urgensinya.

“Harus dicek dulu kondisi dan urgensinya. Dan Kemdagri lebih tepat menilai [penting dan tidaknya rapat di hotel]” kata Mudzakir.

Seharusnya Perkuat e-Government

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menyoroti sikap dari Kemendagri dan Pemprov Papua dalam menjalankan rapat di Hotel Borobudur yang digelar pada malam hari dan berujung pada dugaan pemukulan penyelidik KPK.

Misbah memandang, rapat penting seperti RAPBD seharusnya dilakukan saat jam kerja dan tidak di hotel. Ia menilai wajar bila KPK datang untuk memantau karena tidak lazim rapat dilakukan pada malam hari dan membahas anggaran.

“Makanya sangat wajar ketika kemudian KPK melakukan penelusuran terhadap potensi yang akan ditimbulkan dari rapat-rapat di luar jam kerja itu,” kata Misbah kepada reporter Tirto.

Misbah mengkritik rapat pemerintah daerah yang dilakukan di Jakarta dan menyewa hotel berbintang. Sebab, hal itu berpotensi membuat anggaran boros dan tidak efektif.

Menurut Misbah, pemerintah seharusnya menerapkan e-government, sehingga tatap muka dapat diminimalisir. Sebab, kata Misbah, pertemuan secara langsung justru berpotensi memunculkan transaksional dalam pembahasan anggaran.

“Sekarang sudah ada e-planning, e-budgeting, kenapa itu tidak difungsikan? Kenapa masih ada pertemuan-pertemuan yang pada praktiknya […] menimbulkan potensi penyelewengan,” kata Misbah.

Misbah berharap pemerintah bisa mengurangi pertemuan yang dilakukan secara langsung. Ia menyarankan agar konsultasi anggaran antara Kemendagri dan pemerintah daerah mengoptimalkan penerapan e-planning dan e-budgeting.

Menurut dia, pemerintah daerah pun seharusnya cukup menginformasikan dengan teknologi yang ada, tanpa harus bertatap muka.

“Kementerian harusnya sudah memberi warning kepada pemerintah daerah untuk tidak lagi ke Jakarta hanya sekadar ingin mempertahankan argumen terhadap RAPBD-nya. Itu, kan, bisa dilakukan kalau memang pemeriksaannya menggunakan teknologi informasi. Saya pikir itu akan lebih efektif,” kata Misbah.

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN PEMERINTAH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz