Menuju konten utama

Subvarian Omicron BA2 vs BA1, Apa Beda Gejalanya?

Dari penelitian yang dirilis WHO, uji coba pada hamster menunjukkan BA.2 dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah pada hamster dibandingkan BA.1.

Subvarian Omicron BA2 vs BA1, Apa Beda Gejalanya?
Ilustrasi Omicron. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kasus COVID-19 di Indonesia kembali memunculkan kecemasan publik. Awal tahun ini kasus COVID-19 kembali melonjak setelah ditemukannya varian Omicron.

Tercatat ada 64.718 tambahan kasus harian pada pertengahan Februari lalu, tertinggi sejak kasus pertama ditemukan di Indonesia.

Angka ini memupuskan harapan yang sempat muncul di akhir 2021, sebab waktu itu kurva kasus COVID-19 tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Bahkan cenderung datar (flat).

Dilansir dari laman COVID-19, update kasus per 2 maret 2022 COVID-19 aktif terkonfirmasi ada 536.823 kasus. Tentu hal tersebut perlu menjadi catatan bagi semua pihak untuk turut waspada menghadapi virus COVID-19 yang terus bermutasi.

Varian Omicron yang menyita perhatian saat ini, seperti dilansir WHO, merupakan varian dominan yang beredar secara global. Varian ini terhitung hingga memasuki bulan ke tiga 2022 setidaknya sudah memiliki beberapa subvarian yaitu BA.1, BA1.1, BA.2, dan BA.3.

Beberapa studi telah menunjukkan hasil penelitian, subvarian BA.2 menyebabkan gejala yang lebih parah. Namun, ada yang menyebut bahwa gejalanya sama dengan Omicron biasa.

Dari penelitian yang dirilis WHO, uji coba permodelan telah dilakukan pada hamster di laboratorium Jepang. Data menunjukkan bahwa BA.2 dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah pada hamster dibandingkan dengan BA.1.

Kendati demikian, laporan dari penelitian lain mempertimbangkan data tentang tingkat keparahan klinis dari Afrika Selatan, Inggris, dan Denmark. Dalam data ini, tidak ada perbedaan tingkat keparahan yang dilaporkan antara BA.2 dan BA.1.

Studi lain yang dilakukan juga telah mengevaluasi risiko infeksi ulang dengan BA.2 selepas BA.1. Permulaan dari studi reinfeksi tingkat populasi menunjukkan bahwa infeksi dengan BA.1 memberikan perlindungan yang kuat terhadap infeksi ulang dengan BA.2, setidaknya untuk periode yang terbatas.

Hal tersebut sama sekali bukan menjadi alasan untuk tidak awas terhadap penularan virus COVID-19.

Saat ini, varian Omicron menyumbang 99% dari semua kasus yang terlacak. Hal tersebut tak lepas dari keunggulan berbagai subvarian Omicron seperti yang disampaikan oleh WHO dalam Medical News Today.

Lembaga Kesehatan Dunia itu menyebutkan bahwa BA.2 memiliki keunggulan dibandingkan BA.1. Keunggulan tersebut terletak pada tingkat penularannya.

Studi terbaru menunjukkan bahwa BA.2 memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan BA.1, sebagian besar karena tingkat transmisibilitasnya.

Hal senada disampaikan oleh Priyom Bose, doktor dalam Biologi Tumbuhan dan Bioteknologi dari Universitas Madras, yang menyampaikan bahwa BA.2 sekitar 1,5 kali lebih menular daripada BA.1.

Sejauh ini belum ada keterangan resmi mengenai gejala tersendiri dari infeksi BA.2. Demikian, COVID-19 varian Omicron sendiri diketahui memiliki gejala seperti flu pada umumnya.

Berikut gejala umum COVID-19 varian Omicron:

- Demam

- Batuk

- Sakit Kepala

- Pilek

- Tenggorokan gatal

- Berkeringat di malam hari

- Kelelahan

- Nyeri otot di banyak bagian tubuh

Apabila Anda mendapati gejala tersebut, dan setelah melakukan tes ternyata hasilnya positif, segeralah memberi tahu orang yang pernah kontak erat selama periode 24 jam.

Selanjutnya yang penting dilakukan setelah terkonfirmasi positif COVID-19 ialah isolasi mandiri. Jika Anda tak memenuhi syarat untuk melakukan isolasi mandiri di rumah, Anda dapat menghubungi fasilitas kesehatan terdekat.

Lakukan komunikasi intens dengan dokter untuk memantau perkembangan kondisi Anda. Hal ini bisa dilakukan melalui telemedicine yang telah tersedia.

Lindungi orang lain saat isoman dengan sebisa mungkin tidak berbaur dalam satu ruangan. Jika ingin berkomunikasi pakailah masker yang memadai untuk menghindari resiko penularan.

Baca juga artikel terkait OMICRON atau tulisan lainnya dari Auvry Abeyasa

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Auvry Abeyasa
Penulis: Auvry Abeyasa
Editor: Nur Hidayah Perwitasari