Menuju konten utama

Subsidi Listrik 2017 Ditetapkan Rp44,98 Triliun

Pagu anggaran subsidi listrik pada 2017 ditetapkan sebesar Rp44,98 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah dari usulan pemerintah sebesar Rp44,98 triliun. Subsidi listrik ini diberikan untuk 23,15 juta pelanggan kurang mampu dengan rincian sebanyak 19,1 juta merupakan pelanggan 450 VA dan 4,05 juta adalah pelanggan 900 VA.

Subsidi Listrik 2017 Ditetapkan Rp44,98 Triliun
Petugas PLN melakukan perawatan rutin jaringan listrik di jalan raya Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto/Antara.

tirto.id - Subsidi listrik bagi pelanggan 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA pada 2017 sebesar Rp44,98 triliun. Anggaran tersebut lebih rendah dari usulan awal yang mencapai Rp48,56 triliun. Pagu anggaran ini telah diketok dalam rapat panitia kerja (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Wakil Ketua Banggar DPR, Said Abdullah saat memimpin rapat Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan di Jakarta, Selasa (20/9/2016) malam mengatakan, subsidi listrik tersebut diberikan untuk 23,15 juta pelanggan kurang mampu dengan rincian sebanyak 19,1 juta merupakan pelanggan 450 VA dan 4,05 juta adalah pelanggan 900 VA.

"Subsidi listrik dari usulan Rp48,56 triliun menjadi Rp44,98 triliun," ujarnya seperti dilansir kantor berita Antara.

Data pelanggan yang berhak menerima subsidi sebanyak 23,15 juta tersebut mengacu pada data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dari keseluruhan 45,1 juta pengguna listrik dari PLN.

Selain itu, rapat Panja Banggar juga menyetujui penetapan subsidi elpiji tiga kilogram sebesar Rp20 triliun atau mengalami penurunan dari usulan awal dalam RAPBN 2017 sebesar Rp29 triliun.

Namun, rapat Panja menolak usulan pemerintah atas pemberian subsidi bagi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar Rp1,1 triliun, dengan alasan subsidi lebih ideal diberikan untuk masyarakat miskin.

Dengan demikian, pemerintah akan mencari insentif untuk pengembangan EBT bagi kelangsungan program kerja PLN dari pagu belanja lainnya.

"Kami mencarikan insentif lain untuk EBT supaya PLN tetap bisa menerima pasokan energi. Insentif ini tidak lewat mata anggaran subsidi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara yang hadir dalam rapat Panja mewakili pemerintah.

Seperti diketahui, pemerintah sendiri bersikeras ingin mencabut subsidi listrik dengan alasan tidak tepat sasaran sejak dua tahun terakhir ini. Misalnya, niat pemerintah untuk mencabut subsidi listrik bagi pelanggan 900 VA itu sudah direncanakan sejak awal tahun 2015 lalu. Namun, rencana itu ditolak Komisi VII DPR RI dengan alasan masyarakat belum siap menerima kenaikan tarif listrik.

Meski sempat ditolak DPR, pemerintah terus menggulirkan rencana mencabut subsidi listrik ini. Pada November 2015, Kementerian ESDM memberikan mandat kepada PLN untuk mendata ulang penikmat listrik subsidi dengan daya 450 VA dan 900 VA. PLN diberi waktu selama enam bulan untuk memvalidasi datanya.

Mandat itu merupakan tindak lanjut dari hasil rapat Presiden Joko Widodo dengan sejumlah menteri dan direksi PLN pada 4 November 2015 terkait rencana pencabutan subsidi tarif listrik. Rapat tersebut memutuskan pencabutan subsidi listrik terhadap 23,3 juta pelanggan berdaya 450 VA dan 900 VA ditunda, dari yang sebelumnya 1 Januari 2016 menjadi Juni 2016.

Presiden Jokowi memberikan arahan perlunya dilakukan penyisiran data guna meyakinkan bahwa kebijakan subsidi listrik tepat sasaran. Salah satu instruksi presiden adalah data pelanggan listrik PLN dan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengenai penduduk miskin harus sesuai.

Hasil sinkronisasi data tersebut menunjukkan dari 22 juta pelanggan 900 VA, hanya sekitar 4,1 juta yang dinyatakan berhak menerima subsidi. Selebihnya, 18 juta pelanggan lainnya harus mengikuti tarif pelanggan 1.300 VA. Berbekal data itu, PLN siap memulai penataan subsidi sesuai perintah pemerintah.

Baca juga artikel terkait SUBSIDI LISTRIK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz