Menuju konten utama
INSTRAN:

Subsidi Kendaraan Listrik Lebih Tepat untuk Transportasi Publik

INSTRAN sebut pemberian subsidi untuk pembelian kendaraan listrik adalah kebijakan sembrono apabila bukan skema konversi.

Subsidi Kendaraan Listrik Lebih Tepat untuk Transportasi Publik
Pengunjung mengamati sejumlah kendaraan motor dinas Pemerintah Kota Bogor yang menggunakan energi listrik saat dipamerkan di Balaikota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.

tirto.id - Pemerintah resmi memberikan bantuan atau subsidi pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk sepeda motor dan mobil. Bantuan tersebut mulai efektif diberikan pada 20 Maret 2023 dan berlaku sampai dengan akhir Desember 2023.

Untuk sepeda motor, pemerintah menyiapkan sedikitnya Rp1,75 triliun. Anggaran tersebut diperuntukkan untuk 250.000 ribu unit motor listrik dengan masing-masing bantuan senilai Rp7 juta. Rinciannya: 200.000 unit untuk kendaraan baru, sisanya 50.000 untuk konversi.

Pemerintah juga akan memberikan bantuan pembelian kendaraan listrik sebanyak 35.900 unit untuk roda empat atau mobil dan bus sebanyak 138 unit. Anggaran ini nantinya akan disiapkan dan dihitung lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan selaku bendahara umum negara.

Direktur Eksekutif INSTRAN, Deddy Herlambang menilai, pemberian subsidi oleh pemerintah untuk pembelian kendaraan listrik adalah kebijakan sembrono apabila bukan skema konversi. Sebab di DKI Jakarta kendati telah dilakukan rekayasa ganjil genap, masih terjadi kemacetan lebih parah dibandingkan sebelum pandemi COVID-19.

"Saat ini jumlah kendaraan bermotor sangat over melebihi kapasitas jalan, dapat mencapai lebih 8.000 smp (satuan mobil perjam)" kata Deddy kepada reporter Tirto, Senin (13/3/2023).

Menurut Dedyy, subsidi dari pemerintah akan lebih tepat guna jika diberikan kepada pengguna angkutan umum massal seperti angkutan berbasis jalan dan berbasis rel. Pemberian proporsi subsidi tersebut akan memberikan semangat dan gairah bagi masyarakat untuk menggunakan angkutan umum.

"Sehingga mereka mau meninggalkan kendaraan pribadinya yang berdampak kelancaran lalu lintas di jalan raya," jelasnya.

Jika pemerintah tetap memaksakan subsidi untuk pembelian kendaraan listrik tanpa konversi, adalah sebuah fakta bahwa pemerintah memang tidak berpihak kepada pemberdayaan angkutan umum. Karena telah banyak mobil disubsidi seperti LCGC, mobil bebas pajak pembelian dan kini ada lagi subsidi kendaraan listrik.

“Sementara pembangunan transportasi umum sangat minim bahkan tidak ada di daerah. Saat ini kita krisis angkutan umum bukan krisis kendaraan pribadi. Modal share angkutan umum terancam berkurang jika pemerintah bersikeras memaksakan subsidi kendaraan listrik," jelasnya.

Menurut Deddy, pemerintah terlalu bersemangat berpihak kepada satu sektor industri otomotif karena tidak berimbang memihak sektor transportasi umum. Bilamana tetap ada subsidi kendaraan listrik, maka pemberian subsidi harus berdasarkan skema konversi.

“Maka kendaraan BBM fosil dapat ditukarkan kendaraan listrik baru dengan harga subsidi, sehingga jumlah kendaraan di jalan tidak bertambah," jelasnya.

Risiko terburuk, kata Deddy, bila kendaraan listrik tetap harus disubsidi, maka penjualannya wajib dibatasi supaya tidak menambah zona kemacetan jalan lagi. Sebaiknya kendaraan listrik dijual di luar wilayah Jabodetabek dan konsekuensinya Polda Metro Jaya dilarang mengeluarkan pelat nomor bagi pembelian kendaraan listrik di dalam wilayah hukumnya.

“Kami sangat berharap subsidi kendaraan dibatalkan untuk dipindahkan kepada subsidi angkutan umum yang selama ini malah berkurang, baik moda berbasis jalan atau rel,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz