Menuju konten utama

Suasana Ngabuburit di Malioboro Jelang Buka Puasa Usai Relokasi PKL

Suasana sepinya Malioboro jelang buka puasa pada Ramadan tahun ini sangat kontras dengan tahun sebelumnya.

Suasana Ngabuburit di Malioboro Jelang Buka Puasa Usai Relokasi PKL
Pedestrian di Jalan Suryatmajan yang dulu dikenal sebagai area kuliner kaki lima tempat wisatawan ngabuburit bulan Ramadan. (tirto.id/M. Irfan Al Amin)

tirto.id - Tidak ada yang istimewa di Malioboro selama Ramadan 1443 Hijriah. Setidaknya hal itulah yang ditunjukkan dari area wisata yang kini sedang diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Terlihat tidak ada yang berbeda, sehingga saat berkunjung ke Malioboro pada Ramadan ini tidak ada bedanya dengan hari biasa.

Di sana kita hanya melihat orang berjalan lalu lalang, mengambil foto, rehat sejenak setelah berjalan dan kegiatan wisata lainnya. Ternyata suasana yang menjemukan ini muncul setelah relokasi PKL dari area pedestrian menuju area terpadu di Teras Malioboro 1 dan 2.

Hingga azan Maghrib berkumandang, tidak ada yang spesial dari Malioboro. Hanya sejumlah pertokoan menyalakan lagu bernuansa religi sebagai penanda saat ini sedang bulan suci. Tak lupa mereka mulai ancang-ancang menempelkan berbagai promo menyambut sebentar lagi hari raya. Selain itu, suasana Malioboro tak ubahnya area pertokoan biasa.

Selain alunan musik religi, di sejumlah titik di Malioboro juga diramaikan dengan sejumlah kegiatan filantropi. Segenap masyarakat membagikan takjil gratis yang disambut oleh berbagai lapisan masyarakat, dari pengemis yang mengenakan pakaian compang-camping, hingga wisatawan yang juga tak kalah mengambil antre agar dapat bagian. Lauknya pun beragam dari siomay, gorengan, hingga nasi ayam. Menjadi salah satu penanda bahwa Malioboro sedang berada di bulan Ramadan.

Memet Suryadi, salah satu penarik becak di Malioboro mengatakan, suasana sepinya Malioboro di Ramadan tahun ini sangat kontras dengan tahun sebelumnya. Meski sebelumnya sedang berada dalam kondisi pandemi COVID-19, tapi pedagang masih dibolehkan menggelar dagangan di pedestrian.

Hal itulah yang menjadikan suasana Malioboro nampak semarak. Memet yang berprofesi sebagai tukang becak hanya bisa mengenang masa ramai tersebut. Karena selama nyaris setengah bulan dia sepi dari orderan. Sedikit pelancong atau warga lokal yang menggunakan jasanya.

“Sekarang para pedagang sudah dipusatkan ke Teras 1 dan 2 sehingga wisatawan tidak bisa eksplorasi ke seluruh titik Malioboro. Mereka masuk dan langsung keluar, karena semuanya ada dalam satu tempat,” kata Memet saat ditemui reporter Tirto pada Kamis (14/4/2022).

Malioboro dan Suasana Ngabuburit

Pedagang sate di salah satu pedestrian menjual dagangan kepada wisatawan yang hendak berbuka. (tirto.id/M. Irfan Al Amin)

Dalam memori Memet, ada satu titik pedestrian yang dulu sering menjadi lokasi ngabuburit alias menunggu waktu buka puasa. Lokasi itu ada di sekitar Jalan Suryatmajan. Di sanalah para pedagang kaki lima yang berfokus pada usaha kuliner saling beradu rasa. Masyarakat yang hendak berbuka bisa memilih aneka jajanan sesuai selera. Berkeliling tenda mencicipi satu makanan dengan lainnya.

“Sekarang orang kulineran sudah banyak bergeser, banyak yang memilih di sekitar Alun-Alun Utara dan Selatan, yang berada dalam gang di Malioboro juga tidak banyak yang ramai," ungkapnya.

Dirinya memprediksi bahwa Malioboro akan ramai saat menjelang lebaran. Saat itu banyak orang akan menghamburkan uangnya untuk membeli pakaian di sejumlah swalayan dan juga lapak pedagang pakaian.

“Kalau H-10 [Idulfitri] itu biasanya baru banyak, dari pemudik di tanggal segitu juga sudah mulai berdatangan," imbuhnya.

Momentum takjil di Malioboro juga dimanfaatkan Hanibal Dani, seorang pedagang asongan yang menawarkan air mineral kepada para wisatawan. Ia mengungkapkan banyak orang yang datang ke Malioboro tanpa membawa bekal, sehingga kebingungan mencari minuman dan makanan untuk membatalkan puasa.

"Mereka datang berharap cari makanan, namun tidak jarang hanya duduk di taman dan membatalkan buka dengan membeli jajanan dari kami," ungkapnya.

Meski dagangan milik Dani menjadi pilihan dalam membatalkan puasa, namun tidak banyak berdampak pada omset dagangannya.

"Saya sehari omset cuma Rp25 ribu. Tidak banyak juga yang membeli, dan Malioboro juga masih belum memenuhi kriteria untuk menjadi destinasi wisata buka puasa," ujarnya.

Sebagai pedagang asongan, Dani dan rekan sejawatnya dengan aneka barang dagangan yang mereka bawa tidak bisa berdiam lama di satu tempat. Bila membandel dia akan kena teguran dari sejumlah aparat yang bersiaga di sepanjangan pedestrian.

"Nanti kalau saya terlalu berdagang di satu tempat, nanti kena tegur dan disuruh pindah," ucapnya.

Malioboro dan Suasana Ngabuburit

Kegiatan bagi takjil di pedestrian Malioboro yang dilakukan oleh kelompok warga setempat. (tirto.id/M. Irfan Al Amin)

Ramai di Malam Hari

Tak seperti di area pedestrian Malioboro yang nampak lengang. Teras Malioboro 1 nampak ramai oleh orang-orang yang mencari menu buka puasa. Pasalnya di Teras Malioboro 1 ada pertunjukkan musik yang dibawakan secara langsung di atas panggung.

Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Malioboro Ahmad Yani (Pelmani), Slamet Santoso menuturkan, saat ini para pedagang masih dalam proses penyesuaian di tempat baru mereka setelah digusur dari pedestrian Malioboro.

"Ramadan tahun ini masih banyak penyesuaian, sehingga kami masih mencari konsep yang tepat untuk ngabuburit tahun ini di tempat baru," ujarnya.

Selain itu, di minggu kedua Ramadan saat ini masih banyak pedagang yang menutup lapaknya dan menurut Slamet itu sudah menjadi tradisi rutin saat bulan puasa tiba.

"Itu sudah rutin pedagang tidak buka lapak, bahkan jumlahnya bisa mencapai 50 persen dari total pedagang," imbuhnya.

Ia mengakui bahwa di tahun sebelumnya, ngabuburit di Malioboro cukup semarak.

“Tentu kalau tahun kemarin sangat ramai, tapi kalau tahun ini semuanya difokuskan di Teras Malioboro 1 dan 2 sehingga area pedestrian nampak sepi, dan ramai hanya dengan pejalan kaki," jelasnya.

Slamet menerangkan suasana pasar perbelanjaan di Teras 1 dan 2 akan kembali ramai sepekan sebelum lebaran. Karena menurutnya animo pemudik sudah mulai naik, dan menjadi mayoritas pembelanja terutama dalam bidang pakaian.

"Banyak pemudik dari luar kota yang sudah curi start di H-7 lebaran dan biasanya para pedagang baru mulai ramai ketika H-3. Bisa dipastikan 100 persen lapak bakal buka semuanya," terangnya.

Malioboro dan Suasana Ngabuburit

Kegiatan bagi takjil di pedestrian Malioboro yang dilakukan oleh kelompok warga setempat. (tirto.id/M. Irfan Al Amin)

Secara terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Srie Nurkyatsiwi mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengembangkan sejumlah usulan dari para pedagang mengenai momentum menyemarakkan Ramadan.

“Ada sejumlah aspek yang perlu dipertimbangkan, salah satunya potensi penularan COVID-19. Terkait kondisi COVID-19, prokes, harus kita tata dulu, karena ini pasti beda dengan sebelum Covid-19, jangan sampai itu, terlalu penuh dan pengunjungnya ramai. Sudah ada catatan-catatan, apa yang harus kita lakukan," kata sosok yang akrab disapa Siwi saat dihubungi Tirto.

Siwi menjanjikan bahwa Malioboro kali ini akan kembali ramai, terutama di Teras 1 dan 2. Karena banyak pedagang yang masih mengeluhkan penurunan omset setelah dihantam pandemi dan relokasi.

“Ini jadi komitmen kita bersama, bagaimana perekonomian bisa tetap bergeliat selama Ramadan, karena kan selama puasa pengunjung berkurang, tentunya berbeda. Dan ini semua dilakukan dari teman-teman dalam, kami tidak mendatangkan pedagang lain dari luar" imbuhnya.

Baca juga artikel terkait MALIOBORO atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz