Menuju konten utama

Suara Jemaah First Travel Saat Andika Buka-bukaan Soal Aset

Kuasa hukum jemaah First Travel mengatakan pengakuan Andika soal aset First Travel tidak akan mengurungkan niat jemaah untuk menuntut ganti rugi.

Suara Jemaah First Travel Saat Andika Buka-bukaan Soal Aset
Sejumlah korban First Travel membentangkan spanduk di depan Pengadilan Negeri Depok jelang sidang perdana kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel, Senin (19/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Andika Surachman, Direktur Utama PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) buka-bukaan soal aset perusahaan sebelum ia dan istrinya, Anniesa Hasibuan ditangkap Bareskrim Polri, pada 8 Agustus 2017. Pasangan suami-istri ini diduga menipu jemaah dengan cara mengiming-imingi perjalanan umrah murah, tapi setelah biaya disetorkan mereka tidak diberangkatkan ke Makkah.

Atas perbuatannya itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat telah menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara untuk Andika, dan 18 tahun penjara bagi Anniesa. Meskipun kedua bos First Tavel itu telah divonis, akan tetapi nasib jemaah yang jumlahnya sekitar 63 ribu orang belum juga mendapat keadilan.

Setelah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Rumah Tahanan Kelas II B Cilodong, Depok, Andika mulai buka-bukaan soal aset First Travel yang belum pernah ia ungkapkan di pengadilan. Kepada reporter Tirto, ia mengaku asetnya berpindah tangan ke rekanan bisnis dan pengacara jemaah hingga "dirampas negara".

Namun demikian, buka-bukaan Andika itu hanya ditanggapi sinis oleh sebagian jemaah yang ditipunya. Seperti respons yang ditunjukkan Dewi Gustiana, salah satu pelapor perkara First Travel saat membaca laporan Tirto perihal pengakuan Andika soal aset First Travel yang dirilis, pada Kamis (13/9/2018).

“Sekarang siapa tanggung jawab? Nasib puluhan ribu jemaah sudah enggak jelas. Pemerintah pun tidak pernah hadir. Di mana pikiran owner? Sekarang mau menyalahkan siapa, karena tetap saja dia [Andika dan Anniesa] yang salah,” kata Dewi kepada Tirto.

Setelah melihat laporan itu, Dewi bahkan mengaku bingung dalam menentukan pihak mana yang bertanggung jawab dalam kasus First Travel ini. Ia melihat masalah yang berawal dari tidak ingin memberangkatkan para jemaah umrah menjadi semakin tidak jelas.

Dewi memandang, kasus First Travel telah merugikan banyak pihak dengan sempurna. Mulai dari agen, koordinator, PIC (Person In Charge), hingga cabang. Pada sisi lain, Andika menikmati uang hasil penipuan para jemaah, sedangkan para agen, koordinator, PIC, hingga cabang kehilangan uang dan kepercayaan.

“Kami kehilangan uang, kepercayaan dan nama baik,” kata Dewi.

Dewi pun semakin yakin kalau aset-aset Andika seharusnya dikembalikan kepada para jemaah, lebih-lebih setelah mengetahui sebagian aset First Travel yang berada di tangan Umar Bakadam. Dalam laporan Tirto maupun salinan putusan, Umar memegang beberapa aset Andika, seperti mobil dan rumah.

Meski yakin aset akan dikembalikan, Dewi lebih memilih menunggu proses hukum berjalan sambil berkonsultasi. “Kami masih menunggu proses di Mahkamah Agung juga dari pihak Istana [Negara]. Nanti masih dibahas tim pengacara,” kata Dewi.

Hal berbeda diungkapkan Heny, salah satu jemaah First Travel asal Surabaya. Ia menilai temuan tersebut sebagai titik terang dalam perkara First Travel. Heny mengaku sedih karena kasus hukum yang menyeret Andika sebelumnya bertujuan untuk mengambil hak jemaah, justru menjadi bancakan.

“Sebenarnya kan kami lapor ke polisi agar semua aset bisa dikembalikan ke jemaah […] hanya itu. Atau diberangkatkan dengan pengawasan ketat dari Kemenag. Lah kok [uangnya] jadi buat pesta, uang rakyat yang mau ke baitullah," kata Heny saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Karena itu, Heny berharap kebenaran akan semakin terungkap. Perempuan yang berumur di atas 50 tahun ini mengaku hanya ingin mencari keadilan, bukan menjadi korban.

Secara terpisah, kuasa hukum jemaah First Travel Mustolih Siradj mengatakan, pengakuan Andika perihal aset First Travel tidak akan menghentikan niatan sekitar 320 jemaah yang dipegangnya untuk tetap menuntut ganti rugi.

“Fokus kami bagaimana uang jemaah bisa kembali. Kalau tidak, jemaah tidak rela dunia akhirat,” kata Mustolih saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Mustolih menilai, permasalahan First Travel sebenarnya bisa diselesaikan bila Andika dan manajemen First Travel mau hadir dalam mediasi yang difasilitasi Kemenag. Sayangnya, kata dia, pihak First Travel justru tidak hadir dalam pertemuan. Ini jadi pemicu kekesalan jemaah hingga akhirnya melaporkannya ke polisi.

Mustolih menegaskan, dalih Andika tentang pengalihan aset juga perlu ditelaah lebih lanjut. Ia khawatir pengakuan itu tidak valid. Ia mengingatkan cerita soal pihak First Travel saat berdalih ada investor yang akan memberangkatkan sisa jemaah saat sidang PKPU. Faktanya, kata dia, dalih tersebut tidak pernah terbukti.

Infografik HL Indepth First Travel

Jemaah Harus Desak Jaksa Bagi Aset First Travel

Mantan pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) First Travel, Sexio Yuni Noor Sidqi alias Kiky mengatakan, aset First Travel memang masih ada. Namun, aset itu berdasar putusan Pengadilan Negari Depok, aset-aset Andika dirampas kepada negara. Sehingga tak ada jaminan aset itu dikembalikan kepada jemaah, meski menurut Kiky, seharusnya demikian.

“Jemaah harus mem-push kejaksaan untuk melakukan itu [pengembalian aset],” katanya pada reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Sidang PKPU First Travel telah berakhir pada Mei 2018. Hasilnya, calon jemaah yang merasa tertipu memilih damai dengan menyetujui usulan damai dari Andika-Anniesa.

Berdasarkan persetujuan itu, hasilnya ada tiga keputusan: Pertama, First Travel akan memberangkatkan para jemaah untuk umrah. Kedua, First Travel akan mengembalikan dana bagi jemaah yang tidak jadi berangkat. Ketiga, First Travel meminta waktu enam hingga dua belas bulan untuk membentuk manajemen baru.

Sayangnya, opsi memberangkatkan baru bisa terealisasi pada 2019 mendatang. Sedangkan opsi refund baru bisa terjadi setelah homologasi, yaitu pengesahan hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur konkuren untuk mengakhiri kepailitan atau pailit.

Kiky mengatakan, keputusan jemaah memilih damai tidak bisa disalahkan. Sebab, jika tidak damai, First Travel akan pailit dan asetnya dinilai oleh kurator, lalu seluruh uang akan dikembalikan pada jemaah.

Namun demikian, hal itu akan terbentur pada putusan pidana. Putusan Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat sendiri mengatakan aset-aset Andika dirampas negara. “Kalau pengertian penyidik, kalau ada sita pidana, ya itu tidak bisa ditembus,” kata Kiky.

Akibatnya, aset First Travel tidak bisa dikurasi dan dikembalikan pada jemaah. Oleh sebab itu, Kiky berharap calon jemaah bersabar hingga putusan Andika-Anniesa mencapai inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

“Kalau sudah inkracht di pengadilan nanti kan ada perhitungan,” kata dia. “Harus ada terobosan itu [dikembalikan pada jemaah].”

Kiky menuturkan, banyak jemaah yang tidak percaya uang di rekening First Travel hanya tersisa kurang dari Rp10 miliar, sedangkan aset First Travel tidak mencapai Rp1,3 triliun –jumlah uang hasil penipuan Andika yang ditaksir penyidik dan jaksa. Namun, beberapa aset First Travel memang masih berceceran di berbagai tempat. Di aula Bareskrim Polri sendiri, masih ada koper-koper First Travel yang terbengkalai.

Menanggapi hal itu, Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Noor Rochmad belum bisa menjelaskan skema pembagian aset yang dirampas oleh negara. Ia mengatakan, eksekusi baru bisa dilakukan setelah putusan mencapai berkekuatan hukum tetap.

Ntar dulu. Eksekusi dilakukan manakala perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap,” katanya. “Tunggu nanti kalau sudah inkracht, sudah berkekuatan hukum tetap.”

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher & Felix Nathaniel
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz