Menuju konten utama

Suap Jual Beli Jabatan Kemenag: Reformasi Birokrasi Tak Berjalan?

Kasus korupsi di Kemenag terus berulang: Korupsi dana abadi umat, dana haji, pengadaan Alquran, komputer madrasah, hingga jual beli jabatan.

Suap Jual Beli Jabatan Kemenag: Reformasi Birokrasi Tak Berjalan?
Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy masuk mobil tahanan dengan menggunakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan setelah terjaring OTT, Jakarta, Sabtu (16/3/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama terbongkar setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy alias Romy, Jumat (15/3/2019) pekan lalu.

Romy diduga menerima duit suap dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanusin sebesar Rp250 juta. Tak hanya itu, Romy juga diduga menerima uang Rp50 juta dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi.

KPK menduga uang yang diserahkan kepada Romy sebagai imbalan karena telah memuluskan jalan Haris dan Muafaq dalam lelang jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Kemenag akhir 2018. KPK pun telah menetapkan Romy, Haris dan Muafaq sebagai tersangka pada Sabtu (16/3/2019) kemarin.

"KPK sangat miris dan menyesalkan terjadinya kembali jual beli jabatan ke kementerian yang seharusnya memberikan contoh baik bagi instansi lain," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.

KPK menggeledah sejumlah lokasi dalam rangka mendalami perkara jual beli jabatan di Kemenag, termasuk ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin. Penyidik antirasuah menyita duit senilai Rp180 juta dan 30 ribu dolar AS dari ruang kerja Lukman.

"Kemarin sudah dilakukan penyitaan uang yang ditemukan di laci meja ruang kerja Menteri Agama. Uang tersebut akan diklarifikasi juga tentunya," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/3/2019).

KPK masih menelusuri asal-muasal uang tersebut, termasuk menyelidiki dugaan keterlibatan Menteri Lukman dalam kasus suap pengisian jabatan di Kemenag.

"Uang tersebut sudah disita dan dipelajari lebih lanjut," ujar Febri.

Kasus Korupsi yang Berulang di Kemenag

Suap jual beli jabatan ini menambah daftar panjang rentetan kasus korupsi di lingkungan Kemenag. Sebut saja kasus penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2010-2013 yang menjerat Suryadharma Ali.

Suryadharma juga terjerat perkara korupsi penggunaan DOM (Dana Operasional Menteri) di Kemenag pada 2011-2014. Saat itu, Suryadharma menjabat sebagai Menteri Agama sekaligus Ketua Umum PPP.

Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Suryadharma dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp1,8 miliar pada 11 Januari 2016.

Kemudian Suryadharma mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2016, tapi ditolak. Masa hukumannya justru diperberat menjadi 10 tahun penjara.

Tak berhenti di situ, Suryadharma lalu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juni 2018 lalu. Hingga kini, eks Ketum PPP ini masih meringkuk di dalam bui.

Selain pelaksanaan haji, pengadaan kitab suci Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag tahun anggaran 2011-2012 juga turut dikorupsi. Bekas Direktur Urusan Agama Islam, Ahmad Jauhari menjadi terpidana dalam kasus tersebut.

Jauhari divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada April 2014.

Soal kasus yang menjerat Romi, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sempat memberikan komentar usai operasi tangkap tangan terhadap Romi dan dua anak buahnya. Lukman berkata kasus suap jual beli jabatan itu bersifat personal dan merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing. Ia menolak kementerian yang dipimpinnya harus ikut bertanggung jawab.

"Kementerian Agama berkesimpulan bahwa peristiwa yang terjadi pada diri RMY, HRS, MFQ dan tiga orang lainnya adalah peristiwa hukum yang bersifat personal yang merupakan tanggung jawab pribadi dan bukan persoalan kelembagaan," kata dia di Kantor Kementerian Agama, Sabtu (16/3/2019).

Lukman menyerahkan kasus pidana korupsi di kementeriannya kepada KPK. Ia memastikan akan mendukung KPK dengan menyampaikan berbagai data, informasi, dan bukti yang relevan untuk kepentingan penyidikan.

"Ke depan kami berkomitmen membangun kolaborasi yang lebih kuat dengan KPK, khususnya dalam aspek mutasi, rotasi, dan promosi jabatan di lingkungan Kementerian Agama," tambahnya.

Reformasi Birokrasi Dianggap Tak Berjalan

Lukman boleh saja berkilah demikian. Namun menurut Zaenur Rohman, peneliti korupsi pada Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat FH UGM), banyak kasus korupsi terjadi di Kemenag seperti disebut di atas, menunjukkan program reformasi birokrasi di Kemenag tidak berjalan baik. Reformasi ini terutama menyangkut perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur yang bebas korupsi.

"Proses seleksi pejabat yang semestinya dijalankan dengan prinsip merit system tidak berjalan. Pengisian jabatan pada praktiknya masih dipengaruhi kekuatan relasi politik," kata Zaenur Rohman melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (19/3/2019).

Salain pentingnya reformasi birokrasi di Kemenag, Zaenur melihat pemidanaan terhadap perbuatan perdagangan pengaruh (trading of influence) perlu diberlakukan. Zaenur mengacu pada kasus Romy selaku petinggi partai politik yang tidak memiliki kewenangan di Kemenag.

Zaenur menuturkan, dagang pengaruh sebenarnya sudah disebut dalam Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) sebagaimana diratifikasi dalam UU Nomor 7 Tahun 2006. Namun, undang-undang ratifikasi belum mencantumkan ancaman pidana.

"Tetapi undang-undang ratifikasi belum mencantumkan ancaman pidana, akhirnya KPK menggunakan pasal suap untuk menjerat pelaku praktik perdagangan pengaruh," jelasnya.

Sistem lelang jabatan secara daring di Kemenag juga dinilai tidak jadi jaminan praktik rasuah akan menghilang. Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mempertanyakan sistem yang yang bertujuan mendorong transparansi dalam pengisian jabatan publik tersebut.

"Apakah benar diterapkan secara transparan? Lantas kenapa para calon diduga negosiasi via Romahurmuziy?" kata Agus saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (18/3/2019).

Selain perlu menerapkan sistem lelang jabatan yang baik, Agus menilai, integritas panitia yang mengurusi proses pengisian jabatan pun perlu ditingkatkan.

Sementara itu, Kemenag belum mau menanggapi terkait reformasi birokrasi dan transparansi pengisian jabatan di lingkungannya. Reporter Tirto sudah berupaya menghubungi Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag, Mastuki, akan tetapi belum ada tanggapan hingga laporan ini diterbitkan.

Baca juga artikel terkait OTT KPK ROMAHURMUZIY atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan