Menuju konten utama

Studi: Siswa Sekolah Menengah yang Jomblo Justru Minim Depresi

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of School Health mengungkapkan bahwa remaja yang memilih untuk jomblo lebih baik dalam keterampilan sosial minim depresi.

Studi: Siswa Sekolah Menengah yang Jomblo Justru Minim Depresi
Ilustrasi remaja. AP Photo/Markus Schreiber

tirto.id - Kencan atau pacaran adalah bagian normal di masa remaja. Tetapi penelitian baru dari University of Georgia telah menemukan bahwa tidak berkencan bisa menjadi pilihan yang sama bermanfaatnya bagi remaja yang berkencan. Bahkan dalam beberapa hal, remaja yang memilih tidak berkencan justru memiliki nasib yang lebih baik seperti minim menderita depresi.

Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam Journal of School Health mengungkapkan bahwa remaja yang memilih untuk tidak berkencan atau menjadi jomlo lebih baik dalam keterampilan sosial dan kepemimpinan.

Studi yang dipublikasikan secara online di The Journal of School Health, menemukan bahwa remaja yang tidak berhubungan romantis selama sekolah menengah pertama dan menengah atas memiliki keterampilan sosial yang baik, minim depresi, dan bernasib lebih baik atau setara dengan teman sebaya yang berkencan.

"Mayoritas remaja telah memiliki beberapa jenis pengalaman romantis pada usia 15 hingga 17 tahun, atau remaja pertengahan," kata Brooke Douglas, seorang mahasiswa doktoral dalam promosi kesehatan di College of Public Health UGA dan penulis utama studi tersebut seperti dilansir dari laman Science Daily.

"Frekuensi tinggi ini telah menyebabkan beberapa peneliti menyarankan bahwa berkencan selama masa remaja adalah perilaku normatif. Artinya, remaja yang memiliki hubungan romantis karenanya dianggap 'tepat waktu' dalam perkembangan psikologis mereka,” tambahnya.

Jika berpacaran dianggap normal dan penting untuk perkembangan dan kesejahteraan individu remaja, Douglas justru mulai bertanya bagiamana nasib anak remaja yang memilih untuk tetap jomlo atau tidak berkencan?

Guna melakukan ini, Douglas dan rekan penulis studi Pamela Orpinas memeriksa apakah siswa kelas 10 yang melaporkan tidak atau jarang kencan selama periode tujuh tahun memiliki keterampilan emosional dan sosial yang berbeda dari teman sebaya mereka yang lebih sering berkencan.

Mereka menganalisis data yang dikumpulkan selama studi 2013 yang dipimpin oleh Orpinas, yang mengikuti aktivitas remaja dari Georgia Timur Laut dari kelas enam hingga kelas 12. Setiap musim semi, siswa menunjukkan apakah mereka berkencan, dan melaporkan sejumlah faktor sosial dan emosional, termasuk hubungan positif dengan teman, di rumah, dan di sekolah, gejala depresi, dan pikiran untuk bunuh diri.

Guru-guru mereka juga menyelesaikan kuesioner yang menilai perilaku setiap siswa di bidang-bidang yang mencakup keterampilan sosial, keterampilan kepemimpinan, dan tingkat depresi.

Hasilnya, siswa yang tidak berpacaran memiliki keterampilan interpersonal yang serupa atau lebih baik daripada rekan-rekan mereka yang lebih sering berkencan. Sementara skor hubungan positif yang dilaporkan sendiri dengan teman-teman, di rumah, dan di sekolah tidak berbeda antara teman kencan dan non-kencan.

Guru menilai siswa non-kencan secara signifikan lebih tinggi untuk keterampilan sosial dan keterampilan kepemimpinan daripada teman kencan mereka.

Siswa yang tidak berkencan juga cenderung minim mengalami depresi. Skor guru pada skala depresi secara signifikan lebih rendah untuk kelompok yang melaporkan tidak ada kencan. Selain itu, proporsi siswa yang melaporkan diri sendiri sedih atau putus asa secara signifikan lebih rendah dalam kelompok ini juga.

"Singkatnya, kami menemukan bahwa siswa yang tidak berpacaran baik-baik saja dan hanya mengikuti lintasan perkembangan yang berbeda dan sehat daripada teman kencan mereka," kata Orpinas, seorang profesor promosi dan perilaku kesehatan.

"Sementara penelitian ini membantah gagasan non-daters sebagai kesalahan sosial, studi ini juga menyerukan intervensi promosi kesehatan di sekolah dan di tempat lain untuk memasukkan non-kencan sebagai pilihan untuk pembangunan normal dan sehat," kata Douglas.

"Sebagai profesional kesehatan masyarakat, kita dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik untuk menegaskan bahwa remaja memang memiliki kebebasan individu untuk memilih apakah mereka ingin berkencan atau tidak, dan bahwa opsi mana pun dapat diterima dan sehat," katanya.

Baca juga artikel terkait PENELITIAN atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Yantina Debora