Menuju konten utama

Studi Sebut Pria Muda di Inggris Lebih Berpotensi Langgar Lockdown

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Sheffield and Ulster University, laki-laki di Inggris lebih berpotensi langgar kebijakan lockdown. 

Studi Sebut Pria Muda di Inggris Lebih Berpotensi Langgar Lockdown
Ilustrasi. Karyawan PT Angkasa Pura II (Persero) menggunakan lift yang telah diberi stiker panduan jarak, di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Anindira Kintara/Lmo/aww.

tirto.id - Dalam sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan, ditemukan bahwa laki-laki muda di Inggris cenderung lebih berpotensi melanggar ketentuan karantina wilayah atau lockdown selama pandemi virus Corona (COVID-19).

Dalam laporan yang dihimpun dalam COVID-19 Psychological Research Consortium (C19PRC) itu, tim peneliti dari University of Sheffield and Ulster University yang dipimpin Liat Levita, melibatkan 2.000 responden yang semuanya berusia antara 13 sampai 24 tahun.

Hasilnya, setengah responden laki-laki berusia 19-24 tahun mengaku bertemu dengan kawan atau anggota keluarga yang tidak tinggal satu atap dengan mereka selama karantina wilayah. Hanya 25 persen responden perempuan pada rentang usia yang sama mengaku hal serupa.

Kesimpulan survei itu, kata para peneliti, kebijakan pembatasan sosial semestinya menargetkan orang-orang muda.

Lantas, apa yang memengaruhi anak-anak muda lebih punya potensi melanggar aturan lockdown?

Ketidakpatuhan berkaitan dengan kecemasan

Nyaris setengah responden, yaitu 917 orang, mengaku merasa lebih cemas selama karantina wilayah diberlakukan, terutama jika orang tua mereka adalah pekerja esensial yang masih beraktivitas.

Mereka yang merasa depresi lebih mungkin mengabaikan aturan 'lockdown' dengan bertemu kawan atau meninggalkan rumah untuk alasan yang tidak penting.

Sementara itu, orang-orang yang cemas lebih cenderung menjalankan aturan jaga jarak sosial serta mencuci tangan secara rutin.

Liat Levita, akademisi dari University of Sheffield, sebagaimana dikutip dari BBC, menyebut kesehatan mental bukanlah pembenar untuk tidak menjalankan peraturan. Namun kondisi psikologi itu dapat membantu kita memahami alasan sejumlah orang sulit mematuhi ketentuan.

"Semakin depresi seseorang, maka mereka semakin tidak patuh dan tidak termotivasi," kata Levita.

Laki-laki muda mengambil lebih banyak risiko atau 'nekat '

Jajak pendapat ini menemukan 150 dari 281 laki-laki berusia 19-24 tahun bertemu kawan-kawan mereka selama karantina wilayah. Satu perlima dari mereka mengaku telah ditindak oleh kepolisian, baik berupa teguran verbal, denda, maupun ditahan.

Kelompok laki-laki muda ini juga merasa mereka tidak berpeluang terpapar COVID-19 atau menyebarkannya kepada orang lain. Mereka cenderung menanggap anjuran pemerintah tidak penting.

Levita memaparkan, "Kita tahu bahwa laki-laki secara umum mengambil lebih banyak risiko. Para pakar psikologi evolusioner selalu menyebutnya sebagai upaya menonjolkan diri."

Hasil survei ini dipublikasi setelah Kepolisian Inggris menerbitkan data bahwa satu pertiga orang yang didenda akibat melanggar karantina wilayah berusia 18-24. Delapan dari 10 orang yang dijatuhi denda itu adalah laki-laki.

Secara umum, survei ini juga menemukan bahwa mayoritas responden dari seluruh kategori usia tidak mengikuti anjuran kebersihan diri seperti mencuci tangan secara rutin. Meski begitu, mereka berkata akan menjalankan anjuran itu dalam pekan-pekan ke depan.

Baca juga artikel terkait STUDI SOAL PEMBATASAN SOCIAL atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yandri Daniel Damaledo