Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Strategi Ulur Waktu Koalisi Perubahan soal Bakal Cawapres Anies

Deklarasi pasangan bakal capres-cawapres secara lengkap dinilai akan menguntungkan bagi partai koalisi.

Strategi Ulur Waktu Koalisi Perubahan soal Bakal Cawapres Anies
Calon presiden yang diusung Partai Nasdem Anies Baswedan (kiri) menyampaikan pidato politiknya saat Deklarasi Calon Presiden Republik Indonesia Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta, Senin (3/10/2022). Partai NasDem resmi mengusung Anies Baswedan maju jadi capres untuk Pemilu 2024. ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

tirto.id - Koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS semakin percaya diri dalam menghadapi Pemilu 2024. Setelah resmi mendeklarasikan piagam Koalisi Perubahan untuk Persatuan sebagai komitmen mereka mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres, mereka mulai ancang-ancang soal pendamping eks gubernur DKI Jakarta tersebut.

Penetapan tenggat waktu penentuan pendamping Anies disampaikan Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto usai acara buka bersama di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3/2023). Sugeng mengaku, Koalisi Perubahan memperkirakan akan mengumumkan nama bakal cawapres paling lambat 1 bulan sebelum pendaftaran capres-cawapres.

“Paling lambat sebulan sebelum pendaftaran itu sudah kami hitung, itu paling lambat,” kata Sugeng.

Pendaftaran bakal capres-cawapres sendiri dilakukan selama periode 19 Oktober hingga 25 November 2023. Sementara itu, pemilihan capres-cawapres akan berlangsung pada 14 Februari 2024 dengan catatan masa kampanye 75 hari.

Akan tetapi, Sugeng yang juga tim 8 --tim yang membantu pemenangan Anies dari partai—tidak memungkiri kalau pemilihan pendamping Anies bisa diumumkan lebih cepat. Ia mengaku tim sudah melakukan penelaahan kandidat layak dan tidak untuk pendamping Anies.

“Artinya bisa lebih cepat, bahkan ada sebuah rengrengan yang sudah kami hitung bulan Juli tampaknya sudah [diumumkan]” kata Sugeng.

Sugeng juga tidak menampik pemilihan nama memiliki target dan akan dipercepat akibat masa kampanye yang pendek. Oleh karena itu, ia berharap koalisi lain bisa segera mengumumkan nama agar publik bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan kandidat masing-masing.

“Silakan yang sudah memenuhi presidential threshold segera mengumumkan calon presiden dan wakil presiden, supaya apa? Supaya masyarakat juga menjadi tahu siapanya, supaya masyarakat juga bisa meng-excercise calon presiden itu apa sih, siapa coba, kelebihan kekurangannya di mana, seperti hari ini Anies Baswedan ditelanjangi di mana-mana, kasarnya, dalam konteks positif,” kata Sugeng.

Sugeng menyebut, deklarasi Anies sebagai bakal capres membawa nilai positif bagi Nasdem dan partai pendukung lainnya. Ia sebut dinamika politik cukup tinggi lewat aksi komunikasi dan silaturahmi Anies di berbagai daerah.

Ia mengaku masyarakat memiliki suasana batin dengan Anies karena sudah tahu sejak awal siapa bakal capresnya. Warga dari berbagai latar belakang pun mengeluarkan pertanyaan soal Anies. Hal itu menandakan bahwa publik punya sejumlah kekhawatiran.

“Jangan sampai bahwa kita ini ke mana-mana justru membuat suasana tidak kondusif dengan statemen yang mengadu domba yang destruktif dan sebagainya, dan itu kami jaga dan itu kami merasakan bagaimana giroh masyarakat dalam hal partisipasi politik menjadi sangat-sangat bagus,” kata Sugeng.

Sementara itu, Anies meminta masyarakat menunggu hasil diskusi dengan tim kecil. Ia yakinkan bahwa pemilihan bakal cawapres akan berjalan dan akan diumumkan kemudian hari.

“Biarkan berproses dulu. Sudah ada tim kecil yang akan terus membahas dengan kriteria-kriteria yang ada. Insyaallah pada waktunya nanti kita akan dapat dan doakan sudah dan berjalan dengan lancar, itu saja dulu,” kata Anies di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Sabtu lalu.

Hingga saat ini, partai di koalisi lain juga masih belum menentukan tanggal pasti deklarasi capres-cawapres mereka. Di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) misalnya, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto mengaku belum mau berpikir soal penentuan kandidat di KIB.

“Nantilah. Kita sekarang berpuasa dulu, Ramadan yang karim dulu,” kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2023).

Di sisi lain, koalisi Partai Gerindra-PKB sebelumnya berencana untuk deklarasi sebelum Ramadan atau sekitar Maret 2023. Akan tetapi, deklarasi tidak kunjung terealisasi.

Kolektif Koalisi Perubahan

Tim Kecil perwakilan dari Nasdem, Demokrat dan PKS yang secara serentak mendukung Anies Baswedan sebagai bakal capres di Sekretariat Koalisi Perubahan untuk Persatuan pada Jumat (24/3/2023). tirto.id/M. Irfan Al Amin

Upaya Propaganda & Memperkuat Basis Dukungan

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, deklarasi lebih dulu bisa menjadi upaya propaganda dan memperkuat basis pemilih. Akan tetapi, ia menilai ada potensi negatif dari deklarasi bakal capres-cawapres jauh-jauh hari sebelum pendaftaran.

“Deklarasi digunakan untuk memantik kemeriahan propaganda, sekaligus memberikan dampak soliditas pemilih, bukan soliditas koalisi, artinya jauh sebelum deklarasi dilakukan, bisa saja cawapres terpilih sudah ditentukan, hanya saja mengumumkan secara dini bisa berisiko,” kata Dedi kepada Tirto, Senin (27/3/2023).

Setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan. Pertama, jika pasangan tidak solid hingga masa pendaftaran, maka strategi pemenangan berpotensi terganggu termasuk konsolidasi mitra koalisi. Di sisi lain, lawan koalisi akan berpotensi siap untuk melawan koalisi yang sudah mendeklarasi capres-cawapres.

“Kedua, jika dilakukan sebelum pendaftaran ini masih tergolong dini, tetapi jika tidak ada pilihan alternatif lainnya, dan tokoh yang dipasangkan terkonfirmasi pada semua mitra koalisi, maka sah saja dilakukan," kata Dedi.

Dedi mengakui deklarasi dini memang tidak melanggar UU Pemilu. Sebab, larangan aktivitas partai politik di masa tenang sebelum pemilihan, bukan sebelum pendaftaran. Akan tetapi, deklarasi semakin terakhir akan semakin menguntungkan koalisi karena mereka bisa lebih siap dalam menentukan siapa tokoh yang mapan dan stabil untuk melawan kandidat yang sudah terbentuk.

“Elektabilitas pasangan capres-cawapres punya peluang meningkatkan perolehan suara partai, karena dari sisi publik, tokoh lebih didahulukan oleh pemilih dibanding partai, artinya partai akan banyak berharap pada kandidat dibanding sebaliknya. Untuk itu, bagi Koalisi Perubahan, bakal cawapres Anies seharusnya tidak harus dari mitra koalisi, meskipun punya kans besar di partai, bisa saja mengambil tokoh luar partai yang potensial lebih berpengaruh secara umum,” kata Dedi.

Dedi menilai, partai yang belum memiliki kandidat saat ini sedang dilematis. Ia beralasan, partai sadar bahwa mereka tertinggal dalam meyakinkan publik siapa yang diusung karena capres-cawapres adalah muka dari partai. Jika rival lebih dulu memastikan kandidat dan memiliki kans lebih tinggi, maka koalisi tanpa tokoh bisa saja batal mengusung calon sendiri, kecuali jadi alat pemecah suara.

“Pilihan lainnya mereka potensial bergabung dengan koalisi yang lengkap dengan kandidat," kata Dedi.

Dedi menyadari bahwa mengumumkan kandidat lebih dulu akan memberi dampak positif. Ia mengungkit bagaimana Partai Nasdem mendapat efek elektabilitas besar dari Anies seperti juga Demokrat mendapat dukungan dengan gencar mempromosikan AHY.

Penentuan nama capres-cawapres memang dinanti dari Koalisi Perubahan. Partai Nasdem, sebagai parpol pertama yang mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres saja sudah mendapatkan efek elektoral signifikan meskipun masa pendaftaran belum dimulai.

Sebagai catatan, angka elektabilitas Partai Nasdem semakin naik setelah mendeklarasikan Anies sebagai capres mereka. Berdasarkan hasil survei terbaru Indikator [PDF] pada 26 Maret 2023 terhadap 1.220 responden dengan angka margin of error 2,9 persen, elektabiitas Nadem berada di angka 6,4 persen. Angka ini lebih baik dibandingkan survei per Desember yang hanya 5,1 persen maupun Februari 2023 yang mencapia 5,6 persen.

Tren ini tentu positif bagi Partai Nasdem meskipun Anies Baswedan terekam mengalami penurunan elektabilitas dari 23 persen pada Februari 2023 menjadi 21,7 persen pada Maret 2023. Di sisi lain, angka popularitas Anies juga mengalami penurunan dari 91 persen pada Februari 2023 menjadi 88 persen pada Maret 2023, sementara tingkat kesukaan terhadap Anies turun dari 79 persen di Februari 2023 menjadi 76 persen pada Maret 2023.

Perubahan elektabilitas juga terjadi di Koalisi Perubahan. PKS mengalami peningkatan perolehan elektabilitas dari 4,2 persen pada Februari 2023 menjadi 5,8 persen pada survei Indikator Maret 2023. Sementara itu, Partai Demokrat mengalami sedikit penurunan dari 9,59 persen di Februari 2023 menjadi 9,1 persen dalam survei Maret 2023.

“Ini sedikit penanda jika partai yang tidak miliki basis pemilih loyal, perlu lakukan penentuan kandidat sejak dini, tetapi tidak memastikan pengusungannya,” kata Dedi.

Dedi juga menilai ada peluang perpindahan partai. “Peluang itu ada, meskipun membaca kecenderungan partai, hanya Golkar yang potensial bergeser ke [Koalisi] Perubahan, situasi ini karena Nasdem juga lahir dari Golkar. Sementara PPP lebih dekat ke PDIP, dan Gerindra potensial menarik PAN,” kata Dedi.

APEL SIAGA PEMENANGAN PKS

Bakal calon presiden yang diusung PKS Anies Baswedan bersiap memberikan pidato saat Apel Siaga Pemenangan PKS Tahun 2024 di Stadion Madya Kompleks GBK, Jakarta, Minggu (26/2/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Deklarasi Calon Lengkap Menguntungkan Partai Anggota Koalisi

Dosen komunikasi politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo membenarkan bahwa deklarasi capres-cawapres secara lengkap akan menguntungkan bagi partai koalisi. Ia beralasan, pemilih akan langsung menilai bahwa koalisi tersebut serius sehingga mereka mulai memikirkan untuk memilih kandidat tersebut atau tidak.

Bagi partai, hal itu akan mempengaruhi elektabilitas kandidat yang diusung dalam menghadapi pemilu. Ia mencontohkan bagaimana kenaikan elektabilitas secara signifikan saat SBY maju di 2004 maupun Jokowi di 2014 lalu.

Selain itu, kata Kunto, partai juga akan lebih mempunyai waktu lama untuk mengelola elektabilitas partai dan kandidat, apalagi waktu kampanye hanya terbatas 75 hari.

“Semakin dini sebenarnya, semakin bagus karena modal elektabilitasnya akan semakin cepat didapat, apalagi kan pemilu sekarang kampanyenya cuma 75 hari. Untuk mengubah kondisi elektabilitas dalam 75 hari menurut saya bukan hal gampang, jadi semakin lama atau semakin dini dideklarasikan, modal elektabilitasnya akan bisa terkumpul semakin lama dan bisa memperteguh keyakinan pemilih untuk memilih mereka," kata Kunto kepada Tirto.

Kunto mengatakan, partai-partai bisa mengejar coattail effect atau efek ekor jas. Efek ini terbukti saat Pemilu 2004, 2009, 2014 dan mungkin pada Pemilu 2019. Pemilih berkemungkinan besar akan memilih kandidatnya ketika sudah terusung.

Kunto juga melihat tidak ada kerugian fatal dalam deklarasi capres-cawapres lebih dulu. Ia beralasan, kerugian terbesar hanyalah para kandidat menjadi sasaran kritik dari partai lain. Namun ia yakin partai pengusung capres-cawapres tentu harus mengelola agar serangan tersebut menjadi keuntungan politik.

“Kalau perspektif yang lain juga bisa dilihat tadi soal ketika jauh-jauh hari sudah dideklarasikan bisa jadi itu akan mengalami peningkatan elektabilitas, tapi pada satu titik itu akan jenuh dan akhirnya ketika calon lain dideklarasikan bisa jadi akan turun tuh elektabilitasnya walaupun ya masalah turun drastis atau nggak, tentu tergantung dari banyak faktor ya. Ada kalkulasi itu juga," kata Kunto.

Jika diihat dari kacamata lain, maka tidak ada deklarasi lebih dulu memang membawa keuntungan bagi partai untuk melakukan otak-atik koalisi. Mereka bisa mencari pasangan yang tepat bila mereka mendeklarasikan kandidat lain.

Lantas, apakah deklarasi capres-cawapres lebih dulu melanggar pemilu? Kunto beranggapan bahwa aksi partai mendeklarasikan lebih awal bakal capres-cawapres sebelum tanggal pendaftaran sebagai upaya sosialisasi kepada pemilih. Ia mengingatkan bahwa waktu kampanye 75 hari tidak bisa sepenuhnya menjadi momen sosialisasi.

“Dalam 75 hari misalnya siapa yang bisa mencerna platform visi misi, program dari capres-cawapres dengan baik? Tentu hanya segelintri pemilih di Indonesia dan berarti kan ada diskriminasi atau ada segregasi yang serius dalam desain pemilu kita, ini kalau memang itu dihitam-putihkan jadi melanggar atau tidak melanggar aturan," kata Kunto.

Kunto berkeyakinan, partai-partai yang belum memiliki nama bakal capres-cawapres akan mulai berhitung untuk membangun koalisi dengan deklarasi capres-cawapres. Mereka bisa saja menentukan definitive capres-cawapres dalam waktu cepat demi mengejar efek ekor jas, karena partai melihat dampak elektabilitas kandidat kepada partai.

Namun, ia yakin dinamika koalisi akan terus bergulir hingga pendaftaran capres Pemilu 2024.

“Dinamika koalisi capres-cawapres ini akan terus sampai sekitar menjelang pendaftaran karena kondisinya memang memungkinkan partai-partai ini bongkar pasang koalisi atau saling menyodorkan kartu mereka untuk kemudian membuka pintu negosiasi dan mendapatkan deal yang terbaik buat elektabilitas partainya," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz