Menuju konten utama

Strategi PLN Antisipasi Oversupply Listrik akibat Pandemi

Kondisi oversupply listrik terjadi akibat sebagian besar proyek pembangkit listrik35 Megawatt segera beroperasi.

Strategi PLN Antisipasi Oversupply Listrik akibat Pandemi
Pekerja melakukan perawatan rutin di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (Gitet) transmisi Jawa bagian timur dan Bali di Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (2/9/2020). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.

tirto.id - Perusahaan Listrik Negara (PLN) sempat mengakui adanya penurunan beban puncak pemakaian listrik selama masa pandemi COVID-19.

Penurunan konsumsi listrik terutama terjadi di Jawa dan Bali sebesar 7% atau 1.900 Mega Watt (MW) dari kondisi sebelum PPKM Darurat, di mana beban puncak Jawa dan Bali rata-rata 27.300 MW menjadi 25.400 MW pada Juli 2021.

Adapun beberapa proyek pembangkit listrik terus digenjot selama terjadi penurunan konsumsi, hal ini dilakukan untuk mengamankan suplai listrik di kemudian hari. Namun, dari rencana tersebut ada potensi Indonesia mengalami oversupply listrik.

Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menjelaskan pihaknya sudah mengatur strategi untuk mengantisipasi jika terjadi oversupply listrik. Salah satunya dengan meningkatkan permintaan melalui program-program pemasaran yang agresif seperti kompor induksi maupun kendaraan listrik.

“Sebagian besar pembangkit Program 35 GW yang telah direncanakan sejak tahun 2015, telah memasuki masa konstruksi dan akan segera beroperasi. Hal ini akan berpotensi terjadinya oversupply karena pasokan listrik yang tersedia dalam jumlah besar dengan demand yang rendah,” jelas Zulkifli, Selasa (5/10/2021).

Kemudian Zulkifli menjelaskan, pihaknya mendorong pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan permintaan konsumsi listrik serta menciptakan permintaan baru di Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) dan yang lainnya.

Serta meminimalkan penambahan kapasitas infrastruktur baru dan melaksanakan relokasi pembangkit PLTG/GU ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk meminimalkan biaya investasi dan meningkatkan utilisasi aset.

“Adapun rencana lain yaitu melaksanakan negosiasi penyesuaian jadwal, baik itu kepada IPP pembangkit maupun penyedia bahan bakar. Pelaksanaan program co-firing yang tidak memerlukan biaya Capex (pembangunan pembangkit baru) dan hanya mengoptimalkan biaya Opex (harga biomasa) sehingga risiko oversupply dapat dihindari sejalan dengan meningkatkan bauran energi EBT,” terang dia.

Selain strategi tersebut, PLN juga berencana untuk mengurangi target produksi listrik selama 10 tahun ke depan.

“Realisasi pertumbuhan listrik pada tahun 2020 hanya sebesar -0,79%, sehingga selanjutnyadiproyeksikan pertumbuhan listrik untuk 10 tahun ke dapan rata-rata sebesar 4,9% per tahun, lebih rendah daripada RUPTL 2019-2028 dengan ratarata sebesar 6,4% per tahun," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Bayu Septianto