Menuju konten utama

Standar Jurnalis Rendah Rentan Ditunggangi Kepentingan

Standar jurnalis yang rendah berisiko ditunggangi kepentingan politik yang tidak bertanggung jawab.

Standar Jurnalis Rendah Rentan Ditunggangi Kepentingan
ILUSTRASI. Seorang jurnalis meletakan kartu persnya ketika ikut berunjuk rasa di Medan, Sumatera Utara, Rabu (29/3). Para jurnalis mendesak polisi mengusut tuntas kasus penganiayaan yang dilakukan belasan orang terhadap wartawan iNews TV - Medan, seusai melakukan peliputan gudang diduga meyimpanan semen ilegal. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi.

tirto.id - Praktisi media dari salah satu televisi swasta di Indonesia Don Bosco Salamun mengatakan bahwa standar jurnalis yang rendah berisiko ditunggangi kepentingan politik yang tidak bertanggung jawab.

Hal tersebut diungkapkan Don Bosco dalam salah satu sesi dialog "World Press Freedom Day 2017" di Jakarta, Senin (1/5/2017) siang. Menurut dia, hal tersebut dapat merusak esensi kebebasan pers.

“Ini merusak esensi kebebasan pers, seharusnya kebebasan ini bisa dinikmati agar menjadi sesuatu yang bagus dan malah bukan buruk,” kata Direktur Pemberitaan Metro TV Don Bosco Salamun.

Ia menjelaskan, permasalahan tersebut justru muncul pada masa reformasi yang memunculkan jurnalis-jurnalis baru dalam jumlah yang sangat signifikan. Jika sebelum reformasi jumlah jurnalis di Indonesia hanya sekitar 3.000 - 4.000 orang, angka tersebut naik menjadi 10 kali lipat pasca reformasi.

“Di era itu ada lebih dari 40.000 jurnalis. Ini memang jumlah yang bagus terkait kebebasan pers, tapi di tengah itu tumbuh juga yang standarnya rendah yang kemudian membuat bisnis atau menunggangi media dengan kepentingan politik,” kata dia.

Meskipun memiliki kekurangan, namun ia menilai pasca reformasi merupakan masa ternikmat bagi kebebasan pers di Indonesia setelah mengalami banyak tekanan pada pemerintahan Orde Baru.

Menurut dia, kebebasan pers saat ini tidak hanya dinikmati oleh insan pers yang terjun di media, namun juga masyarakat yang bisa mengakses segala macam informasi melalui perangkat teknologi.

“Tidak hanya jurnalis yang bisa menyebarkan informasi, masyarakat pun bisa dengan membuat blog, vlog, dan sebagainya atau menerima sumber informasi yang tidak terbatas,” tutur Don Bosco.

Praktik tersebut merupakan bagian dari fase "3rd Screen", katanya melanjutkan, yaitu pola masyarakat yang menerima informasi dari layar gawai masing-masing. Sedangkan pada fase "1st Screen" ialah bentuk penerimaan informasi media dari layar televisi, dan fase "2nd Screen" ada pada penerimaan informasi melalui monitor komputer.

Baca juga artikel terkait KODE ETIK JURNALISTIK

tirto.id - Politik
Sumber: antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz