Menuju konten utama

Stan Lee, Komik Marvel, dan Propaganda Amerika

Di balik tokoh-tokoh superhero rekaan Stan Lee ada pesan propaganda yang mewakili kondisi era perang dingin.

Stan Lee, Komik Marvel, dan Propaganda Amerika
Stan Lee, legenda buku komik berusia 93 tahun, menghadiri upacara pembukaan Tokyo Comic Con di Makuhari Messe di Chiba, Jepang, Jumat (2/12). ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/cfo/16

tirto.id - Satu hari pada warsa 1960, penerbit Timely Comics Martin Goodman bermain golf dengan para distributor karya rivalnya, penerbit National Periodical Publication (DC), pencipta tokoh Superman, Batman, dan Wonder Woman. Saat itu, Goodman mendengarkan cerita para distibutor soal buku komik yang terjual cepat.

Goodman geram. Dia tidak ingin kalah dalam bersaing dengan DC. Selepas bermain golf, Goodman menuju kantornya. Di kantor, ada Stan Lee, pria muda yang saat itu menjabat sebagai editor Timely Comics.

"Stan, kita haru harus mengeluarkan sekelompok superhero. Kamu tahu, ada pasar untuk itu," ujar Goodman kepada Lee.

Sebagaimana dikisahkan Bob Batchelor dalam Stan Lee: The Man Behind Marvel (2017), Goodman tidak tahu saat itu Stan Lee sedang frustrasi dengan pekerjaan. Lee sudah tidak betah membuat komik lagi. Bersama Joe Simon dan Jack Kirby, Lee sudah menerbitkan beberapa komik bertema superhero. Namun, komik itu tidak terlalu laku.

Lee kemudian pulang ke rumahnya di Long Island. Di sana, dia merenungkan karier selain sebagai pembuat komik. Namun, Lee ragu pekerjaan lain itu bakal bisa memenuhi kebutuhannya. Ia pun menceritakan masalahnya kepada Joan, sang istri.

"Jika kami akan keluar, mengapa tidak kamu membuat sebuah buku yang kamu sukai dan menerbitkannya dalam sistem kamu," kata Joan, "Ujung terburuknya toh dia [Goodman] bakal memecat kamu dan kamu juga mau keluar."

Lee akhirnya membuat komik dengan tema tim superhero. Namun, ia tidak mau mengikuti keinginan Goodman atau meniru apa yang sudah DC atau perusahaan komik lainnya ciptakan. Ia ingin menciptakan karakter superhero yang bertindak sebagai orang nyata.

Dalam imaginasinya, ada tokoh yang ceritanya akan berakhir gembira. Ada pula yang tidak. Tim superhero ini mesti mengandung narasi budaya populer, tidak hanya berisi cerita sains-fiksi atau film bujet kecil (B Movie), tetapi juga menggambarkan tensi Perang Dingin, yakni kala Amerika Serikat bersaing dengan Uni Soviet menguasai penerbangan ke luar angkasa dan pengembangan senjata nuklir.

Superhero Lee Melawan Uni Soviet

Tim Superhero pertama Lee bernama Fantastic Four. Berisi Reed Richards, Sue Storm, Johnny Storm, Ben Grimm, tim superhero itu diperkenalkan ke publik lewat komik The Fantastic Four #1, November 1961.

Empat orang itu mendapat kekuatan super setelah terpapar sinar kosmik saat ingin kembali ke Bumi selepas melakukan misi eksperimen di luar angkasa. Reed menjadi manusia karet, Sue Storm memiliki kemampuan untuk menghilang, Johnny bisa memancarkan api, sementara Ben Grimm menjadi manusia batu.

Dalam The Fantastic Four, perjalanan ke ruang angkasa saat itu digambarkan berbahaya. Namun, mereka mesti pergi ke sana karena harus mengalahkan Uni Soviet. Ini tergambar dalam percakapan Sue Storm dengan Ben Grimm.

"Kita harus mengambil kesempatan itu... kecuali kita ingin para Komunis mengalahkan kita," ujar Sue Storm kepada Ben Grimm.

Tegan O'Nell menuliskan dalam AV Club bahwa bagi para pembaca Fantastic Four #1, kata-kata itu bukan sekadar keprihatinan yang mengawang-awang. Sekitar tujuh bulan sebelum Fantastic Four #1 terbit, Uni Soviet sudah mampu mengirimkan manusia pertama, Yuri Gagarin, ke luar angkasa.

Oleh karena itu, Reed diceritakan mengendarai roket yang lebih canggih daripada yang ditunggangi Gagarin. Menurut O'Nell, itu adalah cara Stan Lee menggambarkan keprihatinan jutaan orang Amerika Serikat yang takut terhadap keunggulan Uni Soviet.

Pada tahun berikutnya, Lee menciptakan karakter Hulk. Ia adalah monster bertubuh manusia, warnanya hijau, yang merupakan transformasi dari seorang peneliti nuklir Amerika Serikat, Bruce Banner.

Suatu kali, Banner melakukan uji coba Bom Sinar Gamma di bunkernya. Namun, ada seorang warga, Rick Jones, yang masuk ke area uji coba. Banner menyuruhnya asistennya, Igor Starsky, untuk menunda percobaan. Namun, Igor diam saja. Ternyata Igor adalah agen Soviet.

Banner mendorong Jones masuk ke area yang aman. Banner, kemudian, terpapar sinar Gamma. Igor menduga Banner bakal mati setelah terkena sinar itu. Namun, justru itu yang membuatnya jadi Hulk.

Setelah Hulk, Lee menciptakan Spider-Man dan Thor. Memang, tidak ada pengaruh Uni Soviet dalam asal-usul kekuatan keduanya. Namun, musuh super (supervillain) utama Spider-Man ialah mata-mata Soviet Dmitri Smerdyakov, alter ego The Chameleon. Sedangkan Thor diceritakan sebagai "Tawanan Orang-orang Merah!" (Orang-orang Merah merujuk ke kaum Komunis) dalam edisi ke-87 yang terbit pada Oktober 1962.

Infografik Propaganda AS melalui superhero

Mariam Vergeti, dalam Captain America and Iron Man: American Imperialism in the Cold War (2017), meneliti narasi yang mengalir dalam Captain America. Hasil penelitian Vergeti menunjukkan bahwa Captain America, sebagai bentuk ekspresi kebudayaan Amerika Serikat pada 1950-an, juga menceritakan dan menyebarluaskan ketakutan akan spionase.

Cerita Men's Adventures #27 (1954) dibuka dengan Steve Rogers, alter ego Captain America, dan asistennya, Bucky, berlibur di Mesir. Rasa senang mereka buyar tatkala Rogers mengatakan, "Tidak semuanya muncul ke permukaan". Kalimat tersebut bermakna bahwa ada hal-hal yang tidak terlihat sebagaimana mestinya dan mata-mata dapat ditemukan di mana-mana. Secara spesifik, Rogers menuduh seorang Mesir yang menghampirinya sebagai mata-mata.

Waktu itu, Mesir ialah anggota Gerakan Non-Blok, negara-negara yang tidak memihak Amerika Serikat maupun Uni Soviet. Oleh karena itu, aksi saling spionase merupakan hal lumrah di Mesir bagi Amerika Serikat dan Uni Soviet. Cerita Captain America itu mencerminkan wabah Red Scare yang tengah merebak di Amerika Serikat: menganggap mata-mata Soviet ada di mana-mana.

Sedangkan dalam cerita Captain America #76 (1954), Rogers mengungkap peran mata-mata Soviet mengelabui petinggi militer agar percaya bahwa Betsy Ross merupakan mata-mata. Dalam cerita ini, Vergeti mengidentifikasi praktik-praktik menginterogasi orang-orang yang dituduh dekat dengan Partai Komunis.

Sementara itu, analisis Vergeti soal Iron Man menunjukkan ceritanya di "Tales of Suspense" mempromosikan intervensi Amerika Serikat di Vietnam. Di situ, Iron Man mengabdikan tindakannya untuk bertempur melawan Komunisme. Sebagian besar musuhnya adalah komunis Soviet atau Asia. Tony Stark, alter ego Iron Man, menghabiskan banyak waktunya untuk membantu Amerika Serikat menghentikan orang-orang yang berafiliasi dengan Komunis.

Cerita Iron Man juga berusaha membangun stereotipe bahwa orang Asia itu jahat dan berbahaya atau tidak berdaya dan perlu ditolong. Hal itu menjadi dalih intervensi Amerika Serikat di Vietnam: Amerika Serikat ingin membantu yang tidak berdaya dari pemimpin negara yang jahat.

Namun, di kemudian hari, Marvel berubah. O'Nell mencatat, Lee dan rekan-rekannya melupakan Red Scare pada 1960-an. Musuhnya Captain America pada terbitan 1964 bukan lagi Soviet, tetapi Nazi. Ketika Perang Vietnam tidak lagi populer bagi anak-anak muda Amerika Serikat, para superhero Marvel berhenti untuk menenangkannya.

"Hilang sudah patriotisme ekstrem, digantikan oleh pandangan humanisme liberal ramah yang sebetulnya lebih mencerminkan pandangan Lee dan Kirby," ujar O'Nell.

Lee meninggal di Rumah Sakit Cedars-Sinai, Los Angeles, Senin (12/11/2018) kemarin. Ia dihormati atas karya-karyanya, superhero yang kerap dijadikan panutan remaja. Meskipun, tidak dipungkiri apa yang diceritakannya berhimpitan dengan apa yang jadi kehendak Amerika Serikat: menjadi penguasa dunia.

Baca juga artikel terkait MARVEL atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Suhendra