Menuju konten utama
Suap Jual Beli Jabatan Kemenag

Staf Khusus Menag Minta Pertimbangan ke PPP Soal Haris Hasanuddin

Staf Khusus Menag Gugus Joko Waskito mengaku berkomunikasi dengan Ketua DPW PPP Jawa Timur Musyaffa Noer dan Sekretaris DPW PPP Jawa Didik soal Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin.

Staf Khusus Menag Minta Pertimbangan ke PPP Soal Haris Hasanuddin
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) dan mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy (kanan) bersaksi dalam sidang kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama dengan terdakwa Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/6/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.

tirto.id - Staf khusus Menteri Agama Gugus Joko Waskito mengaku, sempat meminta pertimbangan kepada dua petinggi PPP ketika nama Haris Hasanuddin masuk dalam bursa kepala kantor wilayah Kemenag Jawa Timur.

Haris sendiri masuk menjadi tersangka kasus suap jual-beli jabatan di Kemenag.

Gugus bercerita, masuknya nama Haris karena arahan dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bahwa ada kemungkinan rotasi Kakanwil Jawa Timur. Gugus kemudian mencari pejabat senior yang masih bekerja di Kanwil Jawa Timur.

"Saat itu saya menginventarisir ada 3 nama, temasuk Haris [Hasanuddin]," kata Gugus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

Selain menyampaikan ke biro kepegawaian, Gugus juga berkomunikasi dengan Haris. Salah satu isinya menyuruh Haris berkomunikasi dengan Dewan Pengurus Wilayah (DPW).

DPW yang dimaksud adalah Ketua DPW PPP Jawa Timur Musyaffa Noer dan Sekretaris DPW PPP Jawa Timur Norman Zein Nahdi (Didik).

"Saat itu saya menghubungi Pak Musyaffa dan Didik karena yang saya anggap kenal di anggota DPRD Jatim adalah mereka. Saya tanya waktu itu nama-nama 3 orang yang saya inventarisir tadi, ada nama Amin Mahfud, nama Pak Haris, Pak Marom kalau enggak salah," jelas Gugus.

Gugus beralasan, arahan pada Haris karena yang bersangkutan belum mengenal kedua DPW tersebut. Tetapi, ketika ditanya urgensi perkenalan itu, Haris tidak menjawab dengan jelas.

"Biar kenal saja. Mereka berdua bilang tidak terlalu dekat dengan Pak Haris," katanya lagi.

Gugus sebenarnya dipanggil untuk pemeriksaan terdakwa Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur nonaktif Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Jawa Timur non aktif Muhammad Muafaq Wirahadi.

Dalam kasus ini, Haris dan Muafaq didakwa telah menyuap angggota DPR sekaligus Ketua PPP Romahurmuziy (Romi) dan Menag Lukman Hakim dengan total Rp325 juta.

Jaksa merincikan, pemberian terhadap Romi salah satunya terjadi pada 6 Februari 2019 di rumah Romi di Condet, Jakarta Timur. Saat itu, Haris bertemu dengan Romi dan menyerahkan Rp250 juta. Romi juga pernah mendapat uang Rp5 juta karena Haris lolos tahapan administrasi.

Sementara pemberian terhadap Lukman terjadi sebanyak 2 kali yakni Rp50 juta pada 1 Maret 2019 di Surabaya, dan Rp20 juta saat Lukman berkunjung di Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur pada 9 Maret 2019.

Uang itu diberikan lantaran Romi dan Lukman telah melakukan intervensi baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga membuat Haris Hasanuddin terpilih sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.

Sebagai informasi, Haris dilantik sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur pada 5 Maret 2019. Ia diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : B.II/04118 tertanggal 4 Maret 2019.

Atas perbuatannya, Haris didakwa melanggar pasal Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan Muafaq didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP JUAL BELI JABATAN KEMENAG atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno