Menuju konten utama

Staf Khusus Jokowi Jangan Hanya Tahu Nyanyian Lagu Setuju

Beberapa kali staf khusus Jokowi melontarkan pernyataan kontroversial. Bagi pengamat, lama-lama mereka hanya akan jadi 'pemanis istana': juru bicara yang membenarkan semua pernyataan presiden.

Staf Khusus Jokowi Jangan Hanya Tahu Nyanyian Lagu Setuju
Staf khusus Presiden Joko Widodo yang baru dari kalangan milenial (ki-ka) CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Mantan Ketua PMII Aminuddin Ma'ruf, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar dan Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia menjawab pertanyaan wartawan saat diperkenalkan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/nz

tirto.id - Belum sebulan menjabat, Staf Khusus Presiden Joko Widodo dari generasi milenial bernama Gracia Billy Mambrasar sudah membuat gaduh. Penyebabnya adalah salah satu cuitannya di Twitter pada Sabtu, 30 November 2019.

"Setelah membahas tentang Pancasila (yang bikin kubu sebelah megap-megap), lalu kerja men-design kartu prakerja di Jakarta, lalu saya ke pulau damai penuh keberagaman: Bali! Untuk mengisi materi co-working space, mendorong bertambahnya jumlah entrepreneur muda, untuk pengurangan pengangguran dan angka kemiskinan," kata Billy (dengan suntingan) via @kitongbisa.

Apa yang dimaksud Billy soal "kubu sebelah" tidak bisa tidak akan mengarah ke lawan politik Jokowi pada Pilpres 2019. Karena itu tak heran dia dihujat warganet.

Billy lantas meminta maaf dan mengaku bersalah karena menggunakan kalimat multitafsir--"bikin kubu sebelah megap-megap." Ia juga langsung menghapus cuitannya itu.

"Saya tidak bermaksud tendensius ke kelompok mana pun. Saya sudah melakukan klarifikasi[...] Saya dengan ini memohon untuk dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya karena kesalahpahaman tersebut," katanya, juga via Twitter, Ahad (1/12/2019).

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan kepada reporter Tirto, Senin (2/12/2019), kalau kesalahan Billy salah satunya disebabkan karena "dari awal [stafsus itu] tidak memiliki tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang jelas."

Karena tugasnya pada dasarnya tidak jelas, mereka bisa bicara apa saja sepanjang menjustifikasi kebijakan pemerintah.

PKS adalah salah satu lawan politik Jokowi saat pilpres, dan tetap ada di sisi oposisi meski Prabowo Subianto--yang mereka usung sebagai capres--kini sudah jadi Menteri Pertahanan.

Mardani memaafkan Billy karena usianya masih muda dan cenderung belum bisa mengendalikan emosi. Karena itu dia berharap Billy "ke depan bisa menjaga diri." "Masih muda, kita harus dukung dan kasih nasihat selalu."

Kritik juga disampaikan politikus dari Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Demokrat juga merupakan salah satu partai yang saat ini tidak ada di kubu pemerintah meski tidak pula menyatakan diri sebagai oposisi seperti PKS.

Baginya "Billy jelas salah" karena dia bukan tim kampanye Jokowi yang bertugas menyerang kelemahan kubu lawan. Saat ini Jokowi adalah presiden semua orang dan karenanya seorang stafsus juga mesti "adil dan berdiri di atas semua golongan."

Kepada reporter Tirto, Ferdinand mengatakan pernyataan Billy "memisahkan masyarakat dan terkesan memusuhi."

Ferdinand lantas memperingatkan Billy, juga 12 stafsus Jokowi lain--tujuh di antaranya milenial/berusia 20-30an tahun--untuk tak asal bicara. Pernyataan ini ia sampaikan karena faktanya tak hanya Billy yang pernah memberikan pernyataan kontroversial.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono salah satunya, saat berkomentar soal grasi Jokowi untuk terpidana kasus korupsi Annas Maamun. Menurutnya itu adalah bukti Jokowi patuh terhadap hak asasi manusia lantaran terpidana juga memiliki hak hidup. Menurutnya aneh jika ada yang teriak-teriak soal penegakan HAM tetapi menafikan hak hidup terpidana.

Anas memang diberi grasi karena sudah tua dan sakit-sakitan.

"Ironis pada saat kita berteriak penegakan HAM namun di saat yang bersamaan kita mengharapkan terpidana tersiksa sampai mati di penjara," kata Dini, Jumat (29/11/2019).

Ferdinand menilai pernyataan tersebut bukti Dini tak paham apa yang dimaksud HAM. Penjara bukanlah tempat untuk menyiksa seperti apa yang dilihat oleh Dini. Menurut Ferdinand, sudah seharusnya vonis dijalankan oleh seorang terpidana meskipun ia telah berusia lanjut dan sakit-sakitan.

"Bukan karena alasan berhak hidup lantas diberi grasi. Lama-lama atas nama HAM yang memberi kebebasan dan kemerdekaan setiap orang dijadikan alasan untuk tidak boleh memenjarakan orang."

Mantan juru bicara pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini meminta para staf khusus mengurangi bicara. Ferdinand mengingatkan tugas sebenarnya seorang staf khusus adalah pembisik presiden: memberikan masukan.

"Kalau enggak ditanya, ya diam, jangan bicara atas nama stafsus. Bikin gaduh saja kalau yang disampaikan salah," tegas Ferdinand.

Satu lagi staf khusus Jokowi yang beberapa waktu lalu disorot warganet adalah Ayu Kartika Dewi. Akun Twitter @trotoarian milik Koalisi Pejalan Kaki mengunggah sebuah video saat Ayu Kartika Dewi diwawancara terkait tema toleransi.

Baginya contoh-contoh toleransi yang selama ini diajarkan sangat tak konkret. Contohnya, menyeberangkan nenek-nenek di pinggir jalan. Dia mengaku belum pernah melihat itu.

"Jangan-jangan kita kurang banyak memberikan contoh-contoh yang konkret pada anak-anak, toleransi itu seperti apa, berbuat baik itu seperti apa. Jadi contoh konkretnya harus jelas," kata Ayu Kartika Dewi dalam wawancaranya tersebut.

Asal Pro Jokowi

Direktur Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik Dedi Kurnia Syah Putra melihat lebih jauh posisi stafsus lewat contoh kasus di atas. Baginya, stafsus "hanya akan jadi juru bicara presiden" yang tentu saja hanya tampil sebagai pembela segala kebijakan presiden meski itu dianggap salah oleh publik.

"Inilah hasilnya. Stafsus milenial akan disibukkan dengan menjawab tekanan publik, dan ini tidak akan produktif," kata Dedi kepada reporter Tirto.

Jadi pembela presiden tidak salah, kata Dedi, hanya saja itu tidak sesuai dengan fungsi stafsus itu sendiri.

Dosen komunikasi politik dari Universitas Airlangga Suko Widodo menegaskan posisi stafsus bukanlah juru bicara presiden dan juga bukan pengiklan kebijakan-kebijakan presiden.

Staf khusus harus mendengar masukan-masukan masyarakat lalu meramunya menjadi nasihat yang akan diberikan kepada presiden, yang kadang, itu tidak sesuai dengan kehendak presiden.

"Jadi staf ahli baiknya cukup memberi masukan dan memengaruhi kebijakan presiden, berdasarkan yang mereka tangkap di lapangan," kata Suko.

Jokowi sendiri meminta masyarakat meminta maaf pernyataan stafsusnya yang kontroversial.

"Namanya muda-muda. Ini kan mungkin semangatnya lebih dibanding yang tua-tua. Jadi, kalau bicara kadang terlalu semangat. Biasalah. Salah sedikit tidak apa-apalah," katanya, Senin, seperti dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait STAF KHUSUS JOKOWI atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino