Menuju konten utama

Sri Mulyani: Tebusan Tax Amnesty Periode Dua Tak Spektakuler

Pendapatan dari uang tebusan pada pengampunan pajak periode dua ternyata tak terlalu spektakuler. Tak seperti periode pertama yang bisa mencapai Rp97,2 triliun.

Sri Mulyani: Tebusan Tax Amnesty Periode Dua Tak Spektakuler
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersalaman dengan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kanan) seusai mengikuti sidang putusan perkara Uji Materi Undang-Undang (UU) Tax Amnesty atau pengampunan pajak di Ruang Sidang Mahkamah Kosntitusi, Jakarta, Rabu (14/12). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Program tax amnesty alias pengampunan pajak periode pertama di Indonesia sempat membuat publik bangga karena mampu mencapai kisaran Rp97,2 triliun. Sebuah capaian yang diklaim Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan sebagai yang tertinggi di dunia. Namun pendapatan dari uang tebusan pada pengampunan pajak periode dua ternyata tak terlalu spektakuler.

"Memang dari sisi tebusan tidak spektakuler, seperti yang pertama," kata Mulyani seusai inspeksi atas pelayanan amnesti pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (28/12/2016) malam.

Dia mengatakan, salah satu penyebab realisasi uang tebusan itu turun karena sebagian wajib pajak besar yang di antaranya pengusaha, telah mengikuti pengampunan pajak pada periode satu. "Jadi wajib pajak besar yang setorannya hingga ratusan dan miliaran relatif semua sudah masuk," imbuhnya.

Untuk itu, lanjut Mulyani, pegawai pajak akan terus mengingatkan kepada para WP besar yang masih lalai atau belum melaksanakan kewajiban perpajakan secara benar, untuk mengikuti program amnesti pajak. "Kami akan mengingatkan di prominent list yang kami anggap atau diasumsikan punya pendapatan yang belum dimasukkan," tegasnya.

Hingga 28 Desember 2016, realisasi uang tebusan berdasarkan penerimaan Surat Setoran Pajak baru mencapai Rp105 triliun, atau hanya naik sekitar Rp7,8 triliun dari pencapaian uang tebusan pada akhir periode satu sebesar Rp97,2 triliun.

Meski demikian, ia memastikan fokus utama dari program pengampunan pajak bukan lagi uang tebusan, melainkan basis data para WP peserta pengampunan pajak yang bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi penerimaan pajak pada 2017.

"Sekarang amnesti tujuannya untuk membuka basis pajak, bagaimanapun dengan data yang kami miliki, kami bisa mendapatkan penerimaan yang lebih ajeg setiap bulan mulai 2017," katanya.

Mulyani mengharapkan berbekal basis data itu, kinerja Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang didukung tim reformasi perpajakan, bisa lebih maksimal dalam mengawal pendapatan negara dari sektor pajak.

Repatriasi Modal Bukan Pilihan Utama

Sri Mulyani mengatakan bahwa repatriasi modal dari luar negeri bukan merupakan opsi utama bagi para pemilik dana peserta program pengampunan pajak, karena kurang ekonomis dari segi biaya.

"Kalau mereka menganggap proses untuk memindahkan harta ke dalam negeri, ongkosnya ternyata lebih besar, maka harta itu akan menetap di luar negeri," kata Mulyani, seusai inspeksi atas pelayanan pengampunan pajak, di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu malam.

Dia juga mengakui dalam UU Pengampunan Pajak, repatriasi bukan kewajiban utama, karena wajib pajak juga diberikan opsi deklarasi harta luar negeri dengan tarif yang tidak berbeda jauh dengan tarif repatriasi. Sehingga, menurut dia, tidak mengherankan apabila peserta pengampunan pajak lebih memilih opsi deklarasi harta luar negeri, karena tarif yang lebih memadai dan prosesnya lebih bersahabat dibandingkan pilihan repatriasi modal.

"Desain awal UU itu memberikan opsi dan perbedaan tarif yang tidak signifikan. Jadi itu memberikan pilihan bagi pemilik dana atau harta untuk menentukan," katanya.

Untuk saat ini, dia menegaskan akan lebih baik bagi pemerintah untuk mengolah dana repatriasi yang sudah masuk agar bisa memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan. "Fokus kami adalah bagaimana memaksimalkan Rp143 triliun yang sudah masuk agar bisa dimaksimalkan dan diinvestasikan di dalam negeri untuk mendapatkan return yang baik," imbuhnya.

Dia memastikan dengan memberikan contoh yang baik atas pengelolaan dana repatriasi itu, maka para pemilik dana bisa tergoda untuk menanamkan modalnya kembali tanpa terkait langsung dengan amnesti pajak.

"Ini berarti PR buat kita untuk menunjukkan bahwa harta yang dibawa ke dalam negeri, tidak hanya sekedar dibawa, tapi bisa dipakai untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini sebagaimana dikutip Antara.

Hingga 28 Desember 2016, pencapaian harta yang dideklarasikan berdasarkan penerimaan Surat Pernyataan Harta mencapai Rp4.155 triliun dengan komposisi sebanyak Rp3.012 triliun merupakan deklarasi dalam negeri, Rp1.002 triliun dari deklarasi luar negeri dan Rp141 triliun adalah dana repatriasi.

Baca juga artikel terkait PENGAMPUNAN PAJAK atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan