Menuju konten utama

Sri Mulyani: Proyeksi Defisit APBN Akhir 2018 Lebih Rendah 2,12%

"Kalau tahun ini kita perkirakan 2,19 persen, kemungkinan defisit akan di 2,12 persen. Ini kami sudah memperhitungkan kenaikan subsidi BBM," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani: Proyeksi Defisit APBN Akhir 2018 Lebih Rendah 2,12%
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan konferensi pers tentang realisasi APBN di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (17/7/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Kementerian Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan defisit anggaran 2018 hingga akhir tahun 2,12 persen atau Rp319,026 miliar lebih rendah dari pada asumsi APBN 2018 yang sebesar 2,19 persen atau Rp325,936 miliar.

"Kalau tahun ini kita perkirakan 2,19 persen, kemungkinan defisit akan di 2,12 persen. Ini kami sudah memperhitungkan kenaikan subsidi BBM," kata Sri Mulyani di kompleks DPR Jakarta, pada Selasa (17/7/2018).

Defisit yang lebih rendah karena pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp1.903 triliun lebih tinggi dari pada asumsi APBN 2018 yang sebesar Rp1.894 triliun. Pendapatan negara lebih tinggi karena ada perkiraan peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp73,7 triliun, meski penerimaan pajak akan lebih kecil Rp69,6 triliun.

Penerimaan negara yang lebih besar akan diimbangi dengan asumsi realisasi pengeluaran negara lebih efektif. Diperkirakan realisasi belanja kementerian/lembaga (KL) diperkirakan dapat mencapai 95-96 persen dari pagu anggaran Rp847,435 triliun.

"Maka, akan terbelanjakan Rp813,5 triliun. Ini tentu saja lebih tinggi dari tahun lalu. Namun, ini kami sudah termasuk di dalamnya adalah keseluruhan belanja KL bisa mencapai sesuai targetnya," ujarnya.

Kemudian, realisasi belanja non-KL diperkirakan mencapai Rp640 triliun dari pagu anggaran Rp607,059 triliun.

"Karena adanya unsur subsidi. Di dalam outlook 2018 ini kami sudah masukan subsidi energi yang akan mencapai Rp163,5 triliun. Subsidi energi ini lebih tinggi dari APBN yang sebesar Rp94,5 triliun," ungkapnya.

Peningkatan anggaran subsidi energi ditujukan untuk mendukung perusahaan plat merah dalam memenuhi tanggung jawab memasok energi, minyak dan gas (migas) yang dijalankan Pertamina dan listrik yang dijalankan oleh PLN.

Di sisi lain, agar kedua perusahaan BUMN itu tetap dapat progresif melakukan kegiatan ekspansi perusahaan di tengah harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 67 dolar AS per barel atau lebih tinggi dari asumsi makro APBN 2018 yang sebesar 48 dolar AS per barel. Apalagi, kurs rupiah juga sedang melemah mencapai di kisaran Rp14 ribu terhadap dolar AS.

"Pertamina harus melakukan stabilisasi dari harga subsidi BBM yang disubsidi dan PLN dalam hal ini yang tidak mengalami kenaikan harga listrik, tapi di sisi lain mereka harus tetap melakukan ekspansi untuk elektrifikasi dan lisdes [listrik desa]," jelasnya.

Dengan demikian, outlook akhir tahun keseimbangan primer dalam negeri masih akan negatif, namun lebih rendah dari UU APBN. "Sehingga, pembiayaan anggaran atau berupa penerbitan surat utang akan lebih rendah," ucapnya.

Sementara, realisasi defisit anggaran terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) pada semester I/2018 tercatat sebesar Rp110,6 triliun.

"Di dalam sidang kabinet, Pak Presiden melihat ini adalah suatu manajemen dari APBN yang cukup stabil dan memberikan kita suatu modal untuk menjaga perekonomian dalam situasi dimana dunia mengalami tekanan yang cukup besar," ucapnya.

Baca juga artikel terkait APBN 2018 atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri