Menuju konten utama

Sri Mulyani: Perempuan dan UMKM Masih Sulit Dapat Akses Pembiayaan

Pandemi COVID-19 yang terjadi berdampak pada ekonomi dengan memperlebar kesenjangan, khususnya wanita, pemuda, dan UMKM.

Sri Mulyani: Perempuan dan UMKM Masih Sulit Dapat Akses Pembiayaan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut, masih ada 30 persen dari populasi global atau sekitar 1,7 miliar penduduk dunia masih kekurangan akses ke produk dan layanan keuangan. Di mana mayoritasnya merupakan wanita, pemuda, dan UMKM.

“Pandemi COVID-19 yang terjadi berdampak pada ekonomi dengan memperlebar kesenjangan, khususnya dari kelompok rentan tersebut," kata Sri Mulyani dalam seminar internasional bertajuk 'Digital Transformation for Financial Inclusion of Women, Youth, and MSMEs to Promote Inclusive Growth', Kamis (12/5/2022).

Padahal, kata Sri Mulyani, UMKM berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, investasi, dan pembangunan ekonomi. Di Indonesia, UMKM memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian dengan menyediakan 97 persen lapangan kerja, memiliki share lebih dari 60 persen PDB, dan lebih dari 60 persen investasi.

"Namun, pengembangan UMKM masih menghadapi banyak kendala, termasuk akses terhadap pembiayaan," katanya.

Bendahara Negara itu menyebut masih terdapat kesenjangan akses pembiayaan bagi UMKM. Sebagai contoh, porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan relatif stagnan di kisaran 18 persen sejak 2014, jauh di bawah beberapa peer countries yang mencapai sekitar 30 persen hingga 80 persen.

“Pandemi yang terjadi telah memukul UMKM cukup dalam. Dampaknya ialah kerentanan UMKM meningkat, terutama yang dikelola oleh perempuan karena hilangnya pendapatan dan terbatasnya akses keuangan," terangnya.

Sri Mulyani melanjutkan, perempuan juga berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Sebab meningkatkan akses perempuan ke layanan keuangan formal tidak hanya akan mengamankan kehidupan keluarga perempuan saja. Mereka mampu mengelola uang, menabung dengan lebih baik, untuk kebutuhan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan.

“Tetapi mereka juga memberdayakan diri mereka sendiri dengan terlibat dalam kegiatan bisnis seperti UMKM,” kata dia.

Berdasarkan Studi dari McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa 12 triliun dolar AS atau 11 persen dari PDB global dapat ditambahkan jika semua negara mendorong kesetaraan gender. Lebih lanjut, perempuan yang terlibat di bidang ekonomi dan pasar tenaga kerja, berpotensi memberikan kontribusi sebesar 28 triliun dolar AS atau 26 persen dari PDB dunia pada 2025.

Namun, perempuan seringkali sulit untuk mengakses layanan keuangan misalnya karena tidak memiliki identitas pribadi atau aset atas namanya, sehingga tidak memiliki jaminan yang bankable. Selain itu, banyak perempuan belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang layanan keuangan formal dan bagaimana mengelolanya.

Sementara pemuda, kata Sri Mulyani, merupakan 16 persen dari populasi global, merupakan kunci dari masa depan suatu negara. Terlebih kaum muda akan segera memasuki dunia kerja dan berkontribusi pada perekonomian.

Namun, banyak dari mereka dikecualikan secara finansial karena kurangnya dokumen identitas resmi atau memerlukan persetujuan wali yang sah untuk membuka rekening bank. Bahkan terjadi stereotip yang mengaitkan mereka dengan risiko lebih tinggi karena memiliki pendapatan tidak teratur dan simpanan yang kecil.

“Dampaknya, mereka sering diabaikan sebagai pelanggan potensial dan tidak ada produk keuangan yang memadai atau dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan spesifik mereka," jelasnya.

Atas dasar itu, untuk membangun keuangan dan ekonomi yang inklusif, pemerintah menyikapi ketiga dimensi yang sangat penting ini yaitu perempuan, pemuda, dan UMKM. Bagaimana pemerintah bakal fokus memasukkan mereka untuk memiliki akses layanan keuangan.

“Akses ke rekening transaksi adalah langkah pertama menuju inklusi keuangan yang lebih luas. Upaya itu saat ini sudah mulai berjalan, tetapi kami juga menyadari bahwa ini masih membutuhkan banyak pekerjaan di depan kami,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PEMBIAYAAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz