Menuju konten utama

Sri Mulyani : Pasca Pandemi Ekonomi Global Situasinya Tidak Baik

Sri Mulyani Indrawati menyebut, kondisi ekonomi global pasca pandemi COVID-19 situasinya semakin buruk.

Sri Mulyani : Pasca Pandemi Ekonomi Global Situasinya Tidak Baik
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan usai penandatanganan Deklarasi Bali Asia Initiative disela pelaksanaan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) dan Finance and Central Bank Deputies (FCBD) G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (14/7/2022). ANTARA FOTO/POOL/Fikri Yusuf/rwa.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut, kondisi ekonomi global pasca pandemi COVID-19 situasinya semakin buruk. Hal ini terjadi karena adanya disrupsi rantai pasokan global dan kondisi geopolitik terjadi di beberapa negara.

"Lingkungan ekonomi global pasca pandemi situasinya tidak baik baik saja," kata Sri Mulyani dalam APBN Kita, secara daring, Kamis (11/8/2022).

Sri Mulyani mengatakan, dari sisi suplai produk-produk barang tidak berjalan dengan lancar atau belum normal. Sementara permintaan barang dan jasa dari masyarakat justru tinggi, namun tidak dipenuhi dari sisi produksinya.

"Karena setelah dua tahun pandemi ternyata normalisasi produksi tidak begitu saja mudah terjadi," imbuhnya.

Keadaan di atas, kata Sri Mulyani, diperparah dengan munculnya kondisi geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Ketegangan bahkan sekarang berlanjut antara Cina dan Taiwan. Hal itu tidak lepas dari kedatangan Ketua Senat Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan pada 2 Agustus 2022 lalu.

"Ini pasti akan menimbulkan tambahan risiko pada disrupsi sisi suplai," ujarnya.

Bendahara Negara itu mengatakan, adanya disrupsi sisi suplai akibat pandemi dan masalah perang geopolitik semakin membuat permintaan barang meningkat, tapi tidak diikuti dari sisi produksi.

Dampaknya, inflasi global melonjak tinggi. Bahkan di Amerika dan Eropa mencatatkan inflasi tertinggi selama 40 tahun terakhir.

Dengan inflasi melonjak tinggi, maka kemudian dilakukan respon kebijakan pengetatan moneter melalui pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga. Tindakan tersebut, kata Sri Mulyani, akan menimbulkan efek rembetan ke berbagai negara.

"Volatilitas pasar keuangan melonjak, capital outflow terjadi di negara berkembang dan emerging, dan ini akan menekan nilai tukar Rupiah meningkatkan lonjakan biaya utang," kata dia.

Keadaan di atas, lantas membuat beberapa negara-negara mengalami pemburukan utang yang sangat tinggi atau bahkan mendekati 100 persen. Kondisi itu bahkan diperkirakan akan mengalami tekanan jauh lebih hebat melalui nilai tukar dan lonjakan bunga utang.

"Sehingga IMF menyampaikan bahwa di seluruh dunia ini ada 60 negara lebih yang berpotensi hadapi krisis utang dan ini disebabkan karena biaya bunga utang yang melonjak tinggi," katanya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan kondisi pelemahan keuangan di berbagai negara dengan inflasi tinggi, pengetatan suku bunga, akan memperlemah kondisi pertumbuhan ekonomi dunia.

Kombinasi pelemahan ekonomi dunia dan inflasi tinggi, menurutnya menjadi sebuah kombinasi sangat rumit dan berbahaya bagi para policy maker dan perekenomian.

"Inilah yang kita sebut risiko perekonomian bergeser dari tadinya mengancam dari pandemi, sekarang bergeser menjadi risiko finansial melalui berbagai penyesuaian kebijakan dan lonjakan inflasi yang tinggi," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait EKONOMI GLOBAL atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang